Semangatnews, Padang – Kedudukan pengajar pendidikan anak usia dini (PAUD) belum digolongkan kepada guru. Khususnya pengajar PAUD Non Formal. Kondisi ini membuat posisi dan perhatian terhadap mereka belumlah seperti yang diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
“Pengajar PAUD saat ini tidak bisa lagi dikelompokkan penggajian, perhatian dan aturan yang mengikatnya dengan pengajar kelompok bermain. Pada beberapa PAUD yang saya kunjungi, para pengajar PAUD ini telah mengenalkan pendidikan dasar kepada anak-anak kita,” ujar Anggota DPD RI H. Leonardy Harmainy Dt. Bandaro Basa, S.IP., MH, Kamis (24/1/2019).
Menurut penilaian Leonardy, guru PAUD Non Formal sudah menyamai guru pendidikan sekolah dasar. Makanya, sudah saatnya pendidik PAUD ini dikelompokkan kepada guru dan ini harus diakomodir oleh UU.
Hal ini disebabkan pada PAUD Non Formal pun dituntut para orangtua untuk lebih mengembangkan sarana dan prasarana di lembaga mereka. Hanya saja kebanyakan pengelola PAUD terkendala dana. Mereka juga terkendala dengan tunjangan/penghasilan buat tenaga pendidik mereka.
Sementara di sisi lain, karena belum dikelompokkan sebagai guru mereka tentu menerima penghasilan sekadarnya sesuai kemampuan lembaga pendidikan tempat mereka bekerja. PAUD Formal pun tak kalah kondisinya dengan PAUD Non Formal. Kebanyakan dikatagorikan sebagai Kelompok Bermain.
Besarnya tuntutan para orang tua terhadap PAUD Non Formal, membuat Anggota DPD RI H. Leonardy Harmainy Dt. Bandaro Basa, S.IP., MH perlu untuk mensejajarkan pendidik PAUD Formal yang juga mengelola kelompok bermain dan penitipan anak maupun Non Formal ini ke kelompok guru. Sehingga hak-hak, wewenang dan tugas mereka disamakan dengan guru, minimal guru pendidikan dasar.
“Kita tengah memperjuangkan baik lewat sidang paripurna, rapat dengar pendapat maupun ke pihak-pihak terkait untuk melakukan revisi terhadap Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005. Meski perubahan itu hanya untuk menambahkan kata Guru PAUD Non Formal masuk dalam kategori Guru,” tegasnya.
Pimpinan DPRD periode 2004-2014 menjelaskan, dia mau menegaskan upayanya itu didorong semangat yang didapatnya dari sejumlah kunjungan ke PAUD di Padang seperi PAUD Hauriyah Halum dan PAUD Restu Ibu. Pengajar PAUD tersebut selain keterampilan hidup sehari-hari yang sederhana, anak-anak diperkenalkan juga dengan angka dan huruf. Bahkan pada sejumlah PAUD konsep membaca, menulis dan berhitung telah diajarkan.
Tapi semua itu tetap dilaksanakan dalam kerangka belajar sambil bermain.
Sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan revisi tersebut adalah Leonardy memaparkan kalaupun dari segi penghasilan belum bisa menyamai guru pendidikan dasar, setidaknya mereka mendapat jaminan penghasilan yang lebih layak. Penyelenggara pendidikan pun dituntut memperhatikan kesejahteraan guru PAUD ini.
Dengan demikian, Guru PAUD Non Formal ini mempunyai kepastian hukum dan nyaman dalam melaksanakan tugasnya.
Dia pun sangat berharap jika perhatian terhadap PAUD baik Formal maupun Non Formal meningkat, maka angka partisipasi PAUD Indonesia pun meningkat pula. Saat ini untuk usia 0-5 tahun. Unesco mencatat angka partisipasi PAUD di Indonesia lebih rendah dari Thailand (86%), Malaysia (89%), bahkan Filipina (27%) dan Vietnam (43%).
Bahkan jika perlu PAUD kita mengacu pada definisi PAUD di dunia Internasional.
Dimana PAUD menurut dunia internasional didefinisikan sebagai pendidikan anak usia 0-8 tahun. Sehingga pendidikan di usia ini lebih mementingkan proses pembelajaran melalui bermain. Setiap manusia itu pada dasarnya mempunyai keunikan sendiri. Melalui pendidikan PAUD inilah keunikan tersebut dapat digali. (*)