SEMANGATNEWS.COM, PADANG – Indrayuda merupakan lulusan S3 Universiti Sains Malaysia (USM) mengatakan bahwa gagasan terkait inovasi tari ini bergerak bukan berpatokan pada ritme musik tetapi pada ritme jiwa.
Selain itu bagaimana memanfaatkan idiom teater dalam pertunjukan tari. Hal lain yang menjadi inovasi adalah bahwa tari bukan saja mengutamakan estetika gerak tetapi juga pada pesan atau mesage, sehingga tari tidak terpaku pada gerak yang ritmis saja.
Lebih lanjut, menurut Indrayuda yang juga pernah menempuh pendidikan S1 DI IKIP YOGYAKARTA ini juga menyampaikan bahwa Ide atau gagasan itu muncul setelah melakukan berbagai apresiasi terhadap perkembangan kebudayaan, dan seni pertunjukan tari serta teater di dunia.
Selain itu gagasan ini muncul akibat literasi kehidupan atai ekosistem kehidupan manusia yang telah mengglobal dan juga akibat dari proses eksplorasi tubuh dan ekspresi dari penari. Aktualisasi kehidupan manusia menjadi ide atau gagasan dari isi karya tari. Bahwa manusia hidup selalu dinamis, dalam dinamika sosial yg berada dalam tataran global.
Melalui platform sosial media instagram pribadinya yakni indrayudabinyusuf dan youtube channel tantra yudha of seni kita bisa melihat dan mengenal lebih jauh lagi terkait inovasi tari yang dilakukan oleh Indrayuda.
Berbagai judul karya telah dihasilkan dari hasil inovasi tari yang dilakukan oleh Indrayuda diantaranya Karya tari Andiko tahun 1987, Karya tari Tuduang Ampo 1988, Karya tari Peristiwa dan Rupo Oi Rupo 1989, Karya Tari Batungkek Batu Panaruang 1990, Karya tari Galuik Bagesoh 1990, Karya Tari Mancak Randai 2019, Karya Tari Kontras Harmoni 2020, Karya Tari Manguak 2020,Karya Tari Sang Palito 2020, Karya Tari Basimpang Jalan 2021 dan masih banyak lagi.
Selain menghasilkan inovasi tari, Indrayuda juga menghasilkan KARYA PERTUNJUKAN PENCAK SILAT diantaranya Mancak Minang Tampil dalam Eksibisi Pencak Silat Seni di GOR H. Agus Salim Padang dalam Sosialisasi Pencak Silat Seni Oleh PB IPSI Tahun 1994, Saluik Basaluik Tampil dalam Eksibisi Pencak Silat Seni Pengprov IPSI Sumbar Bersama PS Salimbado, Garak Garik Tampil di Eksibisi Festival Pencak Silat Internasional Denpasar 2002, Urak Langkah Tampil di Taman Budaya Sumbar Eksibisi Pencak Silat Seni Bersama PS Salimbado 2004, Galuik Saluik Tampil Pda Pembukaan GSB 2016, Saciok Bak Ayam Sadanciang Bak Basi Tampil dalam Pembukaan Festival Pencak Silat Internasional 2018 di Padang, dan Pencak Randai Tampil dalam Peragaan Hasil Riset 2021.
Tak diam begitu saja, Indrayuda juga sering berpartisipasi aktif dalam memperkenalkan inovasi tari yang dihasilkannya melalui pementasan seni pertunjukan. Dimulai dari Mengikuti Festival Seni Se Sumatera di Bandar Lampung tahun 1983, Mementaskan Karya Tari dalam International Dance Festival For Foreign Student di Tokyo 1992, Mengikuti Muhibah Kebudayaan 1995 ke Amsterdam Belanda, Mementaskan Karya Tari dalam Festival Kebudayaan 1995 di Bonn, Papenberg dan Hedelsheim German, Mengikuti International Kaba Festival Nan Jombang 2018, Melakukan Pementasan Karya Tari dalam rangka Pendekar Seabad dalam bentuk Teater Randai di Akedemi Pengajian Melayu Universiti Malaya Malaysia, Sebagai Koreografer dan sekaligus Pengarah Artistik 2019 dan masih banyak lagi pementasan seni pertunjukan yang diikuti baik dalam skala nasional maupun internasional.
