Sekolah Swasta Minta Jadi Varian Pertimbangan Kebijakan Pemerintah
Semangatnews, Padang – Penerimaan peserta didik baru (PPDB) dengan sistem zonasi, sebenarnya tidak berdampak luas pada sekolah swasta jika dilaksanakan sepenuhnya. Malah menguntungkan karena zonasi tidak mengikat sekolah swasta.
Hanya saja, implementasi zonasi diperluas yang diterapkan Dinas Pendidikan Sumbar untuk PPDB SMA/SMK dirasakan dampaknya. Sementara di SMP ada kebijakan menambah rombel dan jumlah siswa per rombel menyedot jumlah siswa swasta.
Lalu SD yang dibatasi penerimaan secara online oleh Dapodik, dimana pihak swasta tidak bisa mendaftarkan anak yang berumur kurang dari 6,5 tahun. Kecuali orang tua punya surat keterangan dari psikolog bahwa anaknya mampu mengikuti pembelajaran di sekolah.
“Banyak hal menarik dari kunjungan ke Yayasan Syarikat Oesaha Adabiah. Kita mendengar pula bagaimana swasta melaksanakan PPDB dan bagaimana mereka menyikapi kebijakan sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru,” ujar Anggota Komite III DPD RI H. Leonardy Harmainy Dt. Bandaro Basa, S.IP., MH usai kunjungannya ke sekolah yang sebentar lagi berumur 104 tahun itu, Rabu (25/7/2019)
Dari pertemuan itulah Leonardy menyimpulkan zonasi harusnya mendatangkan berkah bagi sekolah-sekolah Adabiah. Adabiah bisa menerima peserta didik lebih banyak lagi karena sekolah swasta tak terikat zonasi. Lebih-lebih lagi jika zonasi tersebut dilaksanakan sepenuhnya.
“Hanya saja saat ini Kadis Pendidikan Sumbar waktu kita berkunjung ke sana Senin lalu menyatakan zonasi belum bisa dilakukan sepenuhnya karena ketersediaan dan daya tampung sekolah belum merata di semua daerah. Tapi kebijakan ini bakal dievaluasi dan perlahan-lahan diarahkan ke zonasi sesuai Permendikbud,” ungkap Leonardy.
Padang seperti itu juga, kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Padang waktu Leonardy berkunjung ke sana Selasa lalu. Masih mempertimbangkan jalur prestasi, tahfiz, dan kondisi ekonomi orang tua siswa selain nilai UASBN dan tempat tinggal.
Belum lagi informasi soal mutu swasta yang dituntut sesuai aturan sementara disisi lain mereka diperlakukan diskriminatif. Guru-guru sekolah swasta hanya dapat pelatihan jika kuota belum terpenuhi atau guru sekolah negeri tidak banyak yang ikut.
“Saya menilai pemerintah diskriminatif lantaran memakai beberapa standar dalam PPDB. Standar kualitas pun ganda,” ungkap Bagian Kepegawaian YSO Adabiah, Hendra Dupa
Diketahui pula dari keterangan Kepala SMP Adabiah Drs. Prana Jaya bahwa Tsanawiyah menggenjot penerimaan siswa baru mereka. Sehingga lulusan SD yang sebanyak 14.000 orang hanya 2.000 yang masuk ke SMP swasta. Sementara hanya sekitar 8.000 siswa yang diserap sekolah negeri.
“Ada sekolah swasta yang tidak dapat murid. Kalau pun dapat kadang tak sampai sepuluh orang. Lama-lama sekolah bisa tutup. Jangan sampai sekolah swasta yang punya nilai historis terpaksa ditutup. Lama-lama Adabiah bisa bernasib sama pula,” ujar Prana
sembari membeberkan pengurangan jumlah siswa beberapa sekolah swasta.
Kepala SD Adabiah, Depi Barnas S.PdI, mengharapkan agar Leonardy selama masih berkesempatan menjadi anggota DPD RI dapat memperjuangkan peninjauan kembali terhadap Permendikbud No. 14 Tahun 2018. Dimana dalam aturan itu anak SD tidak harus dites kemampuan baca tulis dan berhitungnya (calistung). Pembatasan umur minimal 6,5 tahun membuat sekolah swasta kekurangan murid.
Aplikasi di Dapodik langsung merah sebagai tanda anak tidak bisa didaftarkan kecuali mengantongi surat dari psikolog. Biaya untuk mendapatkannya Rp 600.000 sehingga memberatkan bagi orang tua murid. “Tolong tinjau ulang lagi Permendikbud ini,” harapnya.
Drs. Sulthani Wirman, Wakil Ketua Bidang Kurikulum memberikan harapan sekaligus penegasan agar pemerintah mengendorse sekolah swasta. Pemerintah dalam mengambil kebijakan hendaknya menjadikan sekolah swasta sebagai varian. “Sepanjang tidak dijadikan varian, maka swasta akan terus ketinggalan dari segi mutu serta sarana dan prasarana. Jika dibiarkan, beban itu kembali ke pemerintah juga,” tegasnya.
Patut dipikirkan pemerintah, kata Sulthani, dulu di kementerian pendidikan ada unit setingkat dirjen di pusat atau subdin di daerah yang mengurus sekolah-sekolah swasta. Kini tak ada lagi. Kualitas ruang ajar saja banyak yang belum terpenuhi oleh sekolah swasta. Apalagi sarana penunjang mutu pendidikan. “Tolong setarakan kualitas guru, ikutkan guru swasta dalam pelatihan dan kegiatan peningkatan mutu lainnya. Jangan hanya dibawa serta jika peserta kurang,” ujarnya tegas.
Kepada Leonardy, Sulthani serta pengurus yayasan lainnya seperti Ketua Yayasan Drs. Azmal Zen, Sekretaris Rustam, Zainal Ibrahim dan Bakhtar Bahar dan Welia Roza berharap dukungan dan perhatian pemerintah lebih ditingkatkan terhadap Adabiah yang didirikan Abdullah Ahmad 104 tahun yang lalu sebagai lembaga pendidikan yang terjangkau oleh anak-anak Bumiputera, sekaligus tandingan bagi sekolah Hindia Belanda yang cenderung ke pelajaran sains. (*)