Setelah Gagal Bersama Parpol, Miko; “Izinkan Saya Berjuang Bersama Rakyat”
Pengantar;
Miko Kamal aktifis dan Pengacara di Padang ingin maju untuk Pilkada Kota Padang. Berbagai pendekatan telah dilakukan dengan sejumlah partai. Namun agaknya belum jodoh lantaran tak sanggup penuhi berbagai persyaratan, maka Miko tetap maju jalur perseorangan. Liku lika perjuangan Miko dengan sejumlah Parpol ditulisnya sendiri lewat media ini. Semoga ada manfaatnya. Redaksi
Hari ini, izinkan saya menyampaikan usaha-usaha politik yang sudah jalankan dan fakta-fakta politik yang saya temukan dalam rangkaian kontestasi pemilihan Walikota Padang periode 20024 – 2029.
Saya mulai melakukan ikhtiar politik, menjadi bakal calon Walikota Padang sejak bulan April 2024 yang lalu.
1. Membayar Uang Pendaftaran di 2 Partai Politik
Perjalanan ikhtiar politik saya mulai dengan mendaftar ke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) secara online pada tanggal 22 April 2024. Menindaklanjuti pendaftaran saya itu, pada tanggal 1 Mei 2024, saya diundang oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKB ke Jakarta untuk mengikuti prosesi taaruf (perkenalan) dengan Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar yang digelar di Hotel Mercure Jakarta Batavia.
Di samping pendaftaran online, atas saran Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PKB Padang, saya mendaftar ulang tanggal 17 Mei 2024. Di internal DPC PKB Padang berlaku kententuan bahwa setiap bakal calon Walikota harus membayar sebesar Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah). Saya membayarnya.
Setelah taaruf, proses selanjutnya di PKB adalah Ujian Kelayakan dan Kepatutan (UKK) yang diselenggarakan tanggal 5 Juni 2024 di kantor DPP PKB Jl. Raden Saleh No. 9 Jakarta Pusat. Saya mengikuti UKK tersebut yang waktunya bersamaan dengan bakal calon Walikota Padang lainnya: Hendri Septa, Ekos Albar dan Alkudri.
Pada sesi UKK di PKB saya diwawancarai oleh salah seorang pengurus PKB yang merupakan mantan aktivis buruh yang pernah dipenjara di zaman Orde Baru. Karena sama-sama berlatar belakang aktivis, sesi UKK itu lebih banyak kami habiskan berdiskusi tentang perkembangan politik dan negara. Beliau sepakat dengan saya bahwa pengelolaan negara harus diperbaiki. Aktivis seperti saya seharusnya diberikan kesempatan masuk ke pemerintahan untuk melakukan perbaikan. Beliau juga bilang, banyak partai-partai politik yang brengsek, misal minta-minta uang dalam proses politik. “Itu harus kita lawan”, katanya.
Selain di PKB, saya juga mengambil formulir pendaftaran di Partai Demokrat pada tanggal 23 April 2024. Tim saya mengembalikan formulir pendaftaran beserta dokumen yang dibutuhkan pada tanggal 6 Mei 2024.
Proses pencalonan saya di Partai Demokrat tidak berlanjut karena saya tidak memenuhi pembayaran uang pendaftaran sebesar Rp. 7.500.000 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah). Saya punya alasan khusus dan pribadi mengapa saya tidak melakukan pembayaran uang pendaftaran yang diminta pengurus Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrat Padang.
Saya juga mendaftar di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), sekitar bulan Mei 2024. Pendaftaran di PDIP dilakukan secara online. Saya mendapatkan kiriman link pendaftaran dari pengurus PDIP Yogi Yolanda.
PDIP tidak memungut biaya apapun untuk pendaftaran tersebut.
Pada tanggal 6 Mei 2024 saya juga mengambil formulir pendaftaran Partai Ummat yang punya 1 kursi. Formulir pendaftaran yang sudah diisi saya kembalikan sekitar 2 minggu setelahnya.Tidak ada biaya yang dipungut Partai Ummat untuk pendaftaran.
Formulir Partai Gerindra saya ambil pada tanggal 8 Mei 2024. Saya mengembalikan formulir yang sudah diisi pada tanggal 16 Mei 2024. Aturan internal Partai Gerindra, setiap pendaftar untuk bakal calon Walikota harus membayar Rp. 5.000.000. Saya membayarnya.
Mekanisme yang berlaku di Partai Gerindra adalah, setiap bakal calon Walikota dilakukan assesment yang digelar di Hotel Mercure Padang pada tanggal Sabtu 1 Juni 2024.
Terakhir, saya mendaftar di Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Formulir pendaftaran saya ambil pada tanggal 15 Mei 2024 dan dikembalikan pada tanggal 28 Mei 2024.
