Menyikapi SK DK PWI Pusat;Bisul itu Akhirnya Pecah: Oleh M Dahlan Abubakar

by -

Menyikapi SK DK PWI Pusat;Bisul itu Akhirnya Pecah: Oleh M Dahlan Abubakar

Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat dalam surat yang dikirim kepada Ketua Umum PWI Pusat Atal S.Depari yang bernomor 44/SK/DK-PWI/X/2022 tertanggal 3 Oktober 2022 menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara/skorsing sebagai anggota selama 1 (satu) tahun kepada Zulkifli Gani Ottoh S.H.

Sanksi tersebut sebagaimana diatur dalam Peraturan Rumah Tangga Pasal 5 ayat 1 dan Kode Perilaku Wartawan Pasal 20 ayat 2 dan 4. Sanksi tersebut sekaligus dengan harapan memberikan pembelajaran dan efek jera kepada Zugito, sapaan Wakil Ketua Bidang Organisasi PWI Pusat tersebut, dan seluruh anggota PWI tidak terkecuali.

Sanksi yang dijatuhkan DK PWI Pusat itu diputuskan dalam rapat 30 September 2022 yang dihadiri 7 dari 9 anggota DK yang secara khusus mengagendakan membahas tindakan dan perilaku Zugito.

Bagi saya, sanksi ini sebenarnya bagaikan bisul yang tinggal menunggu saatnya pecah. Dewan Kehormatan PWI Pusat melalui surat keputusannya 5 Februari 2021 Nomor 25/SK-II/DK-PWI.2021 memberikan peringatan keras kepada Pengurus PWI Pusat, yakni Atal S.Depari (Ketua PWI Pusat) Mirza Zulhadi (Sekjen), dan Zulkifli Gani Ottoh (Ketua Bidang Organisasi) karena mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 164-PLP/PP-PWI /2020 tertanggal 11 Agustus 2020.

Pasalnya, pengurus harian PWI Pusat telah mendapat “hukuman” melanggar aturan PD/PRT PWI. Pelanggaran ini jika diibaratkan negara, sudah melanggar UUD dan sanksi sudah jelas. Dimakzulkan.

Biang “dosa” PWI Pusat hingga menggamit saya bersama teman-teman menggugatnya di Pengadilan Negeri Makassar adalah bahwa untuk memuluskan acara Konferensi Provinsi Sulawesi Selatan di masa pandemik Covid 19, PWI Pusat selaku unsur tertinggi dalam kepengurusan PWI di seluruh tanah air, telah membuat Surat Keputusan PWI Pusat nomor 164-PLP/PP-PWI/2020 tertanggal 11 Agustus 2020. Isi surat keputusan ini sangat bertentangan dengan bunyi pasal 33 ayat 2 dan 3 Peraturan Dasar/Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) PWI, sehingga dapat dikategorikan sebagai melanggar pasal 41 ayat 2 yang mengamanatkan “Setiap perubahan peraturan dasar dan peraturan rumah tangga (PD &PRT) yang telah disahkan oleh Kongres harus dibuat dalam akte notaris”.

Dengan demikian jelas bahwa PWI Pusat telah salah menerapkan aturan tentang tata cara melaksanakan konferensi provinsi Sulawesi Selatan di era situasi kondisi pandemi Covid 19, sehingga karenanya, semua produk yang lahir dari kegiatan yang dilaksanakan berdasarkan SK tersebut adalah juga “tidak sah” dan batal demi hukum. Termasuk pelantikan pengurus PWI Sulsel periode 2021-2026. Namun apa yang terjadi, alih-alih mengoreksi diri, Pengurus PWI Pusat malah datang melantik pengurus PWI Sulsel tersebut.

Saya menilai, segelintir oknum Pengurus PWI Pusat, terutama yang bertanda tangan dan mengeluarkan SK 164-PLP/PP-PWI/2020 tersebut telah gagal paham dan abai terhadap PD/PRT PWI yang merupakan produk kongres.

Di satu sisi, memperlihatkan ego kelompok dan kepentingan tanpa melihat legalitas keputusan yang dihasilkan.

Menyimak pelanggaran PD/PRT yang demikian serius itu, saya menjadi tidak habis pikir, begitu tipisnya daya kritis teman-teman di Pengurus PWI Pusat sampai-sampai dengan enteng saja melanggar PD/PRT yang menjadi “UUD”-nya PWI.
Apakah mereka berpikir tidak ada orang yang berpikir kritis dan menggunakan nalarnya di lingkungan PWI sendiri, sehingga dengan mudah mengabaikan legalitas organisasi tersebut?

