Semangatnews, Jakarta, – Ekspor China mengalami keterpurukan akibat wabah virus corona (Covid-19). Banyak pengusaha yang menunda operasi, sehingga mengganggu rantai pasokan dunia.
Wabah virus corona di China telah membuat konsumen tetap berada di rumah selama libur Tahun Baru Imlek pada akhir Januari, sehingga membuat bisnis berjalan lebih lambat, karena pemerintah China sampai saat ini masih fokus meredam penyebaran virus corona, yang telah menewaskan lebih dari 3.000 orang di China.
Mengutip AFP, Sabtu (7/3), nilai ekspor China turun 17,2 persen atau penurunan terbesar sejak Februari 2019 selama perang dagang dengan Amerika Serikat. Selain itu, nilai impor China juga turun sebanyak 4 persen.
Dari hasil jajak pendapat yang dilakukan Bloomberg ke sejumlah ekonom, memperkirakan ekspor akan turun lebih sedikit, sebesar 16,2 persen, dan diperkirakan juga penurunan yang lebih tajam di sektor impor sebesar 16,1 persen.
Nilai perdagangan antara China dan AS juga turun 40 persen dalam dua bulan pertama di 2020 dari US$42 miliar pada tahun lalu menjdi US$25,4 miliar.
Sebagai tanda awal dampak ekonomi akibat virus corona, aktivitas industri manufaktur turun ke level terendah pada Februari, dengan industri non-manufaktur juga anjlok.
Otoritas berwenang menyatakan bahwa data terkait pertumbuhan ekonomi China Januari dan Februari akan digabungkan. Ini sejalan dengan sejumlah indikator lain yang dirilis.
Sebuah laporan yang ditulis Julian Evans-Pritchard dari Capital Economics mengatakan bahwa keputusan untuk menggabungkan data pada Januari dan Februari berarti “tingkat pertumbuhan yang dipublikasikan tidak akan sepenuhnya mencerminkan tingkat kelemahan baru-baru ini.”
Penyebabnya, dampak wabah virus corona mulai mengganggu perekonomian China pada bulan Februari. Dia menambahkan, penurunan sektor perdagangan ini “Jauh lebih dalam” dari yang diperkirakan data perdagangan.
Wabah virus corona pertama kali dilaporkan pada Desember 2019 di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, yang merupakan kawasan industri utama dengan jumlah penduduk hingga 56 juta orang.
Akibat wabah virus corona, pemerintah China mengunci kawasan tersebut. Pembatasan perjalanan dan karantina juga masih diberlakukan.
Gangguan akibat virus corona itu turut mempertanyakan kemampuan China mengakhiri perjanjian dagang secara parsial dengan Amerika Serikat yang ditandatangani pada Januari. Dalam perjanjian itu, China berkomitmen untuk meningkatkan pembelian barang dan jasa dari AS sebesar US$200 miliar.
Pemerintah China mengatakan, dampak epidemi virus corona terhadap perekonomian hanya berjangka pendek. Pemerintah Cina di Beijing juga telah melakukan sejumlah langkah dukungan untuk membantu para pengusaha untuk kembali berbisnis. (dmi/cnn/smgt)