SEMANGAT JAKARTA – Ketua Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) Junisab Akbar mengatakan bahwa dugaan pelanggaran regulasi yang lazim berlaku didunia penerbangan oleh perusahaan penerbangan Garuda adalah hal yang sifatnya real, dan bukan sesuatu yang mengada-ada apalagi sampai disangkakan sebagai pendapat yang bersifat politis. Perlu diketahui bahwa keberadaan penilaian IAW sebagai bentuk audit publik terhadap kebijakan publik oleh pemerintah melalui kementerian BUMN terhadap kualifikasi personil direksi Garuda.
“IAW prihatin dengan sikap Menhub yang membiarkan kementerian BUMN dalam menetapkan Direksi Garuda sehingga Garuda diduga melakukan pelanggaran CASR dalam kaitan susunan dan kualifikasi personel direksi Garuda yang sekarang. Kementerian Perhubungan harus bertanggungjawab jikalau ada apa-apa terkait penerbangan Garuda. Menteri BUMN juga akan turut menjadi pihak yang bertanggungjawab selain perusahaan Garuda itu sendiri jika terjadi hal yang tidak diinginkan ke depan hari. ” ucap Junisab, Jakarta, Jumat (30/6/2017).
Mantan anggota DPR Komisi III tersebut diminta menanggapi pertanyaan tentang adanya respon dari pihak Garuda Indonesia yang membantah bahwa Garuda tidak memiliki Direktur Operasi dan Direktur Teknik, serta meminta masalah ini tidak dibawa ke arena politik praktis.
“Garuda memang punya yang namanya Direktur Teknik dan Direktur Operasi, pernyataan saya sebelumnya kan soal Nomenklatur Direksi yang di RUPS Garuda kemarin meniadakan posisi Direktur Operasi dan Direktur Teknik. Tidak ada yang dua posisi itu melalui RUPS,” ungkap dia.
Dia menegaskan yang ada di Garuda hari ini adalah Direktur Operasi dan Direktur Teknik non RUPS. Ini tidak lazim dari yang biasa dan cenderung kuat menabrak UU Perusahaan Terbatas.
“Apa alasan rasional sehingga seperti itu kebijakan Garuda? Seharusnya kan posisi itu ditetapkan melalui RUPS. Masa iya dua Direksi itu hanya diangkat Dirut, seakan ini regulasi dijadikan abu-abu,” tegas dia.
Jadi lanjut dia, sangat aneh bila DirOps dan DirTek hanya sebatas diangkat oleh Dirut bukan oleh RUPS, yang keberadaannya bertanggung jawab langsung hanya terhadap Dirut. “Sementara Dirutnya sendiri dalam posisinya saat ini tidak memenuhi kualifikasi atau melanggar syarat-syarat seperti yang diatur didalam aturan Keselamatan yang ada (CASR 121.59)” tegasnya.
Dikhawatirkan yang lain dari sisi regulasi penerbangan kata Junisab, apabila nanti diaudit pihak ICAO soal kepatuhan, bisa jadi pihak maskapai perusahaan plat merah itu kelabakan.
“Kalau sampai itu terjadi maka akan seperti apa managemen Garuda? Rugi negara nantinya. Ingat, Menhub itu regulator, Menteri BUMN itu kuasa pengelola melalui kepemilikan saham atas uang negara yang dikendalikan oleh Menteri Keuangan,” imbuhnya.
Karena itu, telat namanya kalau IAW tidak ingatkan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dari sekarang. Jangan menunggu terjadi hal yang tak diinginkan terhadap Garuda nanti.
“Jika terjadi apa-apa berarti Menhub sebagai regulator penerbangan enggak kerja. Dia bisa dipersalahkan, apalagi sudah ada unsur pihak Kemenhub yang juga merangkap jabatan di dewan Komisaris Garuda, apa nggak kecolongan namanya?” tandas Junisab.
Sekedar mengingatkan pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Rabu, 12 April 2017 lalu menghasilkan nomenklatur dan personel jajaran direksi yang baru. Sebelumnya, Pahala N Mansuri adalah direktur Bank Mandiri yang ditunjuk sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia menggantikan Arief Wibowo.
“Namun, Diturunkanya posisi DirOps dan DirTek, menjadi jajaran atau pejabat non akta tidak secara eksplisit di-iya-kan atau tidak oleh CASR akan tetapi oleh logika-logika dalam dunia aviasi yang terlihat salah diterapkan, para pengamat dan pakar penerbangan sudah menyuarakan ini.” tegas Junisab.
Untuk diketahui organisasi yang beranggotakan negara-negara anggota di badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bernama International Civil Aviation Organization (ICAO) mengimplementasikan Annexes dalam aturan penerbangan sipil dimasing-masing negara, contohnya di Inggris dan persemakmuran mereka punya yang dikenal dengan CAR, seperti di Amerika Serikat dengan FAR nya, di Indonesia dengan Civil aviation Safety Regulation (CASR)-nya.
“Ingat, UU Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, sebagaimana diubah dari UU Nomor 15 Tahun 1992, memiliki aturan aturan rinci yang dituangkan dalam Peraturan Menteri. Salah satunya adalah CASR yang selama ini mengacu pada Annex ICAO dan perubahannnya,” tandas dia.(*)