Selamat Jalan “Darman Moenir”
Semangatnews, Padang – Darman Moenir, Tokoh Sastrawan dan Seni Itu Kini Telah Tiada.
Tahun 1968, dari kaki Gunung Merapi di Tanah Datar, saya membumi di Kota Padang. Setamat SMP Negeri Simabua yang berlokasi di Sawah Tangah, ayah saya menganjurkan saya melanjutkan pendidikan ke SSRI (Sekolah Seni Rupa Indonesia) Negeri Padang. Tidak saya ketahui secara pasti apa alasan orang-tua menyekolahkan saya di sekolah ini.
Mungkin saya dianggap berbakat menggambar. Saya setuju ke Padang dengan alasan, bahwa dengan demikian saya bersekolah di kota.
Ke lantai atas sebuah bangunan tua yang berlatar arsitektur peninggalan Belanda, ke sanalah saya diantar ayah untuk kos. Bangunan itu sesungguhnya merupakan deretan toko “bersejarah” di Pasa Mudiak, dan lantai atas berpenghuni.
Berjejer di sana ada Pasa Batipuah, Pasa Ilia, Pasa Gadang. Pada zaman ini bangunan-bangunan itu mungkin disebut ruko, rumah toko. Lantai bawah adalah pelbagai toko, sebagian besar dijadikan gudang rempah-rempah : kasiavera, cengkeh, kopi, gambir atau berpeti-peti rokok dan minuman beralkohol, ujar Darman Moenir menuturkan pengalamannya dihadapan alumni SSRI/SMSR/SMKN 4 Padang se-Indonesia saat menghadiri persiapan Hari Ulang Tahun Emas hampir 5 tahun di SMKN 4 Cangkeh, Lubuk Begalung, Padang.
Darman Moenir, kelahiran Sawah Tangah, Batusangkar, Sumatera Barat, 27 Juli 1952, mengenyam pendidikan SLTA di SSRI Negeri Padang. Bang Darman demikian kami adik-adik kelas beliau memanggilnya merupakan siswa angkatan ketiga dengan kawan-kawan seangkatan di jurusan seni lukis, antara lain : Drs. H. Risman Marah, M.Sn, Joserizal (alm), Armansjah Nizar (Mangkutak Raun Sabalik versi karikatur Surat khabar Harian Haluan Padang dulu), Darvies Rasjidin, Hikmah Amin, Edy Sjarwan, Misrawati (alm), Murniati, Reni Frizia, Army Yusuf, Nurhajati, Ruwaida, Sjafnir, Kartini Azis, Mastur, Mahzirwin dan Zaini.
Di bawah angkatan saya terdapat nama-nama nama H. Masri Marjan, S.H. mantan Ketua Umum Alumni SSRI/SMSR Negeri Padang (1994-1999), Anggota DPRD Prov Sumbar dan Ketua PWI Sumatera Barat (alm), Nazar Ismail, S.Sn., Drs. Harun Al Rasjid (alm.), Drs. H. Sjamsiri, Drs. Kasman K.S. (alm.), Drs. Syaiful Adnan, Rosnelly, B.A., Drs. Erfahmi, M.Sn dan banyak lagi yang tidak saya ingat satu persatu namanya, ujar Darman Moenir mengenang masa lalunya saat bersekolah di SSRI Negeri Padang.
Meski awalnya Darman Moenir memilih jurusan seni lukis di SSRI Negeri Padang tetapi di sela-sela kegiatan belajar ia banyak menghabiskan waktu menulis sajak, cerpen dan novel.
Sementara untuk studi melukis ia dibimbing sejumlah gurunya yang nota bene lulusan ASRI (sekarang ISI Yogyakarta) seperti HB. DT. Tumbijo, Amir Syarif, A. Gani Lubis, Hasnul Kabri, Abu Jazid, Makmur Rasjad, Hasniah, Faisal Adnani, Sya’ban. Dua dari guru-gurunya ini yakni A. Gani Lubis dan Hasnul Kabri pernah menjadi kepala sekolah pertama dan kedua SSRI Negeri Padang.
Saya merasakan lakek tangan kedua kepsek ini sangat mempengaruhi seni rupa Sumatera Barat hingga sekarang.
“Dari semula dalam bentuk sanggar “Kinantan” kemudian menjadi lambang SSRI Padang sampai sekarang,” ujar Darman Moenir.
Ia pun sedikit dari sastrawan asal Sumatera Barat yang ada dan sepanjang hidupnya menghabiskan waktu untuk dunia sastra. Sesekali mengulas kegiatan pameran seni rupa, kadang mewawancarai sejumlah pelukis di sejumlah media massa nasional.
Mulai menulis di usia 18 tahun, memimpin grup Studi sastra Kerikil Tajam (1973), pernah mengasuh Grup Bumi bersama Wisran Hadi (1976). Karya-karyanya pernah di muat di majalah Horison, Kalam, Panji Masyarakat, Pertiwi, Kartini, Tabloid Nova, Harian Indonesia Raya )tidak terbit lagi), Kompas, Pelita, Sinar Harapan (tidak terbit lagi), Media Indonesia, Sinar Harapan, Republika, Jurnal Nasional, Harian Analisa Medan, Berita Mingguan Singapura,
Haluan, Singgalang hingga harian Padang Ekspres. Kemudian sejumlah sajak-sajaknya masuk dalam tonggak 4 Antologi Puisi Indonesia Moderen.
Salah satu novelnya “Bako” memenangkan Hadiah Utama sayembara mengarang roman Dewan Kesenian Jakarta (1980). Untuk pertama kalinya diterbitkan Balai Pustaka 1983 kemudian berturut-turut dicetak sampai tahun 1983. Karyanya yang lain juga diterbitkan Balai Pustaka, Dendang (1989, 1993). Aku dan Keluargaku-Tetanggaku meraih hadiah kedua sayembara novel Majalah Kartini 1986. Novel Gumam, (1984), Riak (1977), Riri dan Sena (2003).
Banyak kegiatan diluar menulis diikuti Darman Moenir, yakni terpilih menghadiri konferensi pengarang AQsia di Filipina (1982), Konferensi Pengarang Asia, Pen Club, Filipina 1982), Pertemua Dunia Melayu 1983, Pemrakarsa pertemuan penyair ASEAN di Bali (1983), peserta Second Cenference on Malay Word Colombia, Sri langka 1985 serta sederetan kegiatan nasional maupun internasional lain yang tidak menariknya.
Pada HUT emas (50 th) SSRI/SMSR/SMKN 4 Padang hampir 5 tahun silam, kepada sejumlah alumni dan salah seorang Yuniornya, Muharyadi, Daman Moenir bersama teman satu angkatannya Risman Maran usai audensi dengan Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno, menitipkan sejumlah novel “Bako” untuk dilelang pada teman-teman alumni dari berbagai daerah yang berdatangan saat itu. Semua hasil penjualan diserahkan untuk keperluan HUT emas (50 th) SSRI/SMSR/SMKN 4 Padang.
Kini semua pengalaman, prestasi, suka dan duka hidup, tawa dan canda sesama besar, adik-adik, sabahat, para kolega, sanak saudara, dunsanak, anak, menantu dan cucu dan lainnya serta segudang pengalaman lainnya, hanya menjadi saksi bisu dari seorang tokoh sastrawan dan seni Darman Moenir. Ia meningggalkan kita untuk selama-lamanya di usianya ke 67, Selasa 30 Juli 2019 di RSUP M. Jamil. Innalillahi Wainna illahi Rojiun. (FR).