Futurisme Jhon Naisbit dalam suatu kesempatan pernah menyebutkan; “dunia pariwisata kini mampu menjadi industri yang menggiurkan bahkan memakmurkan dunia, karena memberi konstribusi besar yang tak ada duanya”. Bahkan sektor pariwisata dunia mampu menampung lapangan pekerjaan besar. Artinya satu dari sembilan orang bekerja di sektor pariwisata atau sekitar 10,6 persen dari 204 juta orang pekerja. Melalui data dunia terungkap, 10,2 persen GNP (Gross National Product) bersumber dari sektor pariwisata yang menyedot pajak mendekati 700 milyar dollar AS pertahunnya.
Ilustrasi di atas menggambarkan betapa strategisnya sektor pariwisata di muka bumi ini yang perlu dimaknai dan disiasati, termasuk Sumatera Barat sendiri bagian dari NKRI. Apalagi Sumatera Barat sebagaimana pernah dikemukakan Marzuki Usman beberapa tahun silam dengan julukan “surga dunia”. Karena tidak banyak daerah lain di Indonesia memiliki keindahan alam selengkap dan seindah Sumatera Barat.
Alasan Marzuki masuk akal mengingat fenomena keindahan alam Sumatera Barat dengan beragam destinasi wisata yang layak dikunjungi. Walau demikian, kini keindahan alam berupa obyek panorama, gunung, ngarai, air terjun, pantai dan lainnya di banyak lokasi kabupaten/kota belumlah dianggap segalanya sebagai andalan sektor pariwisata tanpa dilihat secara menyeluruh dan komprehensif dalam tubuh pariwisata itu sendiri. Adanya pendapat yang mengatakan keindahan alam Sumatera Barat tidak kalah populer ketimbang Bali, adalah suatu keniscayaan. Tetapi kondisi realitas di lapangan, ternyata Bali mampu menjadi ikon pariwisata nasional yang popularitasnya melebihi bangsa ini di mata dunia.
Dari sini kita lantas dapat menarik pelajaran, bahwa keindahan alam hanya merupakan suatu hal sebagai kekuatan pariwisata daerah yang bisa pupus dalam ingatan pengunjung manakala ia juga menemukan keindahan alam baru melebihi dari apa yang pernah dilihat sebelumnya. Selain itu dikaitkan kecendrungan pengunjung wisata saat ini, terdapat indikasi bahwa pengunjung wisata tidak lagi fokus ingin santai dan menikmati “sun-sea and sand” semata, karena pola konsumsi pengunjung secara perlahan mulai bergeser ke jenis wisata yang lebih tinggi, salah satunya wisata dengan kreasi budaya (culture) dan obyek peninggalan-peninggalan bersejarah (heritage ) yang makin populer dan memberi warna wisatawan.
Kita pun masih ingat, tahun 2005 silam provinsi Sumatera Barat yang secara geografis terletak pada garis 00 54’ lintang utara sampai dengan 30 30’ lintang selatan serta 980 36’ sampai dengan 1010 53’ bujur timur dengan total luas wilayah sekitar 42.297,30 km2 atau 4.229.730 ha ternyata telah memiliki program pariwisata menjadi salah satu unggulan sesuai Rencana Induk Pengembangan Pariwisata dengan semboyan “One gate one promotion” yang aspek penekanannya dikembangkan berbasis kebudayaan serta realitas budaya masyarakat di daerah.
Dihubungkan dengan kebudayaan, Dr. Kuntjaraningrat mengklarifikasi tiga dari enam point aspek pelestarian dan pengembangan pembangunan kebudayaan seperti ; (1) Memelihara, melestarikan dan mengembangkan semua cabang seni tradisional (2). Mendorong pencapaian serta pengembangan karya-karya masa kini semua cabang seni dan (3). Mengembangkan apresiasi seni pada semua golongan masyarakat. Ketiga point ini dikorelasikan dengan wisata budaya yang kaya ragam dan coraknya terdapat diberbagai daerah kabupaten/kota di Sumatera Barat akan menjadi hal strategis dari banyak jenis wisata yang ada dan pada gilirannya juga berperan sebagai salah satu bentuk ketahanan nasional
Wisata Budaya Sumbar dalam Sketsa Body Dhama
Dikaitkan pariwisata Sumatera Barat dengan apa yang digarap sketsais Body Dharma (60 th) melalui karya-karya sketsa yang mengeksplorasi keanekaragaman “Wisata Budaya” berisikan keadaan rakyat, kebiasaan adat istiadat, cara hidup dan cara pandang, budaya dan kesenian di tengah-tengah masyarakatnya, paling tidak dapat dijadikan cikal bakal menghidupkan wisata budaya daerah ini. Kemudian bagi pengunjung maupun penikmat wisata budaya berbagai rekaman peristitiwa melalui sketsa yang ada dalam buku ini dapat dijadikan rujukan terhadap kekayaan wisata budaya sekaligus merupakan pengalaman tersendiri yang memiliki keunikan dan menarik makanala mampu mengunjungi tempat-tempat atau daerah tertentu dengan aneka budaya yang berbeda dari yang lainnya di Sumatera Barat.