Indrayuda yang juga pernah ditunjuk PB IPSI Sebagai Instruktur dalam Penataran Juri dan Pelatih Festival Pencak Silat Nasional di Surabaya pada tahun 2018 ini menjelaskan bahwa dari berbagai karya yang dilahirkan, yang paling punya kesan saat karya itu lahir atau memiliki pesan tersendiri yang ingin disampaikan yakni yang memenangkan menjadi karya Terbaik Nasional dan sebagai Penata Tari Terbaik Nasional adalah, Sangsako, andiko, dan Parintang. Jadi the Best Performing di Montoire Perancis adalah Rampak Rapa’i.
“Yang paling berkesan dalam melahirkan nyo adalah sangsako, saya pergi ke setiap upacara adat atau batagak gala, dan selalu bercerita dengan pangulu soal perebutan tahta gala pusako. Selalu meninjau rumah gadang untuk mendapatkan seting dan cerita yang sesungguhnya tentang persoalan mamak dengan kemenakan dalam memberikan gelar pusako adat,” kata Indrayuda yang juga pernah ditunjuk sebagai Pengarah dan Ketua Dewan Juri dalam Festival Pencak Silat Internasional di Padang tahun 2018.
Pesan yang ingin disampaikan yang bisa relevan konteks kekiniaan termasuk perpolitikkan dari karya “sasangko” ini adalah bahwa adanya nilai yang tetap langgeng dan lestari adalah win win solution atau berembuk. Apapun dapat diselesaikan dengan berunding. Jadi setiap permasalahan kekuasaan dapat dirembukan, seperti jokowi dan prabowo. Dalam politik yg abadi adalah komunikasi politik atau rembukan.
Lebih lanjut, Indrayuda juga menyampaikan bahwa dalam perjalanan karya dan berkarya, yang banyak menjadi sumber inspirasi adalah Pelatih Firmansyah dan Bagong Kusudiharjo serta Sardono Waluyo Kusumo. Tetapi pertama yang mengajar melangkah menari Ibu Dra. Syofiani Bustamam dan Wirzam Tiarman Juga Martha Graham Koreografer Modern Amerika Serikat dan Kahzu Ono dari Jepang.
“Itu semua menjadi inspirasi Indrayuda dalam menghasilkan inovasi tari ini” jelasnya dalam sesi wawancara Rabu, (12/10).
Melalui inovasi karya tari ini, Indrayuda ingin menyampaikan pesan untuk generasi mendatang. Pesannya adalah perlu arif terhadap gerak waktu, dan selalu mampu beradaptasi dengan lingkungan yang selalu cepat berubah. Selain itu, mesti memiliki kemampuan kreatif, produktif dan inovatif, agar selalu dapat bertahan hidup dalam atus perubahan yang begitu cepat, namun yang terpenting juga jaga selalu IMTAQ, karena itu adalah bekal hidup setelah mati.
Terakhir, sedikit gambaran masa lalu yang ingin dibagikan dan diceritakan oleh Indrayuda.
“Tidak ada yang dapat kita ketahui apa yang akan terjadi di masa depan, dan juga tidak dapat kembali ke belakang, yang pasti adalah masa kini, dan itu gambaran masa lalu saya. Dulu saya adalah seorang olahragaaan, uda pemain bola sampai SMA, uda suka berkelahi dan selalu begadang, kecil uda Kelas 3 SD sudah merokok sudah main ceki dan tidur di pos ronda dan Mushala. SMA IPA, punya cita2 jadi pemain bola nasional dan galatama.
Ingin menjadi arsitektur atau seorang Diplomat, ternyata kenyataannya setelah tamat SMA kuliah di Ekonomi Bunga Hatta, semester 5 diajak Bu Syofiani kuliah lagi di Sendratasik FPBS IKIP Padang, jadilah menjurus ke kesenian sampai saat ini, seluruh cita-cita masa kecil buyar. Walau menjadi arsitek juga tetapi arsitek tari. Dan kebiasaan masa kecil yang nakal suka berantam, main ceki dan merokok malah setamat SMA semua sirna. Jeni Wardin yang merubah itu semua menjadi tidak perokok lagi, sebab seorang olahragaaan yang baik harus jauh dari rokok. Yah itulah masa lalu tidak semua dapat terealisasi pada masa kini dan masa datang,” jelasnya. (Humas UNP)