YOGYAKARTA, SEMANGATNEWS.COM – Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Hashim Djojohadikusumo dijadwalkan membuka dan meresmikan pameran Sastra Rupa #2 Kepahlawanan Diponegoro Ngayogyakarta HB IV – HB V yang diikuti sebanyak 39 perupa Indonesia yang telah malang melintang di berbagai pameran nasional dan internasional di Jogja Gallery Yogyakarta 15 Okt 2024.
Pameran gambar Babad (silsilah) Pangeran Diponegoro yang berlangsung sejak 15 Okt sd -03 Nov 2024 itu merupakan salah satu misi penting dalam menyosialisasikan sisi kepahlawanan Pangeran Diponegoro dalam konteks humanisme. Sisi humanistik Diponegoro jarang diketahui oleh publik. Selama ini, yang muncul seringkali hanya terkait kehidupan perang Jawa. Serangkain itulah, pembacaan tentang sosok pahlawan nasional ini perlu diketengahkan sebagai sajian berharga bagi masyarakat.
Kurator pameran Dr. Mikke Susanto, MA dan Dr. Sri Margana, M.Phil dalam keterangannya kepada Seamangatnews.com, Minggu (13/10/24) menyebutkan setelah pameran Babad Diponegoro yang pertama pada 2019, Jogja Gallery dan Patrapadi bersama Departemen Sejarah UGM dan Jurusan Tata Kelola Seni ISI Yogyakarta mengadakan pameran yang kedua.
Pameran Sastra Rupa #2 Babad Diponegoro ini mengambil inspirasi dari salah satu naskah penting dari Kraton Yogyakarta berjudul : Babad Ngayogyakarta HB IV dumugi HB V. Kitab yang bernilai sejarah tinggi ini ditulis oleh seorang pujangga atas perintah dari Sultan Hamengku Buwono VI, kemudian disalin kembali pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono VII.
Menurut Mikke Susanto, sekalipun naskah ini diberi judul Babad Ngayogyakarta HB IV dan V, namun sebagian besar dari pupuh pupuhnya menggambarkan tentang Perang Jawa dan kisah perjuangan Pangeran Diponegoro yang dijuluki sebagai “Satrio Pinandhito”. Julukan ini menjukkan bahwa historiografi Kraton tentang Diponegoro tidak menempatkan tokoh ini sebagai sosok antagonis vis a vis dengan Kraton, sebaliknya tindakan dan budi-pekertinya menjadi model dan panutan.
Nukilan dari pupuh-pupuh yang menggambarkan tentang Pangeran Diponegoro ini dibagi dalam 39 narasi yang diberikan kepada setiap pelukis untuk divisualisasikan sesuai interpretasi dan gaya pelukis-pelukisnya. Hasilnya, Anda dapat melihat lukisan-lukisan yang disajikan bukanlah sepenuhnya “dokumentasi” atau ilustrasi peristiwa atau lukisan sejarah an semata.
Lukisan-lukisan para pelukis ini berfungsi ganda, yakni sebagai bentuk ekspresi simbolik individual, sekaligus memiliki dimensi atau ilustrasi realitas sejarah. Lukisan-lukisan ini berfungsi sebagai “medium antara” yang tidak dibatasi oleh kepentingan bidang studi sejarah, tetapi juga kepentingan seni itu sendiri.
Kemudian berbagai agenda pendukung seperti diskusi dan lainnya diadakan selama pameran berlangsung sekaitan tema perjuangan Pangeran Diponegoro, karena hakikatnya pameran ini diperuntukkan segala usia ini diantaranya peserta didik SD, SMP, SMA/SMK mahasiswa, kolektor dan masyarakat luas di tanah air,” jelas Mikke. (muharyadi)