Demo Mahasiswa dan Tragedi Wamena
Oleh Zulnadi
Semangatnews.com – Dalam sepekan ada dua peristiwa besar yang menyita perhatian rakyat Indonesia. Pertama; maraknya demo yang dilakukan mahasiswa dan siswa STM. Mereka turun dan kuliah di jalanan dengan titik fokus gedung DPRD dan kantor gubernur, sedangkan di Jakarta mereka kepung gedung DPRI di Senayan.
Tuntutan mereka adalah batalkan dan tunda pengesahan sejumlah RUU. Namun yang paling urgen adalah pembatalan UUKPk yang telah disetujui DPRRI. Terhadap UU ini, mahasiswa agar presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Sayang Jokowi terlanjur berucap tidak akan mengeluarkan Perpu guna membatalkan UU tetsebut. Alasan presiden sederhana, karena RUU yang telah disahkan itu inisiatif DPR.
Dakam konteks RUU yang lain, presiden mau mendengar aspirasi masyarakat yang disuarakan mahasiswa yakni penundaan pengesahaan sejumlah RUU utamanya RUU KUHP.
“Kita berharap DPR RI juga mau menunda pengesahan RUU yangvtelah diagendakan sampai 30 September”, ujar Jokowi.
Penundaan pengesahaan RUU sepertinya sudah final.Sebab, anggota DPR RI yang hitung hari akan berakhir itu tidak mau adu argumentasi lagi. Ya silakan DPR berikutnya menuntaskan.
Demo mahasiswa yang cendrung agak memanas, tak dapat dielakan adanya benturan dengan aparat. Pihak mahasiswa ada yang cidera bahkan ada korban jiwa. Ya itulah bila sudah di lapangan tak bisa dielakan, apalagi ada provokator yang ingin mengacau keadaan.
Mahasiswa demo, ramai beritanya, tapi tragedi Wamena…. sunyi senyap, sesunyi tengah malam di lembah Baliem. Tak ada berita, tak ada breaking news.
Untung ada Medsos, di Medsoslah kita tahu ada pembantaian di Wamena. Lewat WA lah kita tahu suasana di Wamena, Papua itu mencekam. Penduduk pendatang dibantai seperti binatang. Harta dirampas rumah dibakar.
Tragedi ini menyontak sanubari anak bangsa, utamanya Suku Minang dan Sulawesi Selatan.
Dua suku ini secara kebetulan jumlahnya lumayan banyak sebagai warga pendatang di Papua. Catatan terakhir sudah 40 orang warga minang meninggal, ratusan hilang atau menghilang. Mereka dengan warga lainnya bertahan di kantor aparat keamanan. Mereka ingin eksodus dari bumi yang kaya emas itu.
Ada kesan, keberadaan aparat keamanan, TNI dan Polri tidak seimbang bila mereka melaksanakan aksinya. Aparat sering kecolongan. Mereka juga di bunuh senjata dirampas.
Entah bisikan apa yang dihembuskan ke penduduk pribumi Papua, sehingga mereka amat sadis dan brutal.
Mereka tidak lagi menganggap bersaudara walau dalam bingkai NKRI.
Nyanyian dari Sabang sampai Merauke, bagi mereka(Papua) sudah lenyap dari bumi burung cendrawasih itu.
Apakah ini sebuah skenerio kecil menuju Papua Merdeka!!