SEMANGAT JAKARTA – Hasil audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) pada kasus lahan rumah sakit Sumber Waras milik Pemda DKI Jakarta, tidak diyakini KPK. Kenapa KPK tidak mau langsung menyidiknya? Tentu ada sesuatu. Indonesian Audit Watch (IAW) prihatin mengamati hal tersebut, melalui relisnya, Jakarta Sabtu (27/5/2017).
Ditambah dengan kasus penerimaan uang dari aparatur sipil negara (ASN) Kemendagri kepada Auditor BPK RI, Wulung, saat memeriksa pengelolaan keuangan pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Dukcapil Kemendagri daitan kasus EKTP.
Lalu sampai pada kemarin, operasi tangkap tangan (OTT) langsung di dalam kantor BPK RI yang melibatkan ASN Kementerian Desa, bahkan Irjendnya, dalam kaitan laporan hasil pemeriksaan (LHP) wajar tanpa pengecualian (WTP). Ini makin menunjukkan bahwa integritas insitusi BPK sudah lama diragukan KPK. Maka KPK fokus terhadap BPK RI.
Sulit diterima akal sehat bahwa hasil dari sesuatu audit tidak melewati jenjang dalam struktur BPK RI. Sehingga tidak bisa dikatakan bahwa jika ada aliran dana ke Auditor atau OTT maka hanya oknum BPK semata yang bekerja. Sistem audit keuangan negara sudah baku. Secara tim dan berjenjang. Jadi tidak perlu ada perdebatan lagi.
Lihat LHP dengan tujuan tertentu (PDTT) atau publik mengenalnya dengan istilah investigatif audit, dalam pengadaan EKTP. BPK RI hanya, sekali lagi, hanya menemukan kerugian negara sebesar 24,9 miliar.
Padahal KPK yang tugas pokok dan fungsinya tidak menghitung kerugian negara, namun bisa dengan detail menemukan angka kerugian negara hampir 2,3 triliun. Jauh dan sangat kontras perbedaannya bukan?
Ini sangat memalukan BPK RI. Dimana moral pimpinan BPK, masa tidak malu?
Sekitar sepekanan lalu, BPK RI memberikan penilaian WTP terhadap laporan keuangan pemerintahan Joko Widodo. IAW sebenarnya sangat tersentak. Apa benar seperti itu?
Lalu, OTT kemarin semakin menguatkan keraguan terhadap integritas itu. Di kantornya sendiri KPK bisa melakukan OTT. Informasinya, butuh waktu bagi KPK untuk menghitung uang tersebut. Jika sedikit tentu tidak butuh banyak waktu bukan?
Apa bisa beberapa ASN BPK RI bertransaksi dengan bergerombol di dalam kantornya yang penuh sesak dengan kamera CCTV disetiap sudut tersebut?
Setiap pintu memiliki kode akses tertentu, tidak sembarang, harus berproses tertentu baru orang lain bisa masuk bertamu. Apa tidak ada yang tahu? Masa pimpinannya tidak tahu? Apa CCTV dan akses seluruh pintu nya dimatikan? Mengapa itu bisa terjadi?
Maka sekarang publik menjadi paham mengapa KPK seperti tidak acuh terhadap beberapa audit BPK RI, salah satunya dalam kaitan RS Sumber Waras. Wajar KPK tidak mau menjalankan rekomendasi atau kesimpulan didalam audit itu.
Jangan Kementerian sejatinya bermasalah namun dicuci dengan audit yang tidak kredibel sehingga menjadi seperti tidak bermasalah namun secara riel jadi mengganggu hak masyarakat, seperti contoh, untuk mendapatkan EKTP maupun dana desa yang dialami rakyat di seluruh Indonesia.
Sekarang, bagaimana sikap DPR RI, Presiden dan pemangku kepentingan lain melihat fakta parahnya integritas BPK? Dibiarkan saja atau hendak dibenahi?
Keuntungan jika dibiarkan bagi pemerintah adalah, jadi sangat bisa mempengaruhi BPK karena integritas tersebut yang tentunya membuat gamang pimpinan BPK. Intinya, WTP bisa saja didapat dengan mudah, namun sangat rentan. DPR RI sendiri tidak perlu capek bersidang untuk membedah-benahi BPK.
Kerugiannya, sehabis masa pemerintahan yang berkuasa, maka cenderung kuat struktur dibawahnya akan sangat bermasalah sebab proses pengauditan keuangan negara yang digunakan tidak kredibel. Pemerintahan berikutnya dan masyarakat akan dengan mudah mempersoalkannya. Dimata publik, DPR RI juga akan terlibat secara hukum dan politik serta moral.
Penyelenggara negara tinggal memilih diantara dua hal itu, atau ada pilihan lain menurut mereka. Silahkan saja, posisi IAW hanya sebatas memberi masukan semata.