SYARAT KERUGIAN ANAK USAHA BUMN/BUMD
TIDAK TERMASUK KERUGIAN NEGARA
Oleh : Prof. Dr. Busyra Azheri, SH,. M.Hum
Berdasarkan hasil putusan rapat pleno Mahkamah Agung (MA) tanggal 29 November 2020 sampai dengan 1 Desember 2020 telah melahirkan beberapa rumusan yang dituangkan dalam bentuk Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung tahun 2020 sebagai pedoman pelaksanaan tugas bagi pengadilan.
SEMA yang ditandatangani oleh Ketua MA Muhammad Syarifuddin tersebut memuat 6 (enam) rumusan pleno yang mencakup kamar pidana, perdata, agama, militer, tata usaha negara, dan kesekretariatan.
Khusus, rumusan pleno kamar pidana, dimana poin ke empatnya menegaskan bahwa “kerugian yang ditimbulkan pada anak perusahaan BUMN/BUMD yang modalnya bukan bersumber dari APBN/APBD atau bukan penyertaan modal dari BUMN/BUMD dan tidak menerima/menggunakan fasilitas Negara, bukan termasuk kerugian keuangan negara”.
Rumusan poin keempat pleno kamar pidana tersebut harus dicermati dengan baik, karena kerugian anah usaha BUMN/BUMD yang tidak termasuk kerugian negara dihadapkan dengan adanya tiga persyaratan yang bersifat alternatif maupun akumulatif.
Namun demikian persyaratan dimaksud kalau dicermati dengan baik menimbulkan multi interpretasi atau salah persepsi.
Bila mengacu pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tidak ditemukan terminologi anak usaha BUMN/BUMD. Oleh karena pengertian anak perusahaan atau dikenal pula dengan sebutan subsidiary merupakan perusahaan yang sahamnya dikuasai oleh perusahaan lain (umumnya lebih dari 50 %).
Perusahaan lain itulah yang disebut sebagai induk perusahaan (holding company, parent company, atau controlling company).
Bila dikaitkan syarat modal anak perusahaan (subsidiary) sebagai dasar untuk terlepas dari tanggung jawab atas kerugian yang tidak termasuk kerugian keuangan negara dapat dipahami sebagai berikut :
Bukan bersumber dari APBN/APBD; persyaratan ini bisa dipenuhi karena sumber modalnya diambil dari penyertaan modal BUMN/BUMD pada anak usaha tidak berasal dari APBN/APBD, tapi berasal dari asset BUMN/BUMD itu sendiri selaku holding company.
Bukan penyertaan modal BUMN/BUMD; persyaratan ini sudah pasti tidak dapat dipenuhi sebagai sarat untuk dapat dikategorikan sebagai anak perusahaan BUMN/BUMD.
Persyaratan ini justru menjadi mutlak, karena suatu badan usaha tidak bisa dikategorikan sebagai anak perusahaan BUMN/BUMD jika tidak ada peryertaan modalnya pada badan usaha tersebut oleh BUMD/BUMD.
Sehingga makna “bukan penyertaan modal dari BUMN/BUMD” suatu kekeliruan yang akhirnya menimbulkan multi interpretasi sehingga persyaratan itu dianggap tidak pernah ada.
Tidak menerima/menggunakan fasilitas negara; persyaratan ini masih bisa dipenuhi sebagai anak perusahaan BUMN/BUMD, kecuali penyertaan modal BUMN/BUMN pada anak perusahaan berupa barang (equity).
Dengan demikian dari ketiga persyaratan tersebut di atas, dimana syarat “bukan penyertaan modal BUMN/BUMD” tidak bisa dipersyaratkan agar kerugian anak perusahaan BUMN/BUMD tidak termasuk pada kategori kerugian negara.