Oleh Haris Rusly, dkk.
Kami tidak sedang membela sebuah kejahatan korupsi yang diduga dilakukan oleh seorang “Ibu Tua Renta” yang sangat patriotik. Namun, kami melihat Ibu Fadilah sepertinya ditarget oleh kepentingan yang lebih besar yang dendam.
Siapa yang tidak dendam? Berbagai proyek imperialis yang hendak masuk ke Indonesia bertopeng kesehatan digagalkan oleh Siti Fadhilah, mulai dari proyek flu burung, mega proyek vaksinasi, proyek Namru, proyek privatisasi rumah sakit pemerintah, dll. Itu pada saat Fadila menjabat sebagai Menteri.
Semasa menjabat Watimpres Presiden SBY, Siti Fadilah masih terus berjuang. Bersama para aktivis melawan konsep Sistem jaminan sosial yang mewajibkan rakyat membayar. Tidak hanya itu, dia mendorong berbagai upaya perlawanan terhadap berbagai perjanjian internasional dan UU ratifikasi perjanjian internasional yang merugikan rakyat.
Siapa yang dilawan dengan berbagai agenda Siti Fadila. Mafia farmasi internasional, yang kekuasaannya melebihi negara. Mafia farmasi ini memperalat negara negara maju, memperalat organisasi multilateral terutama World Health Organization (WHO), dan lembaga keuangan multilateral lainnya.
Nama Siti Fadhila begitu harum dikalangan para aktivis gerakan sosial internasional. Dia adalah satu satunya menteri yang berani menantang proyek privatisasi dan komersialisasi virus. Sebuah bisnis yang sangat besar yang berada dibawah kendali orang paling kaya di muka bumi saat ini.
Akibat sikapnya tersebut Siti Fadhila harus berhadapan secara terbuka dengan WHO. Di Indonesia para pejabat WHO memendam sakit hati karena Siti Fadilah tidak mungkin mau rapat dengan mereka, apalagi menyusun agenda bersama. Baginya WHO bukan refresentasi masyarakat global. WhO adalah kaki tangan segelintir pemilik perushaan farmasi, pedagang virus dan badar vaksin.
Terkait pandanganya soal WHO, Siti Fadila tidak sendiri. Banyak para pemerhati dunia selama ini menyampaikan kritik mereka terhadap agenda agenda WHO yang dikendalikan oleh mafia.
WHO telah dilepaskan dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Donor swasta adalah donor terbesar yang membiayai kerja WHO. Lebih dari 30 persen anggaran WHO bersumber dari perusahaan farmasi. Itu yang resmi.
Bagaimana dengan dana-dana yang diselundupkan oleh mafia kepada pejabat pejabat WHO?
WHO adalah salah satu badan dunia yang sangat luas penetrasinya. Mereka telah menjadikan kementrian kesehatan sebagai toko obat. Mereka menjadikan menteri kesehatan sebagai marketing obat dan vaksin. Namun itu terjadi di belahan dunia lain. Tidak di Indonesia di tangan Siti Fadhila. Seluruh agenda WHO patah. Para pebisnis obat dan vaksin gigit jari.
Tuduhan dan vonis kepada Siti Fadhilah mengandung nuansa dendam kusumat, dendam orang orang yang bisnis obat dan vaksinnya terganggu, amarah orang orang yang sedotan uangnya tersumbat.
Tapi mereka penguasa dunia ingin menunjukkan kuasanya. Mereka mau mengatakan “Kami berkuasa atas negaramu, kami mengatur kamu orang punya hukum, kamu jangan macam macam”. Mereka pernah menembak kepala Kenedy dengan otak berceceran di depan publik. Mereka terorist.
Tuduhan dan vonis pada Siti Fadila berada diatas tumpukan proposal baru oligarki dan taipan Indonesia kepada mafia farmasi dan vaksin internasional.
Indonesia adalah laboratorium terbesar untuk uji coba vaksin dan pasar vaksin. Indonesia adalah pasar obat terbesar dan ladang bisnis asuransi.
SAATNYA HAKIM BERPIHAK DAN BEDIRI DI ATAS MERAH PUTIH !!