PWI merupakan entitas yang menghimpun manusia-manusia penganalisis (man of analysis) dan komunitas intelektual. Adalah menjadi rancu ketika orang-orang PWI sendiri memperlihatkan kepada publik salah langkah dan tingkah serta melanggar aturan organisasinya sendiri.

Sementara dalam berbagai opini dan pemberitaan para wartawan aktif mengkritik dan menyoroti berbagai pihak jika melakukan kesalahan atau pelanggaran.

Ketika membuka Konfercab PWI Sulsel tahun lalu, Zugito sendiri mengakui dan saya masih menyimpan rekamannya, terjadi 4-5 kali pelanggaran yang dilakukan PWI Sulsel. Yang paling fatal adalah tidak adanya koordinasi dan komunikasi dengan PWI Sulsel yang memecat Pengurus Inti PWI Kabupaten Soppeng. Saya pernah menulis, apa kata dunia?

Kami di Sulsel sebenarnya menganggap secara de jure Ketua PWI Sulsel itu memang Agus Salim Alwi Hamu, tetapi secara de facto justru Zugito. Mengapa saya katakan demikian, ketika pembukaan Konfercab, Ketua PWI Cabang Sulsel tidak memberi sambutan apa-apa. Zugito yang mewakili Ketua Umum PWI Pusat justru berperan ganda memberi sambutan Ketua PWI Sulsel sekaligus membuka konfercab tersebut atas nama Ketua Umum PWI Pusat.

Oleh sebab itu, media-media di Sulsel menulis Zugito adalah Ketua PWI Pusat Bidang Organisasi, padahal yang benar adalah Ketua Bidang Organisasi PWI Pusat.

Begitu pun pada acara penutupan Konfercab setelah Agus dinyatakan terpilih secara aklamasi. Agus yang kebingungan kalimat apa yang hendak disampaikan “diselamatkan” oleh Zugito yang tiba-tiba saja mengambil alih pelantang dan berpidato. Kondisi ini menyebabkan dalam berbagai forum, membuat Agus tidak pede tampil di depan publik pada acara-acara resmi.

Selama kepemimpinan Zugito banyak catatan kelam PWI Sulsel. Mulai dari memidanakan wartawan atas nama Kadir Sijaya yang kemudian setelah kasasi, Kadir Sijaya dinyatakan tidak bersalah. Kadir yang sudah meringkuk berbulan-bulan di dalam tahanan masih memiliki nurani, tidak menuntut balik Zugito. Di antaranya atas saran kami yang termasuk anggota PWI Sulsel yang tidak disukai.

Tidak hanya sampai di situ, ketika Upa Labuhari menulis perihal Pengurus PWI Sulsel mengajukan proposal yang sangat wah ke Pemprov, juga dilaporkan ke Polda Sulsel oleh Pengurus PWI Sulsel periode 2021-2026. Pencemaran nama baik. Muncul pula Andi Tonra Mahie yang menyampaikan informasi kepada Pengurus PWI Pusat, juga dilaporkan ke polisi.

Apa yang terjadi di Sulsel merupakan “kelainan” dibandingkan seluruh PWI di Indonesia. Pernah ada teman yang memplesetkan Persatuan Wartawan Indonesia, di Sulawesi Selatan sudah berubah menjadi Perseteruan Wartawan Indonesia. Singkatanya PWI juga.

Lalu soal Gedung PWI Sulsel di Jl. Andi Pangerang Petta Rani, Makassar. “Barang” ini merupakan aset Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan hasil dari tukar guling dengan Balai Wartawan di Jl. Penghibur No.1 Makassar pada era kepemimpinan Gubernur Zainal Basrie Palaguna, pasca terpilihnya M.Alwi Hamu sebagai Ketua PWI Sulsel pada tahun 1993, menggantikan Rahman Arge (almarhum) yang saya dampingi sebagai Sekretaris pada periode 1988-1993.

Zugito mengatakan, uang yang dipakai membayar tukar guling itu adalah dana PWI. Mana ada dana PWI sebanyak itu kalau bukan uangnya Pemprov. Dari sinilah sungguh disayangkan, PWI Sulsel di bawah kepemimpinan Zugito pada tahun 2017 menggugat Pemprov Sulsel perihal kepemilikan gedung tersebut.