Selama ini banyak orang beranggapan bahwa sumber informasi dan komunikasi secara visual hanya lebih tertuju pada dunia fotografi mengandalkan teknologi digital ketimbang skill peformance manusia dengan kekayaan intelektualnya. Memanfaatkan teknologi kamera yang kian canggih saat ini, tidaklah salah, karena ia juga sangat membantu merekam peristiwa penting berbagai obyek wisata budaya yang ada. Tetapi gambaran wisata budaya melalui sketsa sebagai salah satu bagian karya seni rupa, merupakan terobosan baru bagi Sumatera Barat yang dapat dilihat dari dua sisi yakni pariwisata dan isi wisata berupa sketsa sebagai bagian seni rupa, bernilai artistik dan estetik tinggi.
Lebih-lebih Body Dharma satu diantara sedikit seniman sketsa penting di Indonesia asal Kayu Tanam Sumatera Barat mampu merefresentasikan, memaparkan dan bereksplorasi melalui sketsa-sketsa bertutur tentang wisata budaya melalui coretan garis-garisnya yang indah spontan dan tajam. Namun demikian sesuai judul tulisan diatas “Wisata Budaya dalam Nafas Sketsa Body Dharma” ini harus dilihat dalam dua hal yakni, persoalan yang tersirat tidak sama artinya dengan tersurat, karena rekaman wisata budaya melalui sketsa harus dilihat dari relevansinya dengan wisata budaya itu sendiri. Tetapi setidak-tidaknya sketsa diciptakan seniman Body Dharma terasa benar-benar menghayatinya dalam ranah visual. Karena penghayatan akan wisata budaya sebagai bentuk kekayaan pariwisata yang ada melalui aktualitas dan emosionalitas refleksi jauh lebih tinggi nilainya karena disertai kegiatan melihat, menyaksikan bahkan terlibat langsung di lapangan. Gambaran ini tercermin dari banyak obyek wisata budaya dari banyak daerah kabupaten/kota di Sumatera Barat yang direkam Body Dharma dalam karya-karya sketsanya.
Mengamati sketsa sebagai karya seni hasil budaya tentulah harus dilihat dari aspek sketsa yang dianggap berdiri sendiri, semisal seni murni berupa lukisan. Dalam berbagai literatur dijelaskan, seni sketsa merupakan seni yang pertama lahir, bahkan mendahului seni rupa lainnya. Lihatlah lukisan-lukisan kuno yang terdapat di gua-gua altamira Perancis selatan atau juga yang terdapat di gua leang-leang Sulawesi Selatan dengan garis-garis magisnya.
Perihal sketsa sebagai karya seni budaya, menurut Kusnadi, dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu : (1). Sketsa berdiri sendiri dan (2) Sketsa “voor studi” seni lukis yang dibuat berdasarkan sketsa yang ada. Dalam merekam obyek-obyek “wisata budaya” di Sumatera Barat, seniman Body Dharma memilih sketsa sebagai karya yang berdiri sendiri. Itu terlihat dari kualitas garis yang paling menarik adalah kepastiannya untuk mensugesti bentuk keanekaragaman obyek. Kualitas ini sangat terasa pada karya-karya sketsa Body Dharma lihat misalnya obyek Kantor Gubernur Sumatera Barat di jalan jenderal Sudirman Padang, Gedung DPRD Provinsi Sumatera Barat, Mesjid Raya Ganting dan Mesjid Raya Sumbar di kota Padang, Jam Gadang di Bukittinggi, Rumah Gadang di Tanah Datar dan banyak lagi, terlihat selain penguasaan garis, komposisi, ruang dan bidang, bentuk dan karakter obyek sangat jelas mewarnai obyek-obyek wisata budaya yang direfresentasikan melalui sketsa.
