SEMANGATNEWS.COM – Semua kegembiraan yang kita rasakan hari ini tidak terlepas dari peran para pahlawan tanpa tanda jasa yang mengorbankan jiwa dan raga demi kemerdekaan generasi penerus.
Dalam artikel Ini adalah kumpulan puisi heroik inspiratif yang ditulis untuk kita semua untuk menghormati para pahlawan yang gugur yanf dilansir dari berbagai sumber.
Semoga sajak ini dapat menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi kita:
Berikut daftar puisi pendek heroik tentang perjuangan kepahlawanan:
Pemuda Pahlawan
Karya : Riky Fernandes
Gelagat keharuan tercium bagai bangkai kecoa yang mulai hancur
Waktumu tidak banyak di atas fana
Rapatkan jari-jemarimu agar sampai menuju menara
Bulatkan tekadmu untuk melawan arus kebencian setiap manusia-manusia itu
Kukuhkan dua kakimu sampai ke kepala
Tarik tali pelontar kain merah putihmu
Usah kau sujud di atas tanah itu
Tancapkan saja tiang semangatmu setinggi mungkin
Senyummu kian memanis dengan topi jerami berwarna gelap
Dan saat itulah kau akan tahu betapa sulitnya hidup
Dengan hias keringat tanpa peduli hari telah mencapai senja
***
Memori Perang
Para serdadau di garis terdepan
Membawa bambu runcing
Berlari menerjang peluru
Mencoba merebut harapan
Ketika perang mulai berdendang
Alunan langkah para pejuang
Ledakan pun menjadi biasa
Demi kemerdekaan bangsa dan negara
Sepenggal kisah dan memori
Kisah-kisah perjuangan tak ada ampun
Kisah-kisah heroik tiada naas
Patriot yang harus didengar
Lisan-lisan kini menjadi veteran
Terbakarlah sudah semangat juangmu
Legenda-legenda yang bukan mitos
Ketika penjajah menginjak-injak.
Diponegoro
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu negeri
Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas.
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai.
Maju.
Serbu.
Serang.
Terjang.
karya: chairil anwar
***
Matamu Tajam
Kedua matamu tetap fokus satu tujuan
Ke arah musuhmu
Entah kepala atau dada
Kesigapanmu mengarahkan pistolmu
Namun, granat-granat telah menghampiri
Tepat di depan matamu
Kau terguncang dengan hebat
Kau tercabik dan berlumurah darah
Wajahmu hampir tak diketahui
Di saat-saat terakhir kau berkata,
“merdeka!”
Pilu dalam masa perang
Kegigihanmu bercampur darah
Peluru mendesing di telingamu
Jiwa-jiwa terhentak lemah
Keteganganpun terjadi
***
Dongeng Perjuangan
Aku tidak melihat akan keadaan
Aku tak mendengar akan amarah
Bahkan tangisan seolah sebuah dongeng
Cerita dari kakek yang pilu
Perlahan wajah keriput itupun tersenyum
Membelai lembut kepalaku sambil bercerita
Dua manusia berbeda latar belakang
Yang tidak sederajat dan hanya terikat tali kebebasan
Sebuah harapan yang berawal dari impian
Hingga berakhir menjadi kenyataan
Pahlawan yang terlahir dari perjuangan
Pahlawan terpisahkan oleh sebutir peluru
Takkan ada kekecewaan pahlawanku
Takkan ada yang perlu disesali
Kau akan merasakan sejuknya angin kebebasan
Dan aku hanya bisa beristirahat di sini
***
Lagu dari Pasukan Terakhir
Pada tapal terakhir sampai ke Jogja
bimbang telah datang pada nyala
langit telah tergantung suram
kata-kata berantukan pada arti sendiri
Bimbang telah datang pada nyala
dan cinta tanah air akan berupa
peluru dalam darah
serta nilai yang bertebaran sepanjang masa
bertanya akan kesudahan ujian
mati atau tiada mati-matinya
O Jenderal, bapa, bapa,
tiadakan engkau hendak berkata untuk kesekian kali
ataukah suatu kehilangan keyakinan
hanya kanan tetap tinggal pada tidak-sempurna
dan nanti tulisan yang telah diperbuat sementara
akan hilang ditiup angin, karena
ia berdiam di pasir kering
O Jenderal, kami yang kini akan mati
tiada lagi dapat melihat kelabu
laut renangan Indonesia.
O Jenderal, kami yang kini akan jadi
tanah, pasir, batu dan air
kami cinta kepada bumi ini
Ah, mengapa pada hari-hari sekarang, matahari
sangsi akan rupanya, dan tiada pasti pada cahaya
yang akan dikirim ke bumi
Jenderal, mari Jenderal
mari jalan di muka
mari kita hilangkan sengketa ucapan
dan dendam kehendak pada cacat-keyakinan
engkau bersama kami, engkau bersama kami
Mari kita tinggalkan ibu kita
mari kita biarkan istri dan kekasih mendoa
mari Jenderal mari
sekali ini derajat orang pencari dalam bahaya
mari Jenderal mari Jenderal mari, mari…
karya: asrul sani
***
Merdeka!
Aku meniti jalan
Penuh duri nan tajam
Menyusun gurun-gurun
Yang kering nan kerontang
Di mana aku menemukan
Sosok kau sebagai pahlawan
Untuk kemerdekaan
Untuk bangsa
Suara derap langkah
Dari sepatu-sepatu besar
Bersama di medan perang
Bergegas maju di depan
Sepucuk pistol tertembak
Ke arah musuh sebagai penjajah
Hingga mereka tumbang tak berdaya
Hingga mereka tak dapat lagi berlagak
***
Doa Serdadu sebelum Berperang
Tuhanku,
Wajah-Mu membayang di kota terbakar
dan firman-Mu terguris di atas ribuan
kuburan yang dangkal
Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia
Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku,
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku menusukkan sangkurku
Malam dan wajahku
adalah satu warna
Dosa dan nafasku
adalah satu udara
Tak ada lagi pilihan
kecuali menyadari
biarpun bersama penyesalan
Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah?
