Widdiyanti, Seniman Batik Nasional dengan Karya-Tekstil Ekoprint Terbaru Makin Diminati

by -

Widdiyanti, Seniman Batik Nasional dengan Karya Tekstil Ekoprint Terbaru Makin Diminati

Semangatnews.com. Sukses berkarya membuat dan menciptakan batik dengan berbagai eksplorasi melalui beragam motif berbasis budaya lokal memanfaatkan bahan batik dan malam di atas kain yang karya-karya sejak beberapa tahun terakhir diminati publik, ternyata tidak membuat seniman dan aksesor batik nasional Widdiyanti (32 th) ini berhenti berkarya sampai di sana.
Ia kini bahkan banyak menciptakan karya ekoprint dengan memanfaatkan bahan-bahan alami dan ramah lingkungan yang menghasilkan karya-karya terbaik dengan sentuhan nilai estetika tinggi.

Ekoprint yang sepintas jika diamati layaknya seperti tampilan batik, padahal tidak sama sekali merupakan tehnik memberi motif kain dari tumbuh-tumbuhan, seperti bunga, daun dan akar yang diletakan diatas kain untuk warna dasar dengan mengunakan pewarna alam seperti air rebusan kulit jengkol, kulit nangka kulit mangis dan lainnya tanpa kehilangan nilai estetikanya.

Ditemui Semangatnews,com dikediamanan Widdi Yanti, di Canting Buana Kreatif Batik, Jalan Bangdes II RT X, 69, Padangpanjang, Sumatera Barat menyebutkan, teknik membuat motif ekoprint memanfaatkan bagian dari tumbuh-tumbuhan alami non kimiawi. Teknik Ekoprint memberi pola pada bahan alami dan ramah lingkungan dengan media yang digunakan berupa kulit, kertas, keramik dan kayu.

Menurut Widdi Yanti, Ekoprint berbeda dengan batik, dimana pada ekoprint merupakan teknik memotif kain dari rumbuh-tumbuhan seperti bunga, daun dan akar yang diletakkan di atas kain untuk warna dasar yang menggunakan pewarna alam seperti ait rebusan jengkol, kulit nangka atau kulit manggis.

Kemudian proses ecoprin proses mengolah kain hampir sama dengan membuat warna alam atau mewarnai kain dengan warna alam ujar Widdi Yanti Dosen ISI Padangpanjang yang juga asesor batik nasional itu menjelaskan.

Disebutkan, proses pengerjaan ecoprint tidak lah terlalu sulit, cukup dengan daun daun (seperti daun jati daun kaduduak) serta bunga yang ada di sekitar tempat tingal kita. Jika menginginkan dasar kain berwarna bisa juga membuat warna alam sendiri seperti air rebusan kulit jengkol, air rebusan teh, air rebusan kulit mangis, untuk hasil warna akhir tergantung dari pengunci yang digunakan, ujar Widdi Yanti lagi.

Dijelaskan, sesuai langkah dan prosesur mengolah ekoprint, awalnya kain dimordant yang menggunakan tawas kemudian dicuci melalui beberapa proses seperti ; kain dibentangkan kemudian diletakkan bunga bunga atau daun diatas kain sesuai keinginan kita, melalui proses memukul-mukul daun yang ada diatas kain, kemudian proses dikukus caranya setelah kain dibentangkan di letakkan bunga atau daun diatas kain kemudian kain digulung lalu diikat, untuk di kukus selama 2 jam.

Selesai itu kain diangkat dari kukusan, dan matikan api, buka kain kemudian angin-anginkan, lalu fiksasi atau mengunci warna dengan tawas atau cuka hingga selesai.

Saat ditanya apakah anda tidak khawatir ekoprint bakal menyaingi kain batik yang juga banyak anda hasilkan selama ini? Menurut Widdi Yanti, batik dengan ekoprint dihasilkan tidak untuk saling menyaingi, karena keduanya memiliki proses pengerjaan yang berbeda.

Batik merupakan salah satu warisan dunia versi UNESCO yang cuma ada di Indonesia, sementara ekoprint produk tekstil yang relatif masih berusia muda dengan banyak eksplorasi dan kemungkinan dapat digarap dan ramah lingkungan.Keduanya memiliki peminat dan pasar cukup tinggi, ujar Widdi Yanti lagi.

Widdi Yanti, yang sejumlah karya-karyanya sejak tiga tahun terakhir pernah mengikuti sejumlah iven penting secara nasional bahkan internasional itu, diantaranya pameran Batik dan Ecoprin “Visual art and film exhibition ekpresion of visual various” Indonesia (ISI Padangpanjang) – Malaysia (Unimas) November 2017 University Malaysia Serawak diikuti pameran Seni Rupa dan Industri Keratif dalam rangka Hari Pers Nasional di Taman Budaya Padang 2018 dan berbagai iven penting lainnya di Indonesia dan sejumlah negara tetangga, ujar Widdi Yanti alumni SMSR Negeri Padang (1998) dan S1, S2 ISI Yogyakarta (2004 dan 2009) minat seni kriya itu memberi penjelasan. (SS/YSM/FR/mh)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.