Sejarah Perkembangan Etnik Minangkabu(12)

by -

Oleh Khairil Anwar

Pada tanggal 6 Agustus 1831 M, Bukit Marapalam dapat direbut Belanda. Tahun 1832 M, Istano Rajo Adat di Buo diduduki Belanda, Rajo Adat Buo pindah ke Simalanggang untuk menahan pasukan Belanda menuju Payakumbuh Utara. Pada tanggal 17 Juli 1833 M, Belanda mengepung Kamang, pada tanggal tersebut di Simalanggang terjadi pertempuran sengit melawan pasukan Belanda, dibawah pimpinan Rajo Adat, kemudian Rajo Adat kalah, beliau menyingkir ke Lubuak Jantan Pangkalan. Pada bulan September 1833 M, Belanda mengirim utusan untuk membujuk Tuanku Buo agar Tuanku Buo mau bergabung dengan Belanda, Tuanku Buo akan dibuatkan Istana Silinduang Bulan, Istana Basa dan sebuah Istana di Padang, akan digaji 3000 Gulden sebulan, dan dibiayai bersama rombongan ke Mekah. Pada akhir tahun 1833 M, Rajo Adat dan H. Ismail pemuka Lubuak Jantan Pangkalan menduduki Buo dan Lintau, kemudian mengundurkan diri dan kembali ke Pangkalan.

Pada tahun 1834 M, Lubuak Jantan diduduki Belanda, beliau Rajo Adat mengungsi ke Sijunjung.

Rajo Adat di Buo beristri “Puti Reno Aluih”, satu-satunya kemenakan dibawah daguak Muningsyah III, Sulthan Minangkabau terakhir yang mengungsi ke Lubuak Jambi dan meninggal disana.

Rajo Adat Buo dan Puti Reno Aluih mempunyai anak satu-satunya perempuan bernama “Puti Reno Sumpu”. Puti Reno Aluih dan anaknya Puti Reno Sumpu adalah keturunan kerajaan yang menghuni Istana Silinduang Bulan sampai sekarang.

Hubungan kekeluargaan

Hubungan kekeluargaan itu ada empat yaitu ;

1). Ashab Annasabiyah, yaitu hubungan kekeluargaan karena ada hubungan darah seperti: bapak, ibu, anak, kakek, nenek, cucu perempuan atau laki-laki, saudara bapak, dan saudara ibu. Hubungan darah itu dapat berupa hubungan matrilineal atau patrilineal.

2). Ashab Annababiyah Annikahiyah, yaitu hubungan kekeluargaan disebabkan adanya perkawinan. Maka terdapatlah hubungan mertua, menantu, ipar, besan dan sebagainya. Si lelaki tidak boleh lagi mengawini saudara perempuan istrinya, mertua perempuannya. Jika si istri meninggal, si suami boleh menikahi saudara jandanya yang meninggal itu.

3). Ashab Al Imaniyah, yaitu hubungan kekeluargaan karena iman.

4). Ashab Al Adabiyah, yaitu hubungan kekeluargaan karena ada hubungan perbuatan kebaikan (jasa-jasa bantuan moril), dan karena kebaikan dalam ekonomi (sering pinjam-meminjam), hubungan seperti ini di Minangkabau disebut dengan “batali budi”.

Banyak para ulama Islam yang berpendapat, bahwa hubungan bernegara adalah hubungan satu kepercayaan yang terkait dengan hubungan nasab kepada bapak (patrilineal). Hubungan patrilineal ini adalah hubungan nasab bangsa Arab tua. Hubungan kekeluargaan matrilineal di Minangkabau dianggap bertentangan dengan agama Islam.

Orang Minangkabau menganggap bahwa hubungan metrilineal tidak bertentangan dengan Islam dan Alqur’an, karena Alqur’an menasabkan Isa kepada ibunya Maryam.

Bani Fathimiyah dinasabkan kepada Fatimah binti Muhammad, artinya Bani Fathimiyah adalah matrilineal, dan berarti Islam tidak bertentangan dengan matrilineal.

Hubungan matrilineal di Minangkabau adalah hasil kesepakatan nenek moyang yang diwariskan kepada anak cucu, kesepakatan ini juga dihormati oleh agama Islam.

Imam Zaid bin Ali Zainal Abidin mengakui Abubakar, Umar, Utsman sebagai Imam (kepala negara Islam), namun mereka itu bukan dari Bani Hashim. Artinya Syiah Zaidiyah menganut aliran hubungan kekeluargaan yang mirip dengan Minangkabau. Hal tersebut adalah salah satu pertanda bahwa orang Minangkabau menganut agama Islam yang berasal dari Syiah Zaidiyah. (Habis).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.