Melindungi Organisasi dan Anggota: Oleh Win Armada Sukardi

by -

Yang Tercecer dari Kongres PWI(3)

Melindungi Organisasi dan Anggota: Oleh Win Armada Sukardi

Sesuai konstitusi PWI, DK dalam cabang “yudikatif” memiliki kewenangan menjatuhkan sanksi. Dan hanya DK saja yang memiliki kewenangan ini. Tiada satupun lembaga lain, baik di dalam internal organisasi, apalagi di luar organisasi. Kenapa begitu?

Ketentuan ini lahir bukan untuk membiarkan DK lahir menjadi “super bodi,” melainkan justru untuk menjaga ketertiban organisasi sekaligus melindungi organisasi.

Kewenangan menjatuhkan sanksi hanya ada pada DK, ke dalam menjadi jelas , hanya DK yang memiliki dan berhak menjatuhkan sanksi. Dengan begitu ada kepastian hukum, dan ketertiban: hanya DK yang boleh menjatuhkan sanksi. Hanya DK yang memiliki kewenangan yudisial. Di luar DK tidak punya otoritas lain yang boleh menjatuhkan sanksi.
Kejelasan ini membuat tak akan ada adu atau perebutan kewenangan dalam menjatuhkan sanksi. Tak ada multi tafsir. Hasilnya ada tertib dan efektifitas organisasi.

Keluar, ketentuan ini “mengunci” adanya kemungkinan pihak luar organisasi yang boleh menilai warga organisasi telah melanggar ketentuan-ketentuan di PWI. Ini melindungi organisasi dan anggota dari kemungkinan campur tangan pihak luar manapun. Melindungi PWI dari intervensi pihak luar mana pun untuk menilai, apalagi menjatuhkan sanksi kepada anggota organisasi.

Walhasil pihak manapun yang ingin mempergunakan cakarnya menghukum warga organisasi, sudah ditutup. Disinilah tujuan makna perlindungan dari adanya ketetapan DK satu-satunya yang berhak menjatuhkan sanksi
Tegasnya, ketentuan yang mengatur hanya DK yang berhak menilai dan menjatuhkan sanksi tak lain untuk melindungi organisasi dan warganya dari penilaian pihak manapun yang mungkin dapat menghilangkan independensi organisasi.

*Ruang Lingkup Sanksi*

Persoalan selanjutnya, siapakah subjek yang dapat terkena sanksi DK? PWI merupakn organisasi wartawan. Anggota dan pengurusnya haruslah wartawan. Mereka yang bukan lagi wartawan tidak dapat menjadi anggota dan pengurus PWI, kecuali ditempatkan sebagai “anggota kehormatan” sebagai simbol kehormatan saja, tetapi tak meniliki kewenangan apapun.

Berangkat dari sana, subjek yang dapat terkena wewenang DK adalah semua yang berprofesi wartawan yang tergabung dalam organisasi PWI. Dalam hal ini, tidak dibedakan antara pemangku profesi wartawan yang menjadi anggota dan pemangku profesi wartawan yang menjabat sebagai pengurus. Baik anggota maupun pengurus sama-sama profesinya wartawan. Jadi, tak ada pembedaan.

Lebih dari itu, tidak tanggung-tanggung, sanksi pun dapat dijatuhkan pula kepada ketua DK sendiri sekalipun.
Kalau ada pengaduan atau usulan untuk memeriksa ketua DK, maka DK sebagai lembaga harus patuh memeriksa ketua DK sendiri.
Dalam terjadi hal semacam ini, ketua DK tidak boleh ikut memeriksa kasusnya sendiri. Dengan kata lain, ketua DK yang diperiksa wajib non aktif dalam kasus yang dialaminya.

Seandainya dia tidak terbukti melakukan yang dilaporkan, dia bebas kembali sebagai ketua DK yang dapat menjalankan kewenangannya. Sebaliknya jika dia dijatuhkan sanksi, dia harus mengundurkan diri dari posisinya. Selain sudah tidak kridibel lagi, juga telah menghianati amanah kongres.

Hal yang sama dapat terjadi pada sekretaris DK. Juga terhadap ketua umum, sekjen dan ketua bidang. Pada semuanya.

Tentu dalam menjatuhkan keputusannya DK perlu sangat berhati-hati, terutama jika menyangkut para petinggi organisasi. Harus ada wisdom dalam mengambil keputusan dan mempertimbangkan kemungkinan “menggoncangkan” keajegan, stabilitas serta baik buruknya PWI ke depan.

_Bersambung….._

*Wina Armada Sukardi*, _pakar hukum dan etika pers._

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.