Seandainya Kita Menjadi Advokat Sambo (Bagian 2 dari 3 bagian)
Siasat Pembelaan untuk Sambo:Oleh Wina Armada Sukardi_advokat_
Jika kita ditunjuk oleh Sambo menjadi advokatnya, kira-kira startegi atau siasat apakah yang bakal kita pakai di pengadilan? Bukankah Sambo sudah secara terus terang mengatakan, dia memang pelaku utama penembakan. Pembunuhan. Saksi-saksi sudah menguatkannya. Barang bukti yang diolah secara ilmiah menambah jelas peristiwa itu. Lantas, apalagi yang dapat kita lakukan?
Setiap lawyer, pengacara atau advokat pastilah masing-masing mempunyai pilihan penerapan siasat sendiri-sendiri. Meski begitu bagi advokat yang cerdas ada siasat bagus yang dapat dipilih.
Sang advokat dapat membagi dua bagian dalam membedah perkara ini. Pembagian ini s agar dapat terhindar dari aspek yang paling krusial dari tuduhan jaksa penuntut umum, yakni pembunuhan berencana. Selain itu siasat ini juga bertujuan untuk memperingan vonis yang bakal dijatuhkan kepada Sambo.
*Klaster Batin Terluka*
Sebaiknya advokat yang membela Sambo, pertama-tama membuat klaster peristiwa pembunuhan pada urutan pertama. Pada bagian ini, advokat harus fokus, dan mati-matian menyakinkan Majelis Hakim, segala tindakan Sambo dilakukan benar-benar karena jiwanya tergoncang hebat menghadapi problematik martabat keluarga.
Advokat harus menggiring peristiwanya merupakan rangkaian dari batin Sambo yang terluka parah dan seluruhnya berada di luar kendali normal dirinya, sehingga perbuatan Sambo tidak dapat dihukum.
Advokat sambo perlu merujuk, antara lain kepada Pasal 49 ayat (2) yang pada intinya menyatakan, orang yang melakukan tindak pidana karena jiwanya tergoncang tidak dapat dihukum.
Tentu jaksa akan membantahnya. Jaksa bakal mengemukakan bukti, sebelum melaksanakan tindakannya , Sambo sudah lebih dahulu melakukan serangkaian perencanaan untuk membunuh. Bagi jaksa, kenyataan Sambo masih dapat berpikir dan melakukan perencanaan merupakan bukti kuat jiwa Sambo sesungguhnya tidaklah dalam keadaan terguncang hebat. Kemampuan berpikir dan perencaan yang dilakukan Sambo akan dipandang jaksa menghilangkan unsur “jiwa yang terguncang hebat.”
Disinilah advokat harus mampu membuktikan sebaliknya. Semua tindakan Sambo membunuh itu terjadi dalam suatu rangkaian yang tidak terpisahkan satu dengan lainnya pada saat jiwa Sambo sudah dan masih luluh lantah. Pada saat batinnya sudah hampa. Kehampaan batin dan kehampaan jiwa merupakan bagian dari jiwa yang terguncang. Kegoncangan jiwa yang dialami Sambo terjadi terus menerus pada suatu rangkaian waktu. Bukan hanya seketika saja.
*Pembuktian Soal “Goncangan Jiwa”*
Para advokat Sambo dalam hal ini harus mampu membuktikan dengan ilmiah, “goncangan jiwa” yang dialami seaeorang setelah mengetahui suatu peristiwa yang merendahkan dan menghina dirinya tidak hanya “berlangsung sesaat,” tetapi juga dapat berlangsung beberapa jam dan bahkan beberapa hari. Advokat harus dapat menunjukkan referensi buku-buku ilmu jiwa yang membuktikan hal tersebut.
Selain itu advokat Sambo harus mampu menghadirkan Ahli Psikologi yang menerangkan dan mengungkap fenomena ini.
Kalau diperlukan cari Ahli Psikologi dari luar negeri yang telah memiliki _track record_ seperti itu. Sang Ahli diminta advokat Sambo untuk menyakinkan Majelis Hakim guncangan yang dialami Sambo memang tidak seketika lenyap, tapi berkepanjangan beberapa jam atau beberapa hari.
Hal ini penting lantaran bakal dapat menjadi salah satu fokus debat di pengadilan yang hasilnya dapat mempengaruhi vonis hakim.
*Bukti Perencanaan Amatiran*
Bukti lain untuk mendukung argumentasi ini, advokat dapat menunjuk kepada perencanaan yang tidak matang, tidak cermat dan mengabaikan detail untuk memperoleh alibi.