PWI Sulsel ngotot mempertahankan, gedung tersebut milik PWI Sulsel. Lucunya, di kemudian hari, PWI Sulsel meminta Pemerintah Provinsi Sulsel menghibahkan gedung itu. Ini saya kira cara berpikir yang tidak bernalar.

Lalu, selama kepemimpinan Zugito, Gedung PWI Sulsel yang merupakan aset pemerintah provinsi tersebut dibisniskan ke pihak ketiga tanpa meminta persetujuan pemilik aset (Pemprov Sulsel). Lantaran gedung itu merupakan aset, Pemprov mengetahui jika asetnya itu dibisniskan ke pihak ketiga. Lantas duitnya ke mana?

Akibatnya, ada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mengindikasikan penggunaan dana dari hasil memihakketigakan aset Pemrov Sulsel yang dilakukan oleh pihak PWI Sulsel. Lucunya, dalam sidang di Pengadilan Negeri Makassar, PWI Sulsel lolos dari jeratan hukum karena tidak ditemukan kerugian negara. Aneh, justru BPK menemukan pelanggaran dan ini sudah sampai ke telinga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ini ditandai ada papan bicara saat gedung tempat para wartawan melaksanakan kegiatan sudah puluhan tahun itu disegel dengan kawat berduri.

Ada yang mencoba suara sumbang mungkin ragu dengan tertulisnya nama KPK. Dia mengatakan, mungkin papan bicara itu hanya membawa-bawa nama KPK.
“Tidak mudah membawa-bawa nama KPK dalam suatu kasus penyelewengan keuangan. Dia bukan lembaga kaleng-kaleng,” saya membatin.

Saya pernah memberikan atensi khusus kepada Bang Atal S.Depari suatu hari di ruang kerjanya,. Pada tahun 2019 jika tidak salah, saya memenuhi undangan Sekretaris Dewan Kehormatan PWI Pusat Sasongko Tedjo karena dilapori oleh Pengurus PWI Sulsel bahwa saya telah mendirikan Yayasan Lembaga Pers Sulawesi Selatan bersama sejumlah wartawan senior yang dikucilkan Pengurus PWI Sulsel.

Kami yang tergabung dalam yayasan itu diancam akan dipecat sebagai anggota PWI. PWI Sulsel melayangkan surat ke PWI Pusat dan diteruskan ke Dewan Kehormatan.
“Bang, apakah Lembaga Pers Dr.Sutomo masih ada?,” kata saya yang pertama kali ketika Bang Sasongko Tedjo melontarkan pertanyaan kepada saya perihal yayasan tersebut.
“Ya, masih ada,” jawab Bang Sasongko.
“Ya, kami menyontek LPDS itulah, dalam bentuk yayasan dengan kegiatan melaksanakan berbagai pendidikan dan pelatihan wartawan.

Memang yayasan ini bisa menjadi pesaing bagi Pengurus PWI Sulsel yang tidak memiliki personel pemikir. Yayasan ini sudah berkali-kali melaksanakan kegiatan dan menghadirkan Gubernur Sulsel, sementara PWI Sulsel tidak mampu menghadirkan orang nomor satu Sulsel itu.

Usai bertemu Sasongko saya berniat kembali ke penginapan setelah menyambangi ruang kerja Mbak Tati. Rupanya, Marah Sakti Siregar atau Ibu Elly Sri Pujianti kalau tidak salah memberi tahu Atal S.Depari, Ketua PWI, kalau saya ada dan sedang bertemu di ruang kerja Mbak Tati. Atal segera memburu saya dan mengajak ke ruang kerjanya.

“Be carefully, Please, with this my friends,” bisik saya kepada Atal, teman se-kamar ketika meliput Asian Games IX New Delhi India 1982 itu.

Atal tidak menjawab apa-apa hingga muncul kasus oknum yang mengaku wartawan di Enrekang ditangkap polisi karena menulis berita yang menyerang bupati.  Zugito pun ikut berkomentar mengatasnamakan Ketua PWI Pusat.
“Saya tidak pernah berbicara seperti itu,” jawab Atal setelah saya chat melalui WA.
“Nah, tuh. Saya kan sudah ingatkan dulu,” balas saya. (*).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.