Kilas Balik Seni Rupa Sumbar Dalam Kekinian
Semangatnews.com, Padang – Semangat berkarya seni rupa, berpameran dan berkarya lagi para seniman seni rupa di Sumatera Barat dalam beberapa dekade terakhir, perlu kita hargai dan apresiasi bersama. Bahwa sejatinya para pekerja seni rupa yang ada dan bermukim di daerah ini memiliki semangat dalam penjelajahan kreativitas sekecil apa pun bentuk. Ini sebagai pertanda bahwa seniman atau pekerja seni sedang berkarya secara sungguh-sungguh.
Patah tumbuh, hilang berganti seperti yang terjadi pada nama atau tokoh-tokoh bangsa termasuk juga dalam seni dengan banyak nama yang telah gugur dengan meninggalkan karya-karya terbaiknya, begitu juga dengan seniman seni rupa melalui karya-karya terbaiknya,” ujar Muharyadi saat diwawancarai di sela-sela kesibukannya sebagai kurator pameran bersama #Realitas, di galeri seni rupa Taman Budaya Sumatera Barat, jalan Diponegoro 31, Padang, Sabtu (5/10).
Dari aspek sejarah, jelas Muharyadi, mengutip pendapat yang pernah dilontarkan Osman Effendi puluhan tahun silam di Taman Ismail Marzuki, Jakarta (1974) terutama soal seni lukis di Sumatera Barat telah dimulai semenjak zaman Belanda dengan teknik dan pandangan Barat yang mulai muncul sejak disekolah guru di Bukittinggi mulai diajarkan menggambar.
Kegiatan itu baru meningkat ketika pelukis Wakidi, datang dari Jawa, jadi guru gambar di sekolah tersebut. Artinya seluruh gaya melukis di Sumbar, boleh juga dikatakan di seluruh Sumatera hampir sama, karena murid‐ muridnya berasal dari berbagai daerah Sumatera, dipengaruhi oleh Wakidi.
“Seorang guru yang baik bisa memonopoli satu mazhab seni lukis di Sumatera. Ada kira‐kira 60 tahun atau 3 generasi gaya Wakidi berkilau di Sumatera, apalagi di Sumatera Barat, tempat bermukim dan berkarya Wakidi dan murid-muridnya saat itu,” ujar Muharyadi.
Diantara murid-muridnya itu terdapat nama-nama seperti Nasrun A.S., Dahlan, Ilyas, Sabirin, Mudahar, Beduice (Buyung Dese), Hasan Jaffar, Ramli, Bahar, Zainal Abidin (juga seorang pelukis tulisan Arab), Oesman Kagami (Oeska) Mismar, Madjizir dan beberapa nama lain.
“Pelukis‐pelukis kebanyakan Tamatan INS Kayutanam, seperti pada permulaan munculnya Republik Indonesia antara lain Mara Karma, Noerdin B.A, Anwarsjam, A.A. Navis, Nurdin, Hasan Basri DT Tumbijo, Dahlan, Arbi Sama, Haznil, Gani Lubis, Huriah Adam dan lainnya.
Kemudian budaya berkarya lukis di Sumatera Barat dengan segala eksistensinya, sejalan ruang dan waktu kian berkembang dengan baik sejalan hadirnya sejumlah lembaga pendidikan seni selain INS Kayutanam seperti hadirnya SSRI/SMSR Negeri Padang (kini SMKN 4 Padang) tahun 1965 yang dalam pendirian sekolah berbasis budaya ini diprakarsai oleh lulusan ASRI Yogyakarta, diantaranya HB. DT. Tumbijo, Hasnul Kabri, Gani Lubis, Arby Samah, kemudian ISI Padangpanjang, seni rupa UNP Padang yang semua itu berkontribusi terhadap dunia seni rupa di Sumatera Barat sejak didirikannya lembaga pendidikan seni ini,” jelas Muharyadi.
Di era 1970 dan 1980 hingga sekarang, tak terbendung lagi kehadiran seniman seni rupa di Sumatera Barat baik yang berlatar belakang pendidikan di Sumatera Barat sendiri, “maupun yang berlatar belakang pendidikan ISI Yogyakarta, ITB Bandung dan beberapa perguruan tinggi lain selain munculnya nama-nama pelukis otodidak,” ujar Muharyadi.
Di tengah-tengah perkembangan itu, selain seniman perseorangan bermunculan pula berbagai komunitas seni rupa sebagai kelompok-kelompok di era 1990 hingga 2000 an seperti kelompok belanak, Komunitas cangkeh, komunitas Pentagona, komunitas RAS (Rumah Ada Seni), Tambo Arti Community dan lainnya.
Di luar Sumatera Barat seperti di Yogyakarta misalnya bermunculan komunitas seni rupa urang awak seperti Sakato Art Community (SAC), Jendela dan berbagai komunitas lain yang melingkarinya yang kesemuanya membawa pengaruh terhadap kehadiran seni rupa di Sumatera Barat.
Namun dibalik perjalanan panjang dan kesuksesan para perupa Sumatera Barat itu, timbul kecemasan dan kegalauan saya, ujar Muharyadi srya mengerutkan keningnya, karena hingga saat ini belum ada yang namanya buku-buku yang memabahas, menyinggung baik secara akademis maupun ilmiah populer tentang kehadiran seni rupa di Sumatera Barat sejak dulu bahkan hingga sekarang. Kalau pun ada baru sebatas katalogus pameran yang sangat subjektif.
“Kemudian wacana untuk mendirikan museum seni rupa, memang sudah selayaknya dipikirkan kehadiran museum seni rupa secara mendalam sebagai wahana tempat berkumpul dan bernaungnya karya-karya terbaik yang pernah dilahirkan seniman seni rupa Sumatera Barat, kalau kita tidak ingin kehilangan jejak sejarah panjang seni rupa Sumatera Barat. Semuanya terpulang kepada semua pihak dan seniman seni rupa Sumatera Barat,” ujar Muharyadi menambahkan. (FR).