SEMANGAT SUMBAR – Aksi penolakan terhadap Surat Edaran (SE) Percepatan Tanam Padi yang dikeluarkan Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Irwan Prayitno masih bergulir. Penolakan kali ini datang dari puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Lingkar Mahasiswa Minangkabau Raya (Limamira) yang menggelar aksi di depan Kantor Gubernur Sumbar, Kamis (20/4/2017).
Menurut demonstran, SE Gubernur yang melibatkan TNI untuk turut menggarap sawah masyarakat merupakan upaya menghidupkan kembali dominasi militer terhadap sipil.
Koordinator Umum aksi, Fajar Aditya Amri mengatakan, jika disimpulkan, SE merupakan upaya paksa bagi petani untuk menggarap sawahnya 15 hari pasca panen. Jika hal itu tidak dilakukan dalam waktu 30 hari, penggelolaan sawah diambil alih oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pertanian Kecamatan bekerjasama dengan Koramil. Kendati SE telah direvisi, yakni kerjasama penggelolaan bisa dengan pihak ketiga lain, namun unsur TNI masih diberikan peluang.
“Ini mengebiri hak-hak petani atas tanah dan lahan mereka sendiri. SE ini merupakan restu Gubernur pada militer untuk merampas tanah-tanah milik petani,” tegasnya.
Fajar mengancam, jika SE tidak segera dicabut, mahasiswa akan kembali melakukan aksi dengan jumlah massa yang lebih besar karena petani yang seharusnya dilindungi justru ditindas perlahan-lahan.
Dalam kesempatan terpisah, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno minta pihak yang tidak menyetujui SE Gubernur tentang Dukungan Gerakan Percepatan Tanam Padi untuk melakukan somasi atau menempuh jalur hukum ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN).
“Karena ini kebijakan kepala daerah, silahkan gunakan jalur yang tersedia,” katanya di Padang, Kamis.
Menurutnya SE itu dasarnya adalah Upaya Khusus (Upsus) untuk capaian swasembada beras secara nasional. Upsus itu diperintahkan presiden kepada Kementerian Pertanian dan TNI dalam rangka ketahanan pangan nasional.
“Kerjasama pemerintah daerah dengan TNI ini bahkan telah dimulai zaman Presiden SBY dan mendapatkan dukungan dari petani,” ujarnya.
Ia mengatakan hingga saat ini tidak ada seorang petanipun di Sumbar yang telah dirugikan dengan program itu. Bantuan dari TNI yang diberikan secara gratis, malah menguntungkan petani.
“Di Kabupaten Limapuluh Kota, ada satu lokasi cetak sawah baru yang dilakukan oleh TNI di pinggang perbukitan. Lokasi itu memang ada aliran air yang bisa digunakan, tetapi jika masyarakat diminta untuk membuat sawah di sana, dipastikan tidak bisa karena butuh peralatan khusus. Alat itu dimiliki TNI,” katanya.
Akhirnya, TNI yang turun tangan. Setelah sawah baru selesai dibuat, diserahkan pada petani.
“Bantuan TNI ini sangat besar artinya untuk meningkatkan produksi padi di Sumbar. Jangan mereka disudutkan,” katanya.
Sebelumnya untuk mencapai swasembada pangan, Sumbar mengeluarkan Surat Edaran Gubernur Sumatera Barat Nomor 521.1/1984/Distanhorbun/2017 tentang Dukungan Gerakan Percepatan Tanam Padi. SE itu mengundang kontroversi karena dinilai tidak berpihak pada petani.