Oleh Indra Sakti Nauli,SH
Tiga perempuan smart ini menjadi finalis ajang kontes Puteri Indonesia mewakili Sumatera Barat di eranya. Kecerdasannya diuji dengan 34 perempuan lain mewakili provinsi masing-masing.
Saya menulis kata “mewakili” karena menyimak yang disebut pembawa acara di iven tahunan ini. Artinya memang kehadiran di pentas kontes kecantikan itu sebatas mewakili. Bukan utusan. Kalau utusan, ikut campur pemerintah daerah di dalamnya.
Saya percaya, 34 orang finalis Puteri Indonesia tidak sekadar cantik. Karena cantik adalah ukuran mata. Mereka adalah perempuan-perempuan cerdas.
Dengan kecerdasan yang dimiliki, mereka dinobatkan sebagai Puteri Indonesia.
Melani Putria dinobatkan menjadi Puteri Indonesia tahun 2002. Keberhasilan Melani dibangga-banggakan. Melani pun sering diundang tampil untuk acara-acara kebudayaan di Sumatera Barat. Fotonya pun menghiasi leaflet promo pariwisata di Sumbar.
Sebelas tahun kemudian, 2013, Whulandary Herman, mengikuti jejak Melanie. Menjadi Puteri Indonesia 2013. Whulandary pun digadang-gadangkan. Jati dirinya pun dicari, anak siapa dan kampungnya. Yang membanggakan lagi, Whulandary pun bisa menembus 11 besar ajang Miss Universe, Kontes Kecantikan Perempuan se Dunia. Sesuatu yang belum pernah ditembus oleh Indonesia sebelumnya.
Seperti halnya Melani, Whulandary pun sering diundang untuk memberi motivasi. Wajahnya menghiasi brosur-brosur pariwisata daerah. Meski dibalik itu dia tidak mendapatkan nilai materi. Sosok Whulandary pun sering jadi model oleh perancang busana dunia Ane Avantie. Tapi Whulandary bukannya tak pernah dibully. Modifikasi baju motif Minang yang dipakai ikut diprotes.
Sayang, di ajang kontes yang sama, Kamis malam, nama finalis asal Sumatera Barat Kalista, jadi sorotan. Bukan untuk yang baik, melainkan kegagalan Kalista di final 6 besar. Kegagalan karena gugup membaca Pancasila atas pertanyaan juri tamu Bambang Soesatyo yang juga Ketua MPR RI.
Kegugupan itu disaksikan langsung oleh pemirsa SCTV yang menayangkan acara secara live.
Hanya dalam hitungan detik, media sosial pun jadi ramai. Seperti lebah buncah. Puteri Indonesia tidak hafal Pancasila. Tarikan bully pun semakin panjang untaiannya. Sarjana Hukum tak hafal Pancasila. Selanjutnya ke asal usul gen, daerah, agama dll. Bullyan membentur ke sana ke mari ibarat gelinding bola biliar di mejanya.
Kalista gagal maju ke tiga besar karena tak bisa utuh membaca Pancasila. Seandainya penyebutan Pancasila-nya benar, saya yakin Kalista akan mengikuti jejak Melani dan Whulandary. Karena Kalista tidak kalah cerdas dengan yang dinobatkan sebagai juara tahun ini
Saya melihat ketidakmampuan Kalista membaca Pancasila adalah soal kegugupan saja. Mentalnya tak siap untuk menjawab dalam waktu 30 detik dihadapan ribuan penonton dan tatapan jutaan pemirsa.
Gugup dan kena mental ini wajar terjadi. Presenter Mata Najwa, Najwa Sihab, satu-satunya yang membela Kalista. Najwa membandingkan dengan dirinya pertamakali siaran di Metrotv. Juga kesalahan ucap nama daerah sewaktu tsunami Aceh yang membuat cemas banyak orang di luar Aceh.
Soal gugup dalam mengucap hal yang mendasar adalah kecelakaan. Kecelakaan siapa yang bisa mengira. Bambang Sosatyo, yang memberi pertanyaan kepada Kalista, tiga kali blepotan membaca sumpah dan janji yang dibacakan Ketua Mahkamah Agung. Media pun membully beberapa hari.
Gubernur Sumatera Barat Hasan Basri Durin (alm) pernah hilang kata mengucapkan Pancasila sewaktu upacara 17 Agustus puluhan tahun silam.
Seorang Megawati, beberapa waktu lalu juga kelu lidah di Universitas Negeri Padang sewaktu mengucapkan syukur kepada Allah SWT. Sehingga menjadi bahan meme oleh youtuber.
Saya tak ingin menarik jauh ada faktor mistis dibalik beberapa peristiwa salah ucap dan kelu lidah ini. Saya lebih melihat ini sebuah kecelakaan. Mungkin lupa berdoa sebelum tampil.
Sayangnya Pemprov Sumbar ikut larut dalam ujaran netizen di medsos. Sehingga keluarlah Siaran Pers dari Biro Humas. Sesuatu yang tak perlu dilakukan.
Kenapa..?
Karena jauh hari sebelum final, Kalista sudah “pulang kampung” untuk minta restu kepada Ny.Nelvi Irwan Prayitno dan isteri Wali Kota Padang Ny.Harneli Mahyeldi, diantar oleh pejabat Dinas Pariwisata setempat. Artinya, sebagai isteri kepala daerah yang diwakili, Kalista sudah direstui.
Jadi rasanya, pernyataan Pemprov Sumbar aneh-aneh saja. Mengapa ketika di era keberhasilan Melanie dan Whulandary tidak ada penolakan dan keberatan memakai nama Sumatera Barat.
Kalista. Gadis kelahiran Bukittinggi ini hanya apes saja. Seperti pengakuan yang ditulis di IGnya. Kalista sudah minta maaf dan mengaku tak patah arang. Akan tetap membanggakan Sumatera Barat.
Ayo Kalista.Tetap semangat untuk Sumatera Barat..Engkau tak sendirian, percayalah.***