Palu – Perjalanan Tim Penanggulangan Bencana (PB) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumatera Barat ke lokasi gempa bumi, tsunami dan likuifaksi Palu, Sigi, Donggala Sulawesi Tengah, selain mengantar bantuan uang, randang, dll juga sekaligus sebagai bahan kajian tersendiri bagi Sumatera Barat dalam pembelajaran penanggulangan daerah.
” Kesedihan, pilu “Gempa Palu” mesti jadi bahan pelajaran dalam penanggulangan bencana daerah di Provinsi Sumatera Barat. Mesti ada planning A dan B, sehingga suasana masyarakat dan stabilitas daerah tetap terkendali, karena Sumbar merupakan daerah potensi bencana, ” ujarnya disela-sela diskusi malam bersama Tim PB Sumbar, sehabis dari kunjungan kelapangan meninjau bencana gempa Palu, di hotel Amaras Palu Selatan, Rabu malam (10/10/2018)
Wagub Nasrul Abit juga menambahkan, perlu dibuatkan aturan dan standar operasional pelayan (SOP) dalam penanggulangan bencana, dalam kajian yang jelas.
” Peta potensi bencana diberbagai kabupaten/kota di Sumbar, mesti telah menjadi sosisliasi yang jelas kepada masyarakat. Peran dan kesiapan masyarakat dalam menghadapi setiap kondisi bencana menjadi gaya hidup yang biasa, sehingga ini tentu akan dapat meminimalisir korban resiko bencana tersebut.
BPBD Provinsi berkoordinasi dengan BNPB pusat, mesti segera menyiapkan hal tersebut dalam berbagai sisi, aturan bentuk sosialisasi, tim penanggulangan bencana dan peran masyarakat saat terjadi bencana, jangan sampai masyarakat pindah atau keluar tidak ikut serta dalam penanggulangan bencana, ” ungkap Nasrul Abit.
Wagub Nasrul Abit juga prihatin terhadap para pengusaha dan pemilik toko yang besar keluar dari Palu, sehingga perekonomian daerah lumpuh. Setiap pemerintah daerah butuh banyak dukungan dari seluruh elemen daerah dalam memulihkan kembali pembangunan daerah pasca bencana.
Penanggulangan bencana daerah itu merupakan tanggungjawab bersama dalam menciptakan kondisi masyarakat bisa kembali bangkit, dari troma dan kesedihan, terang Nasrul Abit.
Masih teringat kisah da Buyung, perantau minang bencana likuifaksi (tanah bergerak dan keluarnya lumpur) di perumahan Petobo, pada saat pertemuan Wagub dan Tim PB Sumbar, tadi siang dengan IKM Sulteng, Rabu (10/10/2018)
” Sore menjelang malam itu, terjadi gempa 7,4 Skala Richter (SR). Gempa dahsyat itu membuat kota menjadi kelam, listrik mati. Ada Tsunami di pinggir laut, ada bangunan yang runtuh dan ada tanah bergerak bersama lumpur. Ditempat kami di Petobo, tiba-tiba tanah bergerak-gerak dan amlas, yang membuat rumah kami ikut amblas. Pekik ketakutan, histerius terdengar dimana-mana,..?!, ujar da buyung tersedu-sedu menahan tangis sedihnya.
Da Buyuang mencoba tatap tegar menceritakan peristiwa yang ia alami itu.
” Saya berusaha mencari tempat lebih nyaman tidak pada tanah yang bergerak dan mengapai tempat ketinggian. Saya menyaksikan saudara-saudara saya ikut terbawa tanah yang amblas hilang entah kemana.
Kemudian tanah bergelombang hebat, bergerak cepat tempat itu bergeser dan tiba-tiba lumpur muncul meninggi menutupi perumahan kami yang amlas. Malam semakin hitam pekat, tidak tahu kemana mesti menyelamatkan diri,” tangis air mata da buyung meraung keras, sehingga ucapannya sulit untuk dimengerti.
Suasana pertemuan hening seketika. Wagub Nasrul Abit terharu ikut sedih, air matanya juga membasahi wajahnya. Yang lain terdiam kaku, kesedihan dan pilu, menunduk tak terbayangkan.
Dilokasi yang ada 4 hektar itu, perkiraan masyarakat ada 2.000 orang yang hilang tertimbun hanyut dalam gerakan lumpur.