SEMANGATNEWS.COM – PT.Bukalapak.com, TBK dengan kode saham BUKA membuka perdagangan perdananya hari ini 06 agustus 2021 langsung terkena ARA (Auto Reject Atas) dengan kenaikan hingga 25% di harga Rp. 1060.
Bagaimana Propsek saham Bukalapak ini kedepannya? berikut prediksi saham BUKA yang dilihat dari Prospektus IPO nya.
Seperti yang diulas oleh Teguh Hidayat dalam laman webside pribadinya www.teguhhidayat.com, tentang “Cara Membaca Prospektus (IPO Bukalapak)” pada tanggal 20 Juli 2021 disebutkan.
Pada halaman sampul prospektus BUKA, tertulis perusahaan menerbitkan 25.7 milyar lembar saham baru, yang setara 25% jumlah saham beredar, pada harga Rp750 – 850 per saham.
Sehingga dengan asumsi bahwa harga IPO-nya adalah Rp850, maka BUKA akan meraup dana Rp21.9 trilyun (ini adalah ‘nilai IPO’).
Karena Rp21.9 trilyun tersebut adalah untuk 25% saham perusahaan, maka valuasi BUKA secara keseluruhan adalah 21.9 / 25% = Rp87.6 trilyun (ini adalah valuasi/market cap perusahaan).
Kemudian khusus untuk BUKA, maka selain 25.7 milyar lembar saham yang diterbitkan dan dijual ke investor publik, perusahaan juga akan menerbitkan maksimal 5.1 milyar lembar saham melalui program MESOP (management and employee stock option program).
Sehingga pada akhirnya jumlah saham beredar BUKA adalah 108.1 milyar lembar. Jumlah saham beredar ini penting untuk diperhatikan, karena semakin besar jumlahnya maka akan semakin ‘berat’ sahamnya untuk bergerak naik dan turun.
Biasanya jumlah saham beredar suatu emiten di BEI hanya di kisaran 2 – 5 milyar lembar, atau sebanyak-banyaknya 20 milyar lembar.
Sedangkan kalau kita ambil contoh emiten-emiten lainnya di BEI yang jumlah saham beredarnya mendekati atau lebih dari 100 milyar lembar, seperti Smartfren Telecom (FREN), Hanson International (MYRX), dan Telkom (TLKM), maka sahamnya cenderung gak kemana-mana termasuk dalam jangka panjang (karena ‘berat’ untuk bergerak itu tadi, kecuali jika bandarnya sendiri yang menggerakkan), bahkan meskipun fundamentalnya bagus (secara fundamental, TLKM jelas sangat bagus dibanding FREN atau MYRX).
Dalam prospektus IPO bagian yang penting untuk dibaca adalah:
1. Rencana penggunaan dana hasil IPO,
2. Ikhtisar data keuangan penting,
3. Kegiatan dan prospek usaha
4. Tinjauan industri.
Kesimpulan
Untuk bagian-bagian lainnya hanya perlu anda baca jika keempat bagian itu sudah anda baca, dan kesimpulannya adalah anda yakin bahwa BUKA ini memang bagus (tapi jika kesimpulannya adalah bahwa BUKA ini jelek, maka tidak usah dilanjutkan).
Rencana penggunaan dana, halaman 10. Unfortunately, tadinya penulis berpikir bahwa informasinya akan cukup rinci karena uang hasil IPO BUKA ini tidak main-main, mencapai Rp21.9 trilyun! Dan memang itu akan menjadi nilai IPO terbesar dalam sejarah BEI.
Tapi disitu hanya disebutkan bahwa 66% atau Rp14.4 trilyun digunakan untuk modal kerja. Tapi ‘modal kerja’ itu rinciannya apa saja, sama sekali tidak ada info lebih lanjut.
Sisanya 34% alias Rp7.4 trilyun akan digunakan menambah modal di enam entitas anak, dimana oleh entitas anak tersebut dananya terutama akan digunakan untuk membayar utang usaha ke para vendor dan partner.
Sekarang bayangkan anda adalah investor besar, lalu ada perusahaan datang minta modal Rp21.9 trilyun, maka yang akan kita tanyakan pertama kali adalah, tentu saja, duitnya mau dipakai buat apa?
Dan jika si perusahaan ini menjawab bahwa sepertiganya untuk ini dan itu, sedangkan dua pertiganya lagi tidak jelas untuk apa, maka apakah kita akan memberikan uangnya?
Pada data keuangan, halaman 17, dimana BUKA menyajikan laporan keuangannya untuk periode tahun penuh 2018, 2019, 2020, dan Kuartal I 2021.
Yang kita lihat pertama kali adalah, tentu saja, laporan laba rugi, dan perusahaan sampai Kuartal I 2021 masih rugi Rp324 milyar, dengan akumulasi defisit (total kerugian yang diderita selama perusahaan beroperasi) mencapai Rp8.0 trilyun.
Namun karena para founder perusahaan sudah menyetor modal (dalam bentuk modal disetor dan tambahan modal disetor) total Rp9.5 trilyun (setara 77.3 milyar lembar saham, jadi nilai setorannya Rp123 per saham), maka jadilah ekuitas BUKA masih positif, tepatnya Rp1.7 trilyun pada 31 Maret 2021.
