Catatan Kecil : Muharyadi
SEMANGATNEWS.COM, PADANG – Salah satu karya dari puluhan karya yang dipajang pada pameran “Alua jo Patuik” dan baru saja usai di Gedung Olah Raga Khatib Sulaiman, Banca Laweh, Padang Panjang, Sumbar yang mendapat perhatian publik adalah karya pelukis Hamzah (52 th).
Di tengah-tengah kesibukan sebagai staf pengajar di seni murni Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang, Hamzah masih tetap berkarya, berpameran dan berkarya lagi. Kemudian ia juga menjadi salah seorang inspirator bersama Yon Indra dan teman-teman berdirinya komunitas Tambo Art Centre Sumbar beberapa tahun silam dan kini bermarkas di gedung PDIKM Padangpanjang.
Karya-karyanya bukan hanya menarik perhatian publik, tetapi juga mampu menghipnotis mata pengunjung setiap kali karya-karyanya ditampilkan dalam melalui berbagai pameran baik di Sumbar maupun di luar daerah.
Beberapa kali karyanya yang kita saksikan dan kita telusuri, pelukis Hamzah terlihat memvisualisasikan beberapa obyek secara deformatif seperti sejumlah rumah gadang, pada bagian lain ada dinding retak atau bebatuan tersusun disejumlah tempat dan dari kejauhan terlihat sepotong bulan yang secara kasat mata dapat dicerna melalui sapuan warna putih dan bagian lain terdapat warna coklat kehitaman, coklat kemerahan dan merah gelap bertekstur, dengan komposisi hasil ekspresi maupun refleksi atas realitas yang diimajinasikan dan direalisasikan menjadi kekuatan karya.
Pada persoalan substansi atas teks yang menjadi “roh” karya Hamzah berangkat dari gagasan menggambarkan kadar pemahamannya terhadap obyek sebagai bentuk narasi atau visual bertali-temali pada persoalan ranah kejiwaan.
Obyek obyek yang tampak menjadi kendaraan substansi narasi, sementara narasi merupakan sistim dari nilai-nilai yang tersirat dan tersurat dalam visualisasi simbolik. Kemasan Hamzah menarik ditelusuri karena bersinggungan dengan persoalan yang tersirat dan tersurat yang kerap tidak kita pahami secara utuh, terutama dari perspektif budaya.
Seniman yang juga turut mendirikan “Sakato Art Cummunity” Yogyakarta dan Tambo Art Cummunity Sumatera Barat alumni SMSR Negeri Padang dan ISI Yogyakarta ini, merupakan salah seorang pelukis yang tetap berkarta sebagai suatu kebutuhan hidup dan kehidupan ini.
Karya Hamzah Hamzah, Risau, 200 x 150 cm, Acrylic, 2022 Alua jo Patuik dapat ditelisik sebagai simbol secara luas dalam karyanya yang berangkat dari imajinasi kerisauannya terhadap nilai-nilai dan budaya di tanah kelahirannya yang kini mulai tergerus oleh perkembangan dan perubahan zaman.
Keakraban Hamzah dengan simbol warna Minang seperti merah, kuning dan hitam sangat kental mewarnai karya-karyanya yang kemudian diekplorasi menuju pengabstrasian bentuk-bentuk yang digarapnya menjadi bahasa visual pribadi lukisannya guna mengekspresikan jiwa batinnya ke dalam karya tanpa mengabaikan unsur-unsur visual dan prinsip- prinsip estetika di dalamnya.
Namun apa yang digarap Hamzah dalam karyanya bukan berarti setiap bentuk yang indah selalu membangkitkan pengalaman estetis. Namun menelisik karya Hamzah, tanpa kecerdasan emosi atau upaya menyerap keindahan pada suatu karya maka pengalaman estetis tersebut tidak akan diperoleh. Karena bagaimana pun sifat estetis suatu lukisan yang kita apresiasi lebih ditentukan oleh reaksi emosional dari kesadaran kita sendiri (*)