Advokat perlu membuktikan, Sambo bukanlah perwira yang bodoh dan tidak cermat. Begitu pula jabatan Kadiv Propam yang pernah disandang Sambo, sudah menunjukkan betapa Sambo telah mempunyai pengalaman makan asam garam dunia seperti itu.
Maka, jika dalam keadaan jiwa yang normal, Sambo pastilah akan mampu membuat rancangan perencanaan yang sangat canggih, sulit dibuktikan dan menjadikan Sambo memiliki seribu alibi untuk mengelak. Bukan perencanaan amatiran. Bukan rekayasa kaleng-kaleng. Nah, hanya saja lantaran jiwa Sambo masih lunglai, masih digelajuti bayang-bayang baur hidupnya sendiri, di bawah jiwa yang terguncang hebat, dia mengambil tindakan yang tidak diperhitungkan matang.
Bukan sebuah tindakan yang dibungkus kecanggihan dan kelihaian seorang perwira tinggi. Tindakannya diambil dalam kerangka batin yang perih dan rongga jiwa yang menganga, sehingga tindakannya juga apa adanya saja sebagaimana yang saat itu terbayang oleh Sambo.
Ini membuktikan Sambo masih dalam tekanan jiwa yang tergoncang hebat. Bukan jiwanya yang normal.
Lantas jaksa akan mengejar lagi, kenapa setelah itu Sambo mencoba merekayasa kejadian dan menghilangkan barang bukti? Bukankah ini merupakan upaya menghalang-halangi terhadap penegakkan hukum atau _obstruction of justice_
*Mengakui Terus Terang*
Disinilah advokat harus merendahkan pembelaannya untuk memperoleh penilaian yang tinggi.
Pembelaan advokat harus mengakui dengan terus terang Sambo telah melakukan _obstruction of justice_
Cuma advokat harus memberikan argumentasi pendukung yang dapat diterima hukum.
Advokat dapat membuat konstruksi hukum, setelah Sambo
dalam keadaan jiwa terguncang melakukan penembakan, melaporkan ke para petinggi Polri, barulah Sambo belakangan tersadar. Dia teranjur nian. Lalu dihantui rasa bersalah atau takut. Dari sanalah baru kemudian timbul berbagai rekayasa terhadap peristiwa ini. Adanya _justice engineering _ atau rekayasa terhadap peristiwa hukum benar ada. Tapi itu didorong oleh motiv bersalah dan ketakutan.
Jadi , para advokat Sambo perlu menyakinkan, rekayasa yang dilakukan Sambo bukankah dilakukan dari awal, melainkan setelah rasa jiwa terguncang. Setelah batin dan jiwa Sambo tersadarkan, barulah timbul rencana -rencana membuat rekayasa.
Dalam hal ini advokat harus menekankan Sambo dalam hal yang belakangan ini memang bersalah.
Dengan membagi kasus Sambo dalam dua klaster yang berbeda, advokat harus dapat menyakinkan, antara penembakan yang dilakukan Sambo di satu pihak, bukanlah satu kesatuan dengan rekayasa membelikkan kasusnya.
Perbuatan menembak dan rekayasa kasus merupakan dua hal yang terpisah satu dengan lainnya. Ada pembeda nyata antara peristiwa melakukan penembakan dan peristiwa upaya menghilangkan alat bukti lewat rekayasa kisah.
*Berharap Vonis Minimal*
Dari sini advokat harus menyadari, tak mungkin Sambo dibebaskan murni, tetapi masih dapat berharap hukuman Sambo bukanlah hukum maksimal.
Ekspektasi terbaik pada tingkat Pengadilan Negeri (PN) Sambo hanya akan dihukum lima tahun penjara. Sedangkan ekspetasi terburuk, boleh jadi Sambo kena 18 tahun penjara. Ini jauh lebih baik ketimbang dikenakan hukuman mati atau seumur hidup.
Kendati demikian hal itu belum pasti. Semua ini masih analisis di atas kertas. Dalam kenyataan, bisa saja sama, namun bukan tidak mungkin pula berbeda sangat lebar. Majelis hakim akan menilai lalu lintas bukti, data, saksi dan ahli di pengadilan. Majelis hakim bukan hanya memimpin bagaimana mekanisme dan persidangan dapat berlangsung lancar dan tertib, tetapi juga akan menggali kebenaran materiil, kebenaran sejati dari kasus ini.
Peradilan pidana berbeda dengan peradilan perdata. Dalam kasus perdata yang dicari cuma kebenaran formal. Sedangkan dalam kasus pidana yang dicari kebenaran sejati.
Itulah sebabnya, seperti apa kira-kira akhir vonis kasus Sambo? Belum dapat kita prediksi. Semua kembali kepada keyakinan hakim….***
_Bersambung_……c