SEMANGAT PADANG – Masalah penolakan pengoperasian Krematorium HBT sudah ada titik temu. Pihak HBT bersedia memindahkan krematorium dari rumah duka.
”Titik temunya, pihak HBT bersedia memindahkan krematorium dari Rumah Duka HBT,” jelas Walikota Padang H. Mahyeldi Ansharullah Dt Marajo kemarin ini.
Seperti diketahui, kelompok ormas Islam sempat menolak keberadaan Krematorium. Krematorium milik HBT dinilai berdekatan dengan masjid dan berada di permukiman warga. Ormas Islam ini pun sempat dua kali melakukan unjuk rasa.
Diterangkan lebih jauh oleh Walikota Padang, setelah krematorium dipindahkan dari rumah duka, pengelolaan krematorium langsung disepakati oleh seluruh perkumpulan Tionghoa di Kota Padang, diantaranya seperti HBT, HTT, PSKP Santo Yusuf, dan lainnya.
“Pengelolaan diserahkan kepada She Hen Kiong,” ungkap Mahyeldi didampingi Kepala Kantor Kesbangpol, Mursalim.
She Hen Kion merupakan sebuah wadah perkumpulan Tionghoa di Padang yang mengelola kelenteng, pemakaman, dan krematorium. Menurut pihak She Hen Kiong kepada Walikota Padang pada pertemuan, Senin (27/3) lalu di Palanta Rumah Dinas Walikota, krematorium akan ditempatkan di samping Klenteng lama.
“Namun walaupun demikian mereka tetap tunduk pada aturan yang berlaku dan kearifan lokal di Kota Padang,” jelas Mahyeldi.
Terkait dengan pemindahan lokasi ini, walikota menegaskan bahwa pihaknya belum memutuskan menerima lokasi tersebut.
“Yang jelas setelah ini kami akan membahasnya dengan OPD Pemko Padang terkait apakah bisa dipindahkan di samping Klenteng Lama atau ada tempat lain yang lebih cocok. Setelah ada hasilnya, nanti akan kami sosialisasikan. Tidak ada kusut yang tidak bisa diselesaikan. Asalkan ada keinginan,” tegas walikota.
Bagi warga Tionghoa Kota Padang, keberadaan krematorium adalah sebuah kebutuhan dalam mengatasi sulitnya mendapatkan lahan pemakaman dan mahalnya biaya pemakaman. Oleh karena itu Pemko Padang harus mencarikan jalan keluarnya.
“Jalan keluarnya tentu tetap mengutamakan ketentraman, ketertiban dan kerukunan umat beragama di Kota Padang. Kita ingin kerukunan umat beragama kondusif di Kota Padang,” kata Mahyeldi.
Walikota Padang sepertinya tidak ingin isu sentral kerukunan umat beragama di tingkat nasional saat ini merambah ke Padang. Mahyeldi tidak mau terjadi konflik berlatar SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) di Padang.
“Karena dari dulunya di Padang tidak pernah terjadi konflik SARA. Selain itu, kalau sudah terjadi konflik SARA, maka untuk mengembalikan lagi kondisi masyarakat pada kondisi semula sangat mahal harganya. Lebih baik anggaran kita gunakan untuk membangun Kota Padang ini untuk kesejahteraan masyarakat, daripada untuk berkonflik,” pungkas Walikota Padang.