Penjelasan Ketua MUI Sumbar Terkait Maklumat Melarang Aktifitas Ibadah Berjamaah Di Mesjid
Semangatnews, Padang – Ketua MUI Provinsi Sumatera Barat H. Gusrizal Gazahar, Lc., M.Ag. menyebut rumit menjelaskan masalah zona merah Covid-19 dan non zona merah, karena saat ini semua MUI sudah terlongsong memakainya. Tidak ada istilah ini dalam kesehatan di Indonesia, istilah ini biasanya dipakai di luar negeri. Pernah dahulu dipakai saat mitigasi trsunami, seperti zona merah tepi pantai, Rabu 15/04.
“Untuk penyakit tidak ada istilah ini, MUI pusat terdorong memakai ini, katanya dari pakar, kita sudah bilang istilah ini tidak cocok dengan protap negara kita, yang ada dalam UU karantina kesehatan adalah wabah dan tidak wabah,” ungkapnya.
Gusrizal menyebut bila sudah ada PDP, itu artinya ada wabah, tidak ditunggu orang mati dahulu baru disebut wabah.
“Kita sudah menjadi daerah wabah karena sudah ada kondisi tanggap darurat, perkara wabah dan tidak wabah, dalam ijtihad cuma satu faktor. Bedakan kebijakan pemerintah dalam sikap ulama mengambil kebijakan hukum agama, kebijakan pemerintah adalah salah satu pertimbangan ulama membuat maklumat,” ujarnya.
Keputusan yang diambil oleh MUI Sumbar melarang digelarnya salat jumat dan salat berjamaah ada beberapa faktor yang diukur. Dijelaskan Gusrizal, ada hajam dari dhorat, atau besarnya kualitas mudharat yang akan menimpa dari sisi esensi.
“Seluruh pakar mengatakan Virus Corona berbahaya, dan tidak ada perbedaan pandangan terhadap ini,” ujarnya.
Kedua, ada pertimbangan kemampuan orang memikul mudhorat, contihnya memberi beban 80 kg, lalu diletakkan di orang umur 50 tahun akan berbeda saat dipikul oleh orang yang berumur 30 tahun.
“Ukuran sumbar mengantisipasi mudhoratnya Covid-19, melalui data akurat dan meyakinkan, kita di Sumbar tidak mampu mengantisipasi peningkatan wabah, naiknya sekarang malah secara signifikan,” katanya.
Sementara rumah sakit di Sumbar sudah ada 2 dan tidak siap dengan berbagai macam peralatannya, malah takutnya nanti tidak cukup melayani seluruh PDP dan pasien positif Covid-19. Labor yang bisa observasi Swabpun adalah labor Unand.
Kemudian keputusan itu melihat dari aspek kemungkinan penyebaran wabah, melihat jumlah absolut orang rantau yang akan pulang, bakal lebih dari 49.000 orang.
Berasal dari luar daerah yang sedang mengalami pendemi terjadinya wabah juga, dan ini lah yang meyakinkan di MUI kalau situasi kini berbahaya. MUI mengambil sikap mulai dari maklumat 2, 3, 4, dan 5.
“Bahaya Covid-19 jelas, orang yang terkena juga tidak kelihatan, secara wilayah kita sudah menjadi wilayah wabah. MUI menyetujui masing-masing daerah menetapkan sesuai kondisi aktualnya,” ujarnya.
Gusrizal mengatakan kalau tak ke mesjid bukan berarti tidak beribadah, kita saat ini sedang tidak baik-baik saja, ada bahaya yang mengancam dan harus kita hindari terlebih dahulu, jangan sampai gara-gara kita membawa mudhorat kepada orang lain.
“Aktifitas di rumah ibadah seperti salat berjamaah ditiadakan dahulu, sudah berbagai macam pertimbangan diperlakukan dan data akurat dihimpun, mesjid adalah tempat ibadah, bukan berarti di mesjid tidak bisa terjadi penularan virus, kita harus cerdas menyikapi ini, mohon dimaklumi oleh setiap warga muslim,” kata Gusrizal. (*)