Meski laporan keuangannya sangat buruk, dan di faktor risiko (lihat lagi halaman sampul prospektus) juga jelas disebutkan bahwa perseroan mungkin tidak mencapai profitabilitas di masa depan, tapi sisi positifnya adalah pendapatan BUKA naik terus, dari hanya Rp291 milyar di tahun 2018, menjadi Rp1.7 trilyun di tahun 2021 (disetahunkan).
Jika perusahaan di masa mendatang bisa terus meningkatkan pendapatannya, sedangkan beban operasionalnya tetap atau bahkan turun, maka bisa saja dalam 2 – 3 tahun nanti, BUKA pada akhirnya akan membukukan laba bersih.
Sebenarnya selain bagian-bagian prospektus yang sudah dipaparkan diatas, maka investor juga harus membaca dua bagian yang juga penting, yakni: 1. Faktor risiko, halaman 48, dan 2. Perkara yang sedang dihadapi perseroan, halaman 177, dimana berbeda dengan bagian prospek usaha dll yang pada intinya ‘mengajak’ anda untuk membeli saham Bukalapak, maka dua poin diatas akan menjelaskan sisi negatif dan kemungkinan terburuk yang juga harus dipertimbangkan, sebelum anda memutuskan untuk ikut IPO-nya.
Namun, saya tidak tahu bagaimana dengan penilaian anda sendiri, tapi dari kesemua poin utama yang sudah dipaparkan diatas juga tidak membuat IPO BUKA ini menjadi cukup menarik, dimana:
Perusahaan sampai hari ini masih bakar duit, dan kemungkinan masih akan lanjut bakar duit dalam beberapa tahun mendatang.
Posisi perusahaan secara umum tidak cukup kuat dibanding para pesaingnya, jumlah saham yang diterbitkan terlalu banyak, duit hasil IPO-nya gak jelas buat apa.
Kemudian yang menjadi perhatian adalah perbandingan antara harga saham BUKA yang harus dibayar investor publik, dengan harga yang dibayar investor awal/founder perusahaan.
Seperti disebut diatas, para investor awal BUKA hanya menyetor modal senilai Rp123, namun investor publik harus membayar Rp850 per saham.
Jadi kalau kita adalah salah satu dari investor awal tersebut, maka tak lama setelah sahamnya listing, saya akan langsung jual saham BUKA pada harga 850 tersebut, atau sedikit dibawah itu juga gak apa-apa, dan akan langsung cuan sekian ratus persen, tak peduli meski perusahaannya masih rugi.
However para investor awal ini tentu menyadari bahwa jika mereka langsung ramai-ramai jualan tak lama setelah IPO-nya, maka harga sahamnya bakal langsung jeblok.
Untuk mencegah hal itu, maka pada prospektus halaman 8, disampaikan bahwa sejumlah investor awal BUKA telah sepakat untuk tidak menjual sahamnya (istilahnya lock-up) secara sukarela dalam waktu 8 bulan setelah saham BUKA diperdagangkan di BEI.
Tapi jika saham BUKA malah turun hingga dibawah harga IPO-nya, misal ke 500, maka ingat sekali lagi modalnya tadi cuma Rp123 per saham, jadi para investor awal ini tetap cuan besar.
Dari prospek perusahaan, maka satu-satunya poin yang cukup atraktif adalah fakta bahwa BUKA ini merupakan salah satu pemain terbesar di segmen e-warung (salah satu yang terbesar, tapi bukan yang terbesar), dan segmen ini punya prospek untuk tumbuh lebih besar lagi di masa depan, tapi pertanyaannya adalah apakah BUKA nantinya bisa bertahan dari gempuran para kompetitornya?
Dan sebenarnya kalau kita analisa lanjut ke perkara hukum yang sedang dihadapi perusahaan, maka pada tanggal 19 Maret 2021, perusahaan menerima gugatan dari PT Harmas Jalesveva senilai Rp90 milyar, setelah Bukalapak membatalkan secara sepihak perjanjian sewa ruang/lantai di Gedung Office Tower One Belpark.
Namun pihak Bukalapak mengklaim bahwa belum ada perjanjian apa-apa dengan pihak PT Harmas kecuali sebatas penandatanganan letter of intent.
Hingga ketika prospektusnya terbit pada tanggal 9 Juli 2021, kasusnya masih berjalan, namun karena nilai gugatannya relatif kecil maka penulis sendiri memperkirakan bahwa kasusnya tidak akan berdampak signifikan terhadap kelangsungan usaha Bukalapak itu sendiri.
Tapi intinya hal ini menunjukkan bagaimana kualitas GCG (good corporate governance) dari perusahaan, dimana perusahaan yang baik adalah yang tentunya tidak terlibat dalam perkara-perkara hukum seperti ini.
Begitulah pandangan tentang prospek ke depannya saham Bukalapak kalau dilihat dari sisi prosepektusnya, bagaimana masih tertarik atau tidak menginvestasikan uangnya di saham Bukalapak (BUKA) ini.
Download Prospektus Bukalapak berikut: