Menakar Capres 2019

by -
Gatot - Jokowi

Oleh Zulnadi,SH

SUHU POLITIK  di negeri ini semakin memanas dan akan terus memuncak. Setidaknya itu terlihat pasca goalnya RUU pemilu 2019 yang sangat menguntungkan partai yang lagi berkuasa  atau koaliasi partai pendukung pemerintah.

Tatkala parlemen hendak mengetok palu persetujuan RUU, maka di Senayan sana arus terbelah dua. Arus yang menyetujui RUU itu disahkan adalah kelompok atau koalisi pemerintah dengan dukungan 6 partai. Yakni, PDIP,Golkar,Nasdem, Hanura,PPP,PKB.

Sedangkan yang menentang RUU dipelopori oleh partai Gerindra, Demokrat, PKS dan PAN.PAN meskipun masuk partai koalisi pemerintah, namun dalam pengesahan RUU Pemilu partai yang dilahirkan Amien Rais membelot. Alasannya sangat mendasar karena tidak mau melanggar konstitusi dan menciderai demokrasi yang sedang lagi dinikmati bangsa Indonesia.

Dua kubu yang terbelah di DPR RI itu kalau kita telisik lebih jauh adalah persoalan penetapan calon presiden pada pemilu 2019 mendatang. Menurut kubu pemerintah dalam hal mencalonkan presiden , partai tersebut harus mendapat 25 persen suara atau 20 persen duduk di legislatif. Sedangkan yang menentang adalah bahwa Pemilu 2019 antara legislatif dan presiden dilaksanakan serentak.Lalu bagaimana menetapkan presentase perolehan suara dan keterwakilan, sementara pemilu legislatif saja belum dilaksanakan. Menurut kubu pemerintah prosentase itu mengacu dan diambil dari hasil Pileg 2014.
Aduh, betapa akal bulus penguasa partai saat ingin mempertahankan tahta kekuasaan yabg tengah mereka nikmati.
Partai koalisi pemerintah dengan tegas dan terang2an untuk mengusung Jokowi kembali sebagai capres. Hitungan diatas kertas dan jika koalisi solid, maka dipastikan Jokowi kembali dicalonkan. Sampai detik ini belum tercium siapa pendampingi Jokowi. Kemungkinan dengan pasangan yang lama Jusuf Kalla tipis sekali peluangnya.
Kita abaikan dulu figur wakil, mari kita konsen dengan figur presiden. Untuk sementara posisi Jokowi aman dengan pendukung 6 partai. Tinggal 4 partai lagi yang akan menentukan capresnya.
Pertemuan dua pimpinan partai Gerindra dan Demokrat kamis tadi malam di rumah SBY di Cikeas, Bogor, memberikan sinyal kuat mereka ini akan berkoalisi. Prabowo dan SBY menghidupkan komunikasi politik dalam menghadang pilpres 2019.
Pertanyaannya, jika mereka permanen berkoalisi, lalu siapa capres mereka ?.Akan kah Prabowo yang telah pernah bertarung kalah dengan Jokowi, atau akan ada figur baru yang dapat menyaingi Jokowi.
Figur yang lagi digadang gadangkan untuk RI 1 ini, hanya berkisar pada 3 sampai 4 nama saja. Mereka adalah Panglima sekarang Gatot Nurmantio yang menurut pengamat politik sangat pandai mengambil hati ummat islam. Ini modal besar bagi siapa saja yang ingin berkuasa di negeri ini. Karena ummat islam itu penduduk mayoritas yang wajib diperhitungkan.
Selain Gatot, nama Prabowo masih dominan disebut sebut saing berat Jokowi , karena pecinta Prabowo tetap mengapung di berbagai media sosial.

Calon lain yang tengah diapungkan adalah Agus Harri Murti, anak sulung SBY yang telah diuji nyali politiknya di Pilkada DKI. Meskipun kalah, terlihat AHY cukup tegar dan tenang menghadapi kekalahan tersebut. Jatuh dan bangun untuk menghadapi perjuangan yang lebih besar. Mesin partai demokrat besutan SBY itu sepertinya ingin memberikan ruang dan peluang kepada HAY, yang untuk mengejar mimpi itu rela mengorbankan karier di jajaran prajurit TNI.Dia  mundur dari karier TNI dan merajut asa di dunia politik.Kini foto, spanduk, baligho tentang sosok Agus mulai bertaburan di pelosok nusantara. Setiap kader Demokrat sepertinya wajib membuat spanduk dengan adanya foto Agus.

Prediksi awal dengan spertemuan SBY- Prabowo sinyalnya adalah Prabowo-AHY atau AHY dengan figur lain berdasarkan persetujuan Prabowo. Atau kedua partai ini yakni Demokrat dan Gerindra tidak mengusung kader sendiri, melainkan memilih figur  yang pas dan dapat memenangkan di arena pilpres.

Calon yang juga sering disebut untuk Capres ini adalah Prof Mahfud MD. yang kridibilitasnya tidak diragukan lagi untuk memimpin negeri ini. Pengalamannya di berbagai kedudukan penting membuat dirinya semakin disegani baik kawan maupun lawan. Dasar agamanya yang amat kuat itu, membuat ummat islam jatuh cinta kepada Mahfud yang basis ormasnya adalah NU.

Persoalan dan satu kelemahan, Mahfud memang tidak punya partai atau duduk di pengurusan partai, kecuali hanya sebentar dengan PKB yang dibuat Gusdur. Hal inilah yang mengganjal Mahfud, karena tidak punya partai, sehingga tak bisa memaksakan diri, kecuali dapat pinangan partai lain. Peluang untuk itu tetap ada, karena politik itu akan terus bergulur dan mengalami perubahan, berdasarkan kepentingan. Itulah politik kepentingan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.