Hati-Hati, Gerhana Matahari Cincin 26 Desember 2019, Punya Efek Bahaya?
Semangatnews, Jakarta – Gerhana matahari terakhir dalam tahun ini akan melanda Bumi. Meski tak mengesankan seperti gerhana matahari total pada 2017, fenomena alam pada Kamis 26 Desember 2019 ini disebut punya efek bahaya bagi mereka yang menyaksikannya.
Gerhana matahari yang terjadi sehari setelah Natal ini adalah gerhana matahari cincin. Fenomena ini terjadi karena Bulan baru, yang sedikit lebih jauh dari Bumi dan tampak lebih kecil di langit, akan menutupi 97 persen cakram Matahari saat berada dalam garis lurus atau sejajar.
Pada puncak gerhana, matahari akan terlihat seperti cincin, dengan durasi maksimal 3 menit dan 40 detik.
Menurut penulis buku “A Stargazing Program for Beginners: A Pocket Field Guide” Jamie Carter, gerhana matahari cincin ini adalah yang paling berbahaya. Maksudnya?
Bahaya yang dimaksud tak ada hubungannya dengan bencana alam. Namun, ia memperingatkan, siapapun yang ingin menyaksikannya wajib menggunakan kacamata khusus gerhana matahari untuk menghindari ancaman kebutaan.
“Itu menjadikannya gerhana matahari paling berbahaya tahun 2019,” ungkap Jamie dalam artikelnya di Forbes.
Ia menjelaskan, ketika gerhana matahari total pada Juli 2017, ada momentum di mana manusia bisa menyaksikannya dengan mata telanjang. Namun, tidak kali ini.
Pihak Lembaga Antariksa Amerika Serikat NASA juga mengeluarkan peringatan serupa. “Ini adalah jenis gerhana matahari parsial yang paling indah, tetapi juga yang paling berbahaya.”
“Semua pengamatan perlu memakai kacamata gerhana matahari setiap saat, dan upaya untuk memotretnya akan membutuhkan filter matahari khusus,” NASA menegaskan.
Fenomena yang juga sering disebut sebagai “cincin api” atau “cincin cahaya” ini akan terlihat saat matahari terbit di Arab Saudi, kemudian di langit Qatar, Uni Emirat Arab (UEA) , Oman, India selatan, Sri Lanka, Indonesia, Singapura dan Malaysia.
Matahari kemudian tenggelam, dalam wujud mirip “cincin” di Guam, Samudra Pasifik.
Terpisah, Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin menyatakan, gerhana matahari cincin sesungguhnya bukan fenomena langka. Hanya saja, untuk kembali melintasi daerah yang sama memerlukan waktu lama.
“Tetapi di Indonesia sudah dan akan terjadi pada 22 Agustus 1998, 26 Januari 2009, 26 Desember 2019, dan nanti 21 Mei 2031,” kata Thomas kepada Liputan6.com, Senin lalu (23/12/2019).
Menurutnya, gerhana matahari ini cenderung aman dilihat seperti halnya melihat matahari sehari-hari. Asalkan berhati-hati dan tidak memaksakan diri.
“Mata punya mekanisme refleks terpejam kalau terlalu silau. Untuk bisa melihat matahari secara aman dan nyaman, gunakanlah kacamata matahari,” ujar dia.
Gerhana matahari, sambungnya, tidak berdampak signifikan pada Bumi. Karena gerhana hanyalah kondisi Bulan baru yang khusus. “Efek kegelapan juga tidak lama dan tidak ada dampak pada manusia.”
Meski begitu, efek pasang maksimum yang sedikit bertambah hanya perlu diwaspadai, “tidak perlu dikhawatirkan karena setiap awal bulan juga terjadi.”
Thomas pun mengimbau masyarakat untuk menyaksikan gerhana matahari secara aman. “Bagi Muslim, sertai juga dengan salat gerhana untuk menyempurnakan tafakur atas fenomena alam ini,” Thomas memungkasi.
Salat gerhana matahari bersifat sunah muakkadah sebagaimana pendapat kebanyakan ulama. Adapun tata cara salat gerhana matahari adalah sebagai berikut:
Memastikan telah terjadinya gerhana matahari terlebih dahulu. Hal itu dapat dilakukan dengan melihat secara langsung ataupun menghubungi titik–titik pengamatan gerhana matahari. Salat gerhana dilakukan saat gerhana matahari sedang terjadi. Sebelum salat gerhana, jemaah dapat diingatkan dengan ucapan “asshalaatu jaamiah”.
Tidak ada azan dan iqamah sebelum salat gerhana. Niat salat gerhana matahari berbunyi: “Ushollii sunnatan likusuufi-syamsi ma’muuman lillahi ta’aala”.
Apabila menjadi imam salat, maka kata “ma’muuman”diganti “imaaman. Salat gerhana dilakukan sebanyak dua rakaat. Setiap rakaat terdiri dari dua kali rukuk, dan dua kali sujud.Setelah rukuk pertama dari setiap rakaat membaca surat Al Fatihah dan surat lainnya kembali.
Bacaan boleh dikeraskan, namun disunnahkan untuk dipelankan.Pada rakaat pertama, bacaan surat pertama lebih panjang daripada surat kedua. Demikian pula pada rakaat kedua, bacaan surat pertama lebih panjang daripada surat kedua. Setelah salat gerhana, disunahkan untuk berkhotbah. (Liputan6)