SEMANGATNEWS.COM – Penguatan moderasi beragama terus dilakukan Kementerian Agama bahkan sudah merambah dunia pendidikan. Moderasi Beragama salahsatu program prioritas yang dimandatkan Presiden RI, Joko Widodo kepada Kementerian Agama.
Menyikapi hal ini, Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Sumatra Barat menggelar penguatan moderasi beragama bagi jajarannya dengan menghadirkan Kiyai H. Yahya Cholil Staquf, Selasa malam (22/6) di Hotel Truntum (ex Inna Muara).
Ikut bersama rombongan Staf Khusus Menteri Agama, Faisal Saimima, Kapus Tenaga Administrasi Balitbang Kemenag RI, Imam Syafi’i dan Rektor UIN Imam Bonjol Padang, Putra Eka Wirman. Kegiatan ini juga dihadiri Ketua PW Anshor Sumbar, Dr. Rahmat Tk. Sulaiman, Pejabat Eselon III dan IV Kanwil, Kepala Kankemenag se Sumatra Barat beserta pejabat Eselon IV.
Plt. Kepala Kanwil Kemenag Sumbar, H. Syamsuir menyampaikan bahwa lembaga pendidikan keagamaan di Sumatera Barat lebih kurang seribu lembaga. Madrasah Aliyah Negeri 48 buah swasta 170 jumlah 218 madrasah. MTs Negri 112 swasta 293 jumlah 405 buah. Madrasah Ibtidaiyah Negeri 62 swasta 85 jumlah 147 madrasah.
Raudhatul Athfal 404 buah semua swasta lanjut Kakanwil. Sementara Pondeok Pesantren 226 buah. Disampaikan H. Syamsuir Kepala Madrasah sudah mengikuti kegiatan penguatan moderasi beragama pada kurikulum 2021. Sementara KUA yang berjumlah 173 buah penghulu 325 orang Penyuluh PNS 275 orang dan Non PNS 1400 jumlah 1.675 orang.
Dikatakan Kakanwil, sebagian besar dari lembaga pendidikan dan lembaga kemasyarakatan di Sumatera Barat sudah menerima sosialisasi dan penguatan moderasi beragama. Ia bersama jajarannya telah menyusun berbagai program yang bertujuan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap moderasi beragama itu sendiri.
Sementara itu Kiyai H. Yahya Cholil Staquf Moderasi beragama merupakan kepentingan negara. Negara berkepentingan agar moderasi beragama di Indonesia ini kuat. Karena dengan Moderasi beragama keberadaan negara bisa dijamin kelestariannya.
“Kita tahu radikalisme itu kita tentang, kita menentang karena radikalisma ingin mengabaikan keberadaan negara. Radikalisme bukan hanya sekedar celana jingkrang, bukan soal ziarah kubur, bukan juga soal tahlil atau jumlah rakaat taraweh. Ini yang kita tentang ingin mengabaikan Negara karena merugikan sekali terhadap masyarakat. Rakyat ga punya pegangan terhadap kehidupan. Hilang ketentraman yang dijamin oleh negara,” tegasnya.
“Berpendapat silahkan, asal jangan ganggu negara jangan abaikan hukum, karena turunannya kepada hukum. Hukum dibuat Negara untuk ditaati masyarakatnya. Negara harus ditaati ga usah nanya Alquran Hadisnya karena ga ada, yang ada dalil taat kepada ulil amri (pemimpin). Ini yang ingin kita perkokoh jangan sampai negara diabaikan, hukum diabaikan dan aparat juga diabaikan,” imbuhnya.
Ia juga mengkhawatirkan, sebagian orang memanfaatkan berbagai kekurangan dari pemerintah dan negara untuk memprovokosi masyarakat supaya menolak keberadaan negara. “Ini tantangan kita bersama. Mandat yg diberikan presiden kepada Menteri Agama salah satunya dan menjadi prioritas adalah memperkuat moderasi beragama. Karena banyaknya masalah yang sudah sangat mengkhawatirkan,” tuturnya.
Diakui Khatib ‘Aam Syuryah PBNU ini saat ini kita memang harus bersaing. Antara seruan moderat dan seruan radikalisme bersaing dimana-mana baik di mimbar jumat, ceramah agama, pengajian rutin di Medsos, youtube, instagram dan media lainnya. Sehingga masyarakat menerima dari kedua belah pihak.
“Sebetulnya kita sudah melihat bahwa memperkuat negara itu lebih masuk akal dari pada membubarkannya. Sekarang persoalannya orang yang tidak puas kepada Negara ini lebih mudah untuk dibujuk supaya mengabaikan sampai melawan Negara, itu tidak logis. Pada dasarnya persaingan bukan hanya soal bicara tapi juga bekerja keras untuk menekan ketidakpuasan masyarakat terhadap Negara,” ajak Kiyai kepada Jajaran Kementerian Agama Sumbar. RinaRisna