Menjaga Marwah Organisasi: Oleh Wina Armada Sukardi

by -

Yang Tercecer dari Kongres PWI  (4)

Menjaga Marwah Organisasi: Oleh Wina Armada Sukardi

Sebagi organisasi wartawan, PWI sudah selangkah lebih maju dibanding organisasi wartawan lainnya. PWI sudah memiliki KPW. Tak ada satupun organisasi wartawan Indonesia yang mempungai KPW selain PWI!
KPW mengatur agar wartawan menghormati nilai-nilai sosial dan norma-norma hukum yang ada di masyarakat.

PD-PRT lebih mengatur soal keorganisasi PWI. Sedangka KEJ ruang lingkupnya terbatas pada mekanisme dan terutama pada karya-karya jurnalistik. Jika ada perilaku wartawan yang menyimpang, belum diatur disana Nah KPW inilah yang mengadopsinya.

Misal ada wartawan melakukan pemerkosaan. Tak ada aturannya di PD-PRT, atau KEJ. Padahal jelas itu perbuatan yang sangat tercela. Disinilah KPW berperan. Tindakan seperti itu diatur dan dan dikenakan sanksi berdasarkan KPW.
KPW menjaga harkat dan martabat profesi wartawan, khususnya yang tergabung dalam PWI.

KPW merupakan perwujudan dalam menggiring dan mengawasi perilaku wartawan agar tetap menjaga harkat dan martabat profesi wartawan tersebut. Supaya para wartawan senantiasa ingat tak boleh melakukan tindakan-tindakan tercela.

Walaupun perilakunya mungkin tidak berhubungan langsung dengan profesi wartawan, namun tetap tak dapat dilepaskan diri pemangku profesinya. Seorang wartawan yang melakukan pembunuhan, mungkin berada di luar profesinya sebagai wartawan, tapi tetap menyebabkan profesi wartawan terusik, bahkan mungkin ternoda.

Oleh sebab itu perilaku semacam ini perlu diatur. KPW menampung soal-soal semacam ini.
Tentu perikaku wartawan juga terkait dengan tugas-tugas kewartawanannya. Misal sekarang kita melihat banyak wartawan yang suka mengintimidasi dan berlaku kasar kepada narasumber. Atau memakai alat-alat kerja yang mengganggu ketertiban umum. Disinilah perlunya adanya KPW.

Dengan kata lain, KPW memang penting, dan karenanya tidak dapat “dilenyapkan, ” apalagi jika alasannya traumatis terkena aturan-aturan KPW.
Sejak di kongres di Solo KPW sudah dibahas baik di sidang komisi maupun di pleno. Sebagai ketua komisi yang membahas KPW, saya sendiri yang melaporkan kepada pimpinan sidang di kongres Solo. Dan saya bersaksi KPW telah disahkan di kongres Solo. Sudah dketok. Hanya dengan catatan “diharmonisasikan lagi terutama bahasanya.

Itulah wujud demokrasi dalam tatanan wadah PWI. Itu pulalah sebab ketika sebagai tim pembahas PD-PRT, KEJ dan KPW wartawan kami “ngotot” tetap mempertahankan sistem cek and balance ini, meski tetap ada anggota tim yang bersikap sebaliknya.

Bersyukurnya filosofi semacam ini tidak diubah dalam kongres Bandung. Rupanya kali ini di Kongres Bandung, telah mempertahankan adanya KPW. Juga keseimbangan demokrasi dalam pilar-pilar organisasi. Hanya penyempurnaan-penyempurnaan redaksional saja perubahan. Selebihnya kongres tetap mempertahankan filosofi organisasi.

Terlepas dari keberhasilan proses hasil pemilihan ketua umum yang berlangsung demokrasi dan menegangkan, tak dapat dilupakan keberhasilan perjuangan mempertahankan pilar-pilar kukuh filosofi demokrasi di PWI. Upaya tersebut merupakan sebuah keberhasilan lain dari kongres.
Siapapun ketua umumnya, siapapun ketua DKnya, apalah artinya tanpa nilai-nilai demokrasi?***
_ Selesai-

*Wina Armada Sukardi*, _pakar hukum dan etika pers._

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.