Semangatnews, Padang – Kawasan pantai aia manih yang terkenal dengan cerita legenda “Malin Kundang” mesti lebih menonjolkan pesan religi, bahwa durhaka pada orang tua akan bernasib tidak baik dan akan mendapat laknat Allah. Orang tua mesti dihormati dan disayangi.
Hal ini disampaikan Yusman seniman patung nasional saat diskusi bersama kabid Destinasi Pariwisata Kota Padang Andre Algamar di pantai aia manih Kota Padang, Sabtu (14/12/2019).
Lebih lanjut Yusman menyampaikan pesan ini yang perlu kita tonjolkan sebagai pesan moral peringatan bagi pengunjung wisata pantai aia manih kota Padang yang indah ini.
“Cerita legenda Malin Kundang merupakan cerita rakyat dari kawasan gunung Padang yang sudah terkenal. Namun pemahaman hakekat cerita Malin Kundang mesti diluruskan agar tidak ada yang memplesetkan pada konotasi yang salah”, ujarnya.
Yusman menyampaikan hendaknya dalam membangun monumen di kawasan wisata pantai aia manih ini, benar-benar menjelaskan makna cerita legenda Malin Kundang dalam kontek pendidikan dan pesan moralnya.
” Cerita Malin Kundang ini kita tuangkan dalam gambaran relief yang memaknai durhaka pada orang tua, itu suatu perbuatan yang tidak terpuji dan dibenci Allah. Makanya hukuman Allah datang menimpa Malin Kundang berserta istri dan kru kapalnya jadi batu yang menjadi sesal hidupnya”, ungkapnya.
Kepala Bidang Destinasi Dinas Pariwisata Kota Padang Andre Algamar dalam kesempatan itu menyampaikan, kita perlu meluruskan makna cerita legenda Malin Kundang ini secara bijak agar jangan salah image tuduhan prilaku buruk masyarakat kota Padang.
“Hasil kunjungan dan dialog dengan tokoh seniman Indonesia Yusman bersama pemerhati karya monumen, saat ini akan kami sampaikan pada pimpinan. Mudah-mudahan dapat jadi pertembangan untuk melakukan pembangunan monumen Malin Kundang selain menambah daya tarik juga meluruskan makna yang tersirat dalam cerita legenda ini”, harapnya.
Muharyadi pemerhati senirupa yang juga guru SMKN 4 Padang dalam kesempatan itu juga menyampaikan, pembangunan monumen Malin Kundang juga mesti menjaga esteika alam yang ada dikawasan itu, keselarasan, keharmonisan kawasan perlu juga diperhatikan, sehingga tidak menumpuk pada satu tempat yang kadang bisa bikin repot.
” Agar pengunjung tidak bertumpuk pada satu tempat sebaikan monumen Malin Kundang yang berisi pesan moral ini berada ditengah – tengah kawasan aia manih yang menghadap kelaut lepas Samudra Hindia, pertanda siap belayar. Bahwa etetika tersirat pesan ini mendalam makna monumen ini tidak boleh durhaka, orang tua kita mesti disayangi dan dihormati”, terang Muharyadi.