Obyek Wanita Minang di Kanvas Evelyna Dianita

by -
Obyek Wanita Minang di Kanvas Evelyna Dianita
Evelyna Dianita

PARIAMAN, SEMANGATNEWS.COM – Jangankan di Sumatera Barat, di Tanah Air sendiri jumlah pelukis wanita yang tetap eksis berkarya, berpameran dan berkarya lagi secara berkelanjutan tanpa henti bisa dihitung dengan jari. Kalau pun ada akhirnya banyak yang tenggelam di tengah jalan karena berbagai persoalan yang melingkarinya.

Baca Juga: Khusnul Bahri, Guru dan Seniman Melahirkan Karya-karya Berbasis Kearifan Lokal

Tidak seperti apa yang di lalui Evelyna Dianita yang kesehariannya sejak lebih tiga dekade silam benar benar total untuk melukis. Sebagian diantaranya mengangkat persoalan budaya “Wanita Minangkabau” di tengah kemajuan dan perubahan zaman yang kian mengglobal.

Gadih Minang, 50 x 65 cm, 2022
Gadih Minang, 50 x 65 cm, 2022

Saat ditemui di kediamannya Komplek Perumahan “Palapa Saiyo” Jalan H. Anas Malik B 8/16, Pasar Usang, Kabupaten Pariaman, Sumatera Barat, Minggu sore (14/07/24) Evelyna Dianita yang akrab disapa Nita ini terpajang sejumlah lukisan yang mayoritas mengambil obyek sosok wanita di Minangkabau.

Bagi Nita kelahiran Bukittinggi, 13 Juli 1966 melukis mayoritas obyek wanita Minang melalui karakter kekuatan dan kelembutannya, adalah sebuah pilihan obyek utama di kanvasnya.

Bialah dendang nan manyampaikan, 65 x 65 cm, 2018
Bialah dendang nan manyampaikan, 65 x 65 cm, 2018

Hasilnya luar biasa, bukan hanya indah dan menarik, tetapi juga mampu menyuarakan persoalan wanita dilingkungannya tempat ia bermukim dan berkarya yang syarat makna dengan ikonik yang kini nyaris tenggelam karena arus perubahan dan perkembangan zaman

Hal ini bukan tanpa alasan, mengingat kedudukan wanita di Minangkabau sangat dihargai peranannya dalam suatu kaum salah satunya seperti bundo kanduang wanita yang dituakan di suatu kaum yang paham dengan peraturan, nilai-nilai adat dan budaya Minangkabau sebagaimana yang direfresentasikan kepermukaan kanvas oleh Nita.

Ma arak anak daro jo marapulai 100 x 120 cm, 2017
Ma arak anak daro jo marapulai 100 x 120 cm, 2017

Menurut Evelyna Dianita, ia sengaja menuturkan Wanita Minang berpakaian kebaya atau baju kurung di kanvasnya yang kini mulai langka di kenakan kalangan kaum gender di daerah kita, kecuali dalam kegiatan kegiatan tertentu pada kegiatan seremonial misalnya.

Ini sebuah kekhawatiran kita semua, padahal wanita di Minangkabau apalagi kaum Bundo kanduangnya memiliki peran penting dalam menentukan keputusan-keputusan atau peraturan-peraturan yang dibuat dalam suatu kaum.

Ini pulalah yang melatarbelakangi saya banyak mengangkat obyek wanita sekaligus dapat menjadi media pembelajaran bagi anak-anak muda di zaman sekarang dalam visual rupa bernilai estetis,” ujar Nita memberi ilustrasi.

Japuik Tabao, 60x70 cm, 2016
Japuik Tabao, 60×70 cm, 2016

Sapuan kuasnya yang lembut dan obyek-obyek wanita berbaju kebaya/bernaju kurung dengan beragam bakcround, ada rumah gadang, perkampungan dan lainnya lahir kepermukaan kanvas dan meluncur begitu saja di tangannya.

Sejumlah karya-karyanya lahir kepermukaan tidak terlepas dari hasil pengamatan serta interaksi dengan lingkungan atau alam sekitarnya yang berangkat dari pengalaman dirinya. Pengamatan terhadap realitas kondisi terhadap obyek-obyek perempuan di kanvasnya dianggap penting karena berkaitan dengan ide, keinginan dan lainnya.

Danau kembar Alahan Panjang, 80 x 120 cm, 2023
Danau kembar Alahan Panjang, 80 x 120 cm, 2023

Yang lahir kemudian kondisi “realitas” masa lalu dan kekinian yang ada dihadapan baik dalam masalah sosial dan masalah kekinian menjadi sesuatu yang menarik diwacanakannya kepermukaan. Baik yang berisikan paparan cerita, tentang cinta, tentang keindahan, curahan hati atau persoalan yang melingkari pencipta karya seni.

Baca Juga: Pematung “Urang Awak” Yusman Menjadi Warga Kehormatan Corps Polisi Militer TNI AD

Menyinggung budaya visual yang kuat seperti di Bali dan Yogyakarta, di Minangkabau lebih dikenal dengan tradisi sastra dan cara komunikasi yang lazim disebut petatah-petitih, peribahasa dan metafora yang umumnya mengandung pelajaran bagaimana seseorang berlaku di dunia dan alam semesta ini melalui bahasa kiasan.

Menyimak antara budaya sastra Minangkabau dengan alam Minangkabau dan tradisi yang ada di daerah ini, ternyata para perupa yang ada satu diantaratanya Nita tetap saja setia memvisualkan kemudian merefresentasikannya dalam bahasa visual rupa kepermukaan, seperti budaya musyawarah dan mufakat, gotong royong, tata cara dan sopan santun berbicara dan lainnya hingga berpakaian bagi kalangan kaum perempuannya yang menjadi tanda, sesuai budaya dan adat yang masih berlaku???

Diakui, Evelyna Dianita memang satu diantara sosok srikandi seni rupa Indonesia yang sejak ia eksis berkarya puluhan tahun silam tetap mampu merayakan mata penikmat bahkan mampu menghipnotis mata banyak orang dikarenakan keunikan tema, bentuk dan makna yang dimunculkan.

Menurut Nita, setiap karya-karya yang diciptakannya tidak serta merta hanya berorientasi pada nilai estetis semata, tetapi juga mengangkat, membawa, mengolah dan mencerminkan seperangkat nilai-nilai kebudayaan dan pandangannya sendiri terhadap nilai-nilai yang telah ada, maupun pergeseran nilai-nilai karena munculnya nilai-nilai baru yang telah mulai hidup dan berkembang, baik di masyarakat umum maupun masyarakat komunitas seni dengan segala kelebihan dan kekurangannya,” ujarnya. (muharyadi).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.