Begitu juga sejumlah obyek “wisata budaya” yang tidak kalah menarik lain misalnya kegiatan “Selaju Sampan Dayung” di kota Padang, “Pacu Jawi” di Tanah Datar, “Pacu Itiak” di Agam, “Pacu Kudo” diberbagai tempat kabupaten/kota. Kemudian bangunan-bangunan bersejarah di Sawah Lunto, kota Padang, Tanah Datar, Bukittinggi, Padang Panjang, Kabupaten Solok, 50 Kota, Darmasraya, Pesisir Selatan dan lainya. Dalam kegiatan kesenian tradisi kita menyaksikan betapa indahnya budaya salawat dulang, saluang, indang, rabab darek jo pasisia, tari mancak, tari piriang, ulu ambek, dabuih, salinok, dan lainnya sementara upacara adat terdapat kegiatan pasambahan ka makan, silek galombang, silek bela diri, sakapua siriah, batagak gala, tabuik di pariaman, turun ka sawah dan lainnya. Hal lain Sumatera Barat juga memiliki arsitektur rumah gadang yang mampu menjadi pusat perhatian dunia tak luput sebagai isi sketsa. Pada sisi lain, obyek-obyek wisata budaya karya Body Dharma garis-garisnya terlihat lancar lancar, tidak terputus-putus memasuki kembali batang tubuh sketsa untuk mensugesti bidang dan ruang. Karena garis-garis sketsa merupakan sarana yang paling singkat dan abstrak untuk menggambarkan berbagai obyek wisata budaya Sumatera Barat.
Ratusan sketsa bernilai artistik dan estetik karya Body Dharma dalam buku pariwisata ini sebenarnya dapat dilihat dalam dua sisi, yakni : (1) Obyek-obyek wisata budaya dengan keberagamannya di banyak kabupaten/kota (2) Karya seni rupa sebagai simbol-simbol budaya. Seniman Body Dharma, kelahiran Kayu Tanam, Padang Pariaman, Sumatera Barat (1956) dalam sketsa-sketsanya memiliki persepsi berbeda dengan kebanyakan seniman lain di tanah air dalam hal memahami dan menafsirkan lingkungannya. Bagi Body Dharma dalam ranah sketsa melihat dunia sekitarnya tidak hanya melalui indra matanya semata, tetapi juga disertai mata hati dan perasaannya. Karena boleh jadi dengan melihat langsung dunia sekitarnya bagi Body Dharma muncul rasa keingintahuannya atas apa yang dilihat dan diamatinya yang kemudian memiliki pengalaman atau pun angan-angan gambaran dunia sekitar. Body Dharma melalui melakukan aktivitas melihat, berfikir, memerhatikan, mengenali, memeriksa bahkan mendeteksi akan kekayaan dan keberagaman budaya di Sumatera Barat yang perlu dijaga, dipelihara bahkan dilestarikan sebagai simbol daerah.
Akhirnya, sketsa-sketsa sebagai bagian “wisata budaya” karya Body Dharma ini tentulah merupakan suatu hal bagian dari aktivitas budaya yang ada di Sumatera Barat. Karena sesungguhnya Sumatera Barat sejak lama juga telah dikenal menjadi salah satu wilayah terpenting di Indonesia yang banyak melahirkan pahlawan nasional, alim ulama, para pemikir, satrawan, budayawan bahkan senirupawan. Nama-nama besar tersebut telah menghiasi buku-buku sejarah lahirnya negara Indonesia, baik sebelum kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan. Dalam seni rupa sebagai pendukung di Sumatera Barat kita juga mengenal berbagai komunitas seni rupa yang ada, yayasan seni rupa, sanggar-sanggar, lembaga-lembaga pendidikan formal seperti INS Kayu Tanam, SSRI/SMSR (sekarang SMKN 4) Padang, ISI Padangpanjang, Seni Rupa UNP Padang dan lainnya sebagai insfrastruktur memperkuat kebudayaannya. (*)
Tukang sketsa yang konsisten.
Pelukis realis di ujung pensil
pembawa berita dan pengekal peristiwa
seribu satu cerita dari satu lukisan sketsa ( foto )
bahasa tulis yang menggunakan rasa.
selamat dan terus kan jurusmu bung Body Dharma.
selamat atas keajayaan mu.