Sementara kulihat kedua lengan-Mu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianati-Mu
Tuhanku,
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku
karya: W.S. Rendra
***
Tanah Tumpah Darahku
Aku tak ingin melihat bangsaku
Kalah tersungungkur oleh waktu
Aktu tak ingin melihat bangsaku
Jatuh tenggelam ke dalam kehancuran
Dengan tekad setinggi langit
Untuk tanah ini aku rela berkorban
Disaat percaya diriku menyusut
Disaat itulah semangatku semakin berkobar
Selama mentari masih menyinari dunia
Aku takkan berhenti sedetik pun
Menyelamatkan melindungi dan mempertahankan
Walaupun hingga aku menyatu dengan tanah negeriku
Bersatulah wahai penerus bangsa
Bulatkan tekadmu dan tegarlah bagai batu karang
Keraskan segala usahamu serta keraskan pula suaramu
Karena setiap usaha yang keras takkan mengkhianati
Harapanku akan selalu mengiringi
Untuk tanah negeri ini setiap hari
Aku tidak ingin lagi
Melihat ibu pertiwi tersiksa hati
***
Rindu Pertiwi
Darahmu menjadi air bagi tanah kami
Darahmu menjadi energi
Menumbuhkan para tunas-tunas baru
Generasi-generasi baru
Saksikanlah tanah juangmu kini
Kau akan terima keluh kesah dari pertiwi
Menantimu kembali
Sebagai pahlawan sejati
Di mana lagi keberanian?
Di mana lagi teriak semangat?
Di mana lagi sosokmu?
Hai pahlawanku
Ribuan hari berlalu
Jutaan hari terhitung
Namun tak kutemui
Sosok sepertimu
***
Surabaya
Jangan anggap mereka kalap
jika mereka terjang senjata sekutu lengkap
jangan dikira mereka nekat
karena mereka cuma berbekal semangat
melawan seteru yang hebat
Jangan sepelekan senjata di tangan mereka
atau lengan yang mirip kerangka
Tengoklah baja di dada mereka
Jangan remehkan sesobek kain di kepala
tengoklah merah putih yang berkibar
di hati mereka
dan dengar pekik mereka
Allahu Akbar!
Dengarlah pekik mereka
Allahu Akbar!
Gaungnya menggelegar
mengoyak langit
Surabaya yang murka
Allahu Akbar!
menggetarkan setiap yang mendengar
Semua pun jadi kecil
Semua pun tinggal seupil
Semua menggigil
Surabaya,
O, kota keberanian
O, kota kebanggaan
Mana sorak-sorai takbirmu
yang membakar nyali kezaliman?
mana pekik merdekamu
yang menggeletarkan ketidakadilan?
Mana arek-arekmu yang siap
menjadi tumbal kemerdekaan
dan harga diri?
menjaga ibu pertiwi
dan anak-anak negeri
Ataukah kini semuanya ikut terbuai
lagu-lagu satu nada
demi menjaga
keselamatan dan kepuasan
diri sendiri
Allahu Akbar!
Dulu Arek-arek Surabaya
tak ingin menyetrika Amerika
melinggis Inggris
menggada Belanda
murka pada Gurka
mereka hanya tak suka
kezaliman yang angkuh merejalela
mengotori persada
mereka harus melawan
meski nyawa yang menjadi taruhan
karena mereka memang pahlawan
Surabaya
Dimanakah kau sembunyikan
Pahlawanku?
puisi pahlawan karya: Mustofa Bisri
***
Wahai Pahlawan Sejati
Andai kau mengerti bangsa ini sekarang
Mungkin senyumu akan menjadi tangismu
Mungkin tawamu akan menjadi sedihmu
Wahai pahlawanku
Maafkan kami yang tak bisa memperbaiki
Negara yang merana ini
Tapi kami akan berjanji padamu
Merebut kembali kemerdekaan yang hakiki itu
Perjuangan dulu menjadi bangsa yang bermartabat
Yang sejahtera abadi selamanya
Di saat ini hingga nanti (*)
***
Para Serdadu Bayangan
Peluru tajam kau siapkan
Kegagahanmu memimpin semangatmu
Strategi kau pasang
Dan kau menjadi umpan kemenangan
Kegagahanmu membasmi para penjajah
Meski kau menjadi bayangan semata
Namun kau tak terlupakan
Karena kau lupa akan peluru yang menembus
Kini Ibu pertiwi telah merintih kesakitan
Hasil perjuanganmu menjadi perih
Terinjak oleh generasi kurang ajar
Hati ini terasa pilu
Tanah air mengering
Basahmu telah terkuras
Dan meresap ke dalam tanah subur
Dan kini menjadi gersang
***
NEGERI KITA
Kemerdekaan negeri ini bukanlah hadiah
Kau raih dengan darahmu yang tlah tumpah
Merah Putih itu kini telah berdiri gagah
Tanpa seorangpun berani mengubah
Pahlawanku, kan ku jaga negeri kita
Ku curahkan jiwa dan raga tuk Indonesia tercinta
Ku bangun dan ku isi kemerdekaan ini
Dengan penuh upaya meski tak seberapa
Puisi Pahlawanku
Demi negeri
Kau korbankan jiwa
Demi bangsa
Kau taruhkan nyawa
Maut menghadangmu
Di medan perang
Kau pun beranggapan
Itu hanya hiburan
***
(sn)