Pembawa acara mempersilakannya naik ke podium. Dengan setengah melompat dia menaiki panggung. Gesit dan lincah. Badannya semampai. Sisa-sisa kehidupannya sebagai atlit masih terbawa.
Suaranya mirip pembawa acara radio. Bahasa pembukanya dimulai dengan pantun. Sepertinya ia faham betul audiensnya kebanyakan orang melayu yang santun.
Mencari timba si anak dara,
Di bawah sarang burung tempua;
Salam sembah pembuka bicara,
Assalamualaikum untuk semua.
Bukan tanggung, 60 pantun telah disiapkannya untuk acara hari itu. Ia adalah Prof. DR. Irwan Prayitno, Gubernur Sumatera Barat. Beliau kembali ke kampus. Diundang untuk dinobatkan sebagai ikon alumni. Kampusnya UPM (Universiti Putra Malaysia) memanggilnya untuk mengisi kuliah umum selama hampir 3 jam. Dihadiri rektor, para profesor, alumni, mahasiswa dan masyarakat. Jumlahnya mendekati 600 orang. Auditorium penuh. Ajaib, semua orang terpukau dibuatnya. Ia pembicara tunggal. Nadanya tidak datar. Ceritanya pun berbagai.
Ia mulai pembicaraan dengan minta maaf kepada profesor nya. Pernah suatu waktu tiba-tiba profesornya datang kerumahnya di Padang. Waktu itu magrib. “Antara magrib ke Isya’ memang saya pesan ke staff tidak boleh diganggu. Itulah masanya saya sholat berjemaah dengan keluarga dilanjutkan setor hafalan Qur’an dihadapan anak cucu. Sekurang-kurangnya 1 juz setiap hari.”
Wow… penonton berseru. Tapi saya tahu profesor ini tidak akan marah, lanjutnya. Sebab dia tahu muridnya pun tak sama statusnya seperti dulu.
Prof Irwan juga berkisah tentang suka duka di UPM. “Dulu sempat kesal, sedih dan kecewa. Hampir setiap hari saya jumpa profesor saya. Semua pendapatnya saya catat dan ketikkan. Waktu diperiksa malah disalah-salahkan. Bayangkan, padahal itu pendapatnya sendiri.”
Pendengar tertawa. Tapi ternyata hasilnya baru saya rasakan kemudian. Ilmu doktor ‘Human Resource’ saya gunakan buat pemberdayaan pegawai Pemprov Sumatera Barat yang jumlahnya 23.000 orang. Saya berhasil buat ‘tools’ sendiri untuk menyeleksi, menempatkan dan mutasi pegawai.
Belajar statistik dan eksponensial pun jadi bermanfaat. Sebelum pemilihan gubernur periode kedua, tim kami punya data yang lengkap tentang hasil survey pemilih. “Saya pelajari data survey itu baik-baik. Data ini ilmiah. Tidak saya abaikan.”
Ternyata pemilih saya periode pertama sangat minim anak muda dan ibu-ibu. Untuk itu konsultan menyarankan agar hobby saya ‘motor cross’ keluar masuk hutan dan karateka Dan-6 dijadikan iklan. Naik motor cross ini bukan sekadar hobby. Ternyata bermanfaat mendatangi masyarakat saya di pedalaman. Seperti baru-baru ini gempa di Kabupaten Lima Puluh Kota, kami naik motor cross menyusuri hutan dan bukit membantu masyarakat.
“Dulu ibu saya berkata, Wan kamu ini kalau sudah punya keinginan gak pernah berhenti sebelum dapat”. Terkadang saya sering paksakan diri. Biasanya karena tuntutan hidup. Dulu saya gak pernah menyanyi. Sekarang sudah keluarkan album ‘Hanya Engkau Istriku’. Saya juga paksa diri saya untuk bisa main drum dan gitar. Hasilnya gak sia-sia. Saya menang mutlak di pemilihan periode kedua dengan 70 persen suara. Kebanyakan suara ibu-ibu.
Terkadang saya sadari terlalu fokus untuk sebuah hal. Terutama dalam bekeluarga. Mungkin karena fokusnya anak saya sampai 10. Empat diantaranya sudah master. Dua sedang belajar di Australia dan Amerika. Semua anak-anak saya targetkan sekurang-kurangnya harus master dan hafal Qur’an.
Pernah saya ditawari jadi guru besar di UIN Jakarta. Sebab saya sudah menuliskan 14 buah buku agama. Padahal dari kecil saya tak pernah mengenyam pendidikan pesantren. Di sela-sela kesibukan saya sebagai gubernur, saya juga masih mengajar di perguruan tinggi di Padang. Setiap bulan menguji 2-3 orang calon doktor. Lebih dari 200 artikel sudah saya tuliskan di media massa. 40 buku sudah diterbitkan. 4 diantaranya buku pantun.
Tiba di sesi tanya jawab, seorang mahasiswi melayu mengajukan pertanyaan padanya. Belum habis bertanya, si mahasiswi menodong Prof Irwan untuk foto berdua. Alasannya nanti pasti beliau tak punya waktu untuk foto berdua. Dia tak bisa menolak. “Maaf tuan puan. Harap jangan cemburu. Beginilah kehidupan saya tiap hari,”kata Prof Irwan.
“Jadikan menantu aja prof,” ujar seorang profesor, disambut tawa riuh penonton.
Seorang penanya lelaki, Prof Madya Nangkula Utaberta (alumni UI), sekarang sebagai dosen di UPM. Beliau bertanya bagaimana bisa mengatur waktu sebagai gubernur, pemimpin keluarga, dosen dan penulis? “Alhamdulillah ini anugerah Allah pada saya,” jawab prof Irwan. Saya jarang sakit. Biasa puasa Senin Kamis. Olahraga rutin. Sejak jadi gubernur tidur selalu diatas jam 12. Bangun sebelum pukul 5. Sholat malam jangan pernah lupa. Selepas subuh baca do’a ma’tsurot. Sebelum kerja sholat dhuha. Begitu kehidupan saya setiap hari.
Gubernur Irwan lahir di Jogjakarta. Ayahnya orang minang dan guru di Jogja. Nama Prayitno diberikan kolega ayahnya, seorang tua yang kebetulan bisa membaca masa depan. “Anakmu ini cerdas. Kasi dia nama Prayitno, supaya bijaksana,” demikian penuturan staf dekatnya.
Kuala Lumpur, 31 Maret 2017
(DJD)
Copas dari groups manis