Masuk Akalkah BUMN (PHE) di-IPO-kan? :
Oleh Defiyan Cori/Ekonom Konstitusi
Rencana penawaran saham perdana (Initial Public Offering/IPO) Badan Usaha Milik Negara kembali menyeruak dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo. Namun, ada setidaknya 3 (tiga) hal yang harus diperhatikan secara seksama, cermat dan mendalam terkait rencana IPO PHE ini sebelum menjadi keputusan. Yang pertama perlu dipertanyakan publik Indonesia sebagai pemegang kedaulatan Badan Usaha Milik Negara ,(BUMN) sebagaimana mandat konstitusi Pasal 33 UUD 1945, adalah apa kemendesakan (urgensi) memecahbagikan (stock split) melalui penawaran saham perdana (Initial Public Offering/IPO) anak usaha atau sub holding nya BUMN Pertamina, yaitu PT. Pertamina Hulu Energi (PHE) ini?
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memang benar telah memberikan ruang atas IPO, bahkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN pun Pasal 72-77 juga mempersilahkannya. Namun, apakah sebagai bangsa dan negara Indonesia, khususnya pemerintah mengabaikan proses kesejarahan (historis) sistem ekonomi kapitalisme dan kolonialisme yang dialami bangsa Indonesia terkait latar belakang hadirnya BUMN pasca nasionalisasi perusahaan atau korporasi Belanda, termasuk VOC?
Lalu, untuk apa melakukan nasionalisasi cabang-cabang produksi penting dan yang menguasai hajat hidup orang banyak yang harus dikuasai oleh negara melalui BUMN kalau kemudian kembali ikut cara VOC yang melakukan IPO perusahaannya pertama kali dimasa itu?
Yang kedua, adalah apakah pemegang saham BUMN tersebut hanya pemerintah saja sehingga begitu mudah mengambil kebijakan IPO meskipun hanya maksimal sampai 49 persen saja atau separuh saham negara, apa tidak bertentangan dengan konsepsi kepemilikan utuh negara pada tafsir *dikuasai negara*. Pada perspektif inilah Menteri BUMN Rini Soemarno dulu tidak mengambil pilihan IPO kalau tujuannya hanya untuk mencari dana murah atau modal. Padahal ruang hukum dan konstitusinya juga diberikan pada Menteri BUMN sebagai pemangku kebijakan.
Yang ketiga, tentu terkait penguasaan sektor hulu minyak dan gas (Migas) atau energi yang sangat terkait secara langsung ke sektor hilir migas atau energi, kalau dipecah-pecah tentu akan menimbulkan persoalan pelik dikemudian hari dengan pemegang saham publik yang suaranya harus diperhatikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) BUMN, disatu sisi. Disisi yang lain,PHE mencatatkan kinerja yang positif pada tahun 2022. Hal ini tercermin dari capaian laba bersih sejumlah USD4,67 miliar atau setara dengan Rp69,22 triliun selama tahun 2022. Logis atau masuk akalkah di IPO kan, yang akan memicu juga kebijakan IPO pada sub holding Pertamina lainnya ditengah dan hilir?