Dengan Berpangkat Kapten Ruslan Buton  Tidak Bisa Lengserkan Presiden

by -

Dengan Berpangkat Kapten Ruslan Buton  Tidak Bisa Lengserkan Presiden

Semangatnews, Jkt—  Ruslan Buton melalui pengacaranya melakukan upaya praperadilan, dengan menghadirkan 7 orang saksi dalam sidang praperadilan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (19/6).

Salah seorang saksi menyakini Ruslan tidak akan bisa melengserkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) apalagi hanya dengan surat terbuka yang viral di media sosial.

Saksi Sugeng Waras mengatakan, Ruslan diketahui hanya sebatas pecatan TNI berpangkat Kapten. Sehingga tidak mungkin mengerahkan massa dalam jumlah besar untuk melakukan pelengseran Presiden.

“Nggak mungkin lah, dia (Ruslan) hanya seorang Kapten, nggak bisa mengerahkan orang, apanya yang membuat gaduh, nggak ada apa-apa,” kata Sugeng dalam persidangan.

Baginya, surat terbuka yang dibuat Ruslan tidak membuat gaduh bangsa. Menurutnya kegaduhan dibuat oleh Aulia Fahmi yang melaporkan Ruslan ke polisi hanya karena permasalahan surat terbuka.

“Tidak ada apa-apa, tidak sepantasnya Ruslan jadi tersangka. Ruslan harus bebas,” ucapnya.

Purnawirawan TNI dengan pangkat terakhir Kolonel itu menilai ada 5 poin yang disorot olehnya dalam surat terbuka Ruslan. Pertama tersangka menyampaikan fenomena kegelisahan warga terhadap negara saa ini.

Kedua, kalimat yang digunakan halus. Ketiga tidak ada penggunaan kata yang melecehkan Jokowi. Keempat surat difokuskan untuk menyelamatkan NKRI, dan terakhir untuk menghindari tumpah darah.

“Fenomena itu memang semangat mengayomi, itu wajar di dunia berpendapat, poitik itu wajar,” pungkas Sugeng.

Sebelumnya, Ruslan Buton ditangkap polisi pada Kamis (28/5) siang. Dia diduga digelandang polisi akibat surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), di mana salah satu poinnya meminta agar Jokowi mundur. Dia merasa kepada Jokowi dalam menangani pandemi Covid-19. Dia bahkan sempat berujar tidak menutup kemungkinan ada revolusi rakyat jika Jokowi tak kunjung melepas jabatannya.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dengan ancaman pidana 6 tahun dan/atau Pasal 207 KUHP, dengan ancaman penjara 2 tahun. (jpc/smngtnews)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.