SEMANGATNEWS.COM – Pandemi Covid-19 merupakan wabah berdimensi multisektor (Bio Psiko Social Spiritual) yang menyebabkan ketakutan dan kegelisahan karena banjirnya informasi asimetris dan misleading (Infodemi).
Tentunya dalam menghadapi Pandemi Covid-19 membutuhkan pemikiran yang jernih.
Pada tahap awal pandemi telah terjadi fenomena yang disebut “badai nalar” yang menyebabkan manusia menjadi kebingungan dan kehilangan arah.
Namun tidak sedikit oknum yang memanfaatkan keadaan tersebut sehingga muncul sebuah fenomena panic buying.
Selain badai nalar, juga terjadi Infodemi karena proses penyebaran berita yang masif dan dahsyat.
Hal ini menyebabkan masyarakat menjadi kesulitan untuk berpikir jernih serta sulit memilih dan memilah
informasi yang ada.
Ditambah lagi dengan Media informasi juga marak memberikan berita yang kurang dapat dipertanggungjawabkan.
Lantas bagaimana dengan Peringatan Hari Kesehatan Mental Sedunia dimasa Pandemi ini?
Realitanya masih banyak masyarakat Indonesia yang masih awam tentang kesehatan jiwa dan mental.
World Health Organization (WHO) menyatakan, bahwa kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu.
Hal ini mencangkup kemampuan untuk mengelola stres, kehidupan yang wajar, produktif dan menghasilkan, serta berperan serta di lingkungan masyarakat.
Menurut WHO pandemi telah memengaruhi kesehatan mental banyak orang di semua kalangan umur dan pekerjaan.
Aktivitas seperti karantina, isolasi mandiri, dan menjaga jarak mempunyai efek terhadap kesehatan psikologis seseorang serta memunculkan reaksi seseorang terhadap pandemi itu sendiri.
Meningkatnya rasa kesepian dan berkurangan interaksi sosial dapat menjadi faktor risiko untuk gangguan mental seperti skizofrenia dan depresi major.
Adanya kecemasan mengenai kesehatan orang terdekat (terutama lansia serta orang yang menderita penyakit fisik) dan adanya ketidakpastian mengenai hal yang akan terjadi kedepan dapat meningkatkan ketakutan.
Apabila kecemasan terjadi secara terus menerus, hal ini dapat memperburuk kondisi kesehatan mental dan menimbulkan gangguan serius, seperti gangguan stress, dan gangguan terikat trauma.
Aspek lain yang dapat memicu gangguan adalah stigma dan diskriminasi terhadap orang yang terinfeksi serta tenaga kesehatan yang menjadi lini terdepan.