Kinerja Nafsi-nafsi Realisasi Investasi Hanya Quasi: OlehDefiyan Cori/Ekonom Konstitusi
Ada yang beda, aneh, janggal dan bahkan keluar dari konstitusi pelaksanaan tata kelola pemerintahan periode 2014-2019 dan 2019-2024 dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang tak pernah ada sebelumnya.
Paling tidak, ada dua (2) catatan keanehan dan kejanggalan yang tengah terjadi, pertama adalah diantara masing-masing kementerian/lembaga melakukan siaran pers atas kinerjanya sendiri lalu saling ungkap prestasi, saling tuding dan lempar kesalahan serta tanggungjawab antar Menteri. Salah satu contohnya, temuan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD atas kasus korupsi pencucian uang (money laundering) pada Kementerian Keuangan pimpinan Sri Mulyani sejumlah Rp349 triliun, membuat gaduh ruang publik tapi berakhir senyap! Masih banyak contoh kasus koordinasi antar kementeriaan/lembaga yang buruk seperti ini dipertontonkan kepada masyarakat oleh pembantu Presiden.
Yang kedua, adalah adanya Memorandum of Understanding (MoU) yang dilakukan oleh antar kementerian/lembaga dalam pemerintah, termasuk dengan aparat penegak hukum. Wajarkah hal ini dilakukan sementara Undang-Undang telah mengatur tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga dalam pemerintahan? Apa perlunya kementerian/lembaga, bahkan juga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melakukan kesepakatan yang telah menjadi bagian (inheren) dari kewenangan masing-masingnya? Benarkah tindak kejahatan pencurian BBM misalnya tidak ditindak oleh aparat Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sehingga Direktur Utama BUMN Pertamina perlu menandatangani MoU dengan Polri, atau ada motif lain?
Hal ini pulalah yang dilakukan oleh Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (KI-BKPM) yangmana Menterinya Bahlil Lahadalia menyampaikan langsung kepada awak media realisasi investasi yang terjadi selama tahun 2023 yang mencapai Rp1.418,9 triliun. Capaian ini disebut melampaui sasaran (target) yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu sejumlah Rp1.400 triliun atau lebih besar 101,3 persen. Menurutnya, kinerja investasi yang telah ditorehkan KI-BKPM ini telah mampu menyerap tenaga kerja sejumlah 1.823.543 orang.
*Realisasi Investasi Tiada Arti*
Bahlil Lahadalia juga mengungkapkan diwaktu malam hari tanggal 24 Januari 2024 mengumpulkan awak media, bahwa realisasi investasi yang telah dicapai kementeriannya terdiri dari realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) sejumlah Rp744 triliun (52,4%) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berjumlah Rp674,9 triliun (47,6%) dari total realisasi investasi 2023. Terdapat selisih besarnya realisasi PMA atas PMDN sejumlah 69,1 triliun atau sebesar 4,8 persen. Realisasi investasi selama tahun 2023 tersebut telah tumbuh sebesar 17,5 persen secara tahunan (year on year/y-o-y) dibandingkan capaian tahunan di 2022 yang hanya mencapai Rp1.207,2 triliun. Artinya ada kenaikan kinerja realisasi investasi sejumlah Rp211,7 triliun atau sebesar 14,9 persen.
Secara tahunan, realisasi PMA 2023 memang tumbuh lebih kecil yaitu sebesar 13,7 persen dibandingkan realusasi PMDN yang tumbuh sebesar 22,1 persen. Realisasi investasi sepanjang tahun 2023 tersebar di lima sektor utama, yaitu industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya; transportasi, gudang dan telekomunikasi; pertambangan; perumahan, kawasan industri dan perkantoran; serta industri kimia dan farmasi. Berdasarkan cakupan wilayah, investasi tahun 2023 itu tersebar di Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, Sulawesi Tengah dan Banten. Sementara lima besar negara yang paling banyak berinvestasi di Indonesia adalah Singapura, Republik Rakyat Cina/RRC,, Hong Kong, Jepang dan Malaysia.
Namun demikian, perlu saudara Bahlil Lahadalia ketahui bahwa teori investasi pada umumnya haruslah menunjukkan hasil (output), manfaat (benefit) dan dampak (impact) bagi peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita dan pertumbuhan ekonomi serta pemerataan pembangunan.
Pertanyaannya, sudahkah realisasi investasi PMA dan PMDN yang dibanggakan oleh Menteri KI-BKPM sebagai hasil bersama jajarannya menghasilkan tiga (3) variabel itu dari input suatu investasi? Tanpa mengabaikan capaian jumlah nominal realisasi investasi tahunan yang dihasilkan itu, mestinya terdapat daya ungkit (leverage) bagi perekonomian nasional.
Kalau data dan fakta pertumbuhan ekonomi yang terjadi secara tahunan pada 2023 (triwulan III 5,05%) tidak lebih dari kisaran 4-95% – 5%, maka realisasi investasi tersebut hanya nafsi-nafsi prestasinya Bahlil Lahadalia saja yang quasi (sok-sok-an).
Dan, apabila PDB per kapita Indonesia 2023 tidak bisa melampaui capaian yang telah dipublikasikan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2022 sejumlah Rp71,0 juta atau US$4.783,9, maka realisasi investasi itu tiada artinya! Apalagi, jumlah penduduk miskin pada 2022 berjumlah 26,36 juta orang yangmana 14,38 juta orang berada diperdesaan tidak berhasil diturunkan sebesar 1 persen saja jelas capaian realisasi investasi Bahlil Lahadalia hanya omon-omon saja!