PPP tidak memungut biaya apapun atas pendaftaran tersebut.
2. Politik Uang?
Sehari sebelum saya mengikuti salah satu rangkaian proses pencalonan di sebuah partai, beberapa orang pengurus partai mengundang saya ke kantornya. Mereka menyampaikan kepada saya bahwa untuk mendapatkan rekomendasi/surat tugas saya harus menyerahkan deposit sebesar Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Kata mereka, deposit sebesar Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) akan dikembalikan bila saya kalah dalam pemilihan. Tapi, partai akan memotong biaya operasional yang sudah dikeluarkan partai. Mereka tidak menyebutkan berapa besaran biaya operasional tersebut.
Saya tidak memenuhi tawaran pembayaran deposit tersebut.
Pengurus salah satu partai juga menyampaikan “aturan internal” mereka terkait survey oleh lembaga survey yang mereka tentukan. Kata mereka, biaya survey akan dibebankan kepada para bakal calon secara tanggung renteng. Misalnya, biaya survey Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), karena jumlah kami yang mendaftar 11 orang, maka para bakal calon akan dibebani 1/11 (satu per-sebelas) dari Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah).
Di samping itu, selain dari biaya survey, mereka juga menyampaikan kepada saya bahwa untuk mendapatkan SK atau surat tugas dari partai, saya harus menyediakan paling sedikit Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah). Jumlah itu bisa bertambah sesuai keputusan DPP partainya.
Saya tidak membayar biaya survey karena survey tidak pernah dilakukan dan Partai tersebut tidak pernah menyampaikan informasi terkait survey kepada saya. Saya juga tidak menyerahkan uang sebesar Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) atau lebih seperti yang disampaikan sebelumnya.
3. Keputusan Partai Politik yang Tidak Transparan
Seperti yang sampaikan di atas, saya mendaftar di 6 partai politik yang 1 diantaranya (Partai Demokrat) tidak saya lanjutkan prosesnya. Sampai sekarang, saya belum menerima satupun pemberitahuan dari ke 5 partai politik tersebut sampai di mana proses yang mereka sedang jalankan.
Di media sosial dan media massa (baik cetak maupun elektronik) saya membaca dan mendengar kursi Partai Gerindra diberikan kepada Hendri Septa dan Hidayat. Atas keputusan Partai Gerindra tersebut, saya tidak diberitahu apa alasan Partai Gerindra memberikan rekomendasi dan/atau memberikan surat tugas kepada Hendri Septa dan Hidayat.
Selain Partai Gerindra, 4 partai lainnya juga tidak/belum memberikan pemberitahuan tentang keputusan mereka atas berkenaan dengan proses rekrutmen bakal calon Walikota Padang yang sudah mereka jalankan.
Di luaran saya mendengar bisik-bisik bahwa beberapa partai yang saya ikut mendaftar sudah memberikan dukungan kepada bakal calon tanpa juga memberi tahu kepada saya sebagai salah seorang pendaftar.
4. Kehilangan Harapan
Keputusan saya ikut dalam kontestasi pemilihan Walikota Padang adalah untuk ikut melakukan perubahan. Perubahan tentu harus dimulai secara baik dan benar. Yang saya maksud dengan “baik dan benar” adalah memulai proses politik tanpa melakukan “Politik Uang atau Money Politik”. Saya membedakan “Politik Uang” dengan “Uang Politik”. “Politik Uang” tidak bisa ditolerir, sementara “Uang Politik” adalah konsekuensi dari kontestasi politik yang tidak bisa dihindarkan dan itu “halal” secara politik.
“Politik Uang” bisa terjadi di dua level: level partai politik dan level masyarakat. Permintaan mahar, deposit dan sejenisnya oleh partai politik adalah bentuk “Politik Uang” di level partai politik. Sementara di level masyarakat, “Politik Uang” terjadi ketika bakal calon kepala daerah membagi-bagikan uang kepada masyarakat untuk memilihnya. Kedua hal inilah yang kita hindari.
Berangkat dari pengalaman yang saya alami sejak bulan April 2024 berproses di partai politik, terus terang saya agak kehilangan harapan melakukan perubahan bersama beberapa partai politik. Bagaimana kita melakukan perubahan jika sedari awal saja kita sudah melakukan sesuatu yang tidak benar.
Untuk itu, saat ini izinkan saya berjuang bersama rakyat melalui jalur independen dalam konstestasi Pilkada Kota Padang.
Mudah-mudahan keinginan kita semua memperbaiki negara (baca juga daerah) tanpa “Politik Uang” dimudahkan Allah SWT.
*Disampaikan pada Press Conference di Padang, 24 Juli 2024.