Catatan Kecil : Menyigi Goresan Tiga Perupa Muda Al Bachrie Aziz, Sutan Mudo dan Zirwen Hazry
Oleh : Muharyadi
Menyigi karya-karya tiga perupa muda asal Sumatera Barat dan ketiganya alumni SMSR Negeri Padang jurusan seni lukis tamatan tahun 1988 yakni Al Bachrie Aziz, Sutan Mudo dan Zirwen Hazry yang bermukim dan berkarya di Sumatera Barat, belum lagi jika kita membincangkan Metrizal Mechio dan kawan-kawan di Pekan baru dan lainnya, merupakan sesuatu yang menarik untuk dibincangkan, paling tidak secara ringan di kesempatan ini.
Karena bagaimana pun sesuai yang dikemukan sahabat saya Herisman Tojes dan Ramizal keduanya guru sahabat-sahabat kita ini semasa di SMSR Negeri Padang, menyebutkan, bahwa angkatan tamatan 1988 jurusan seni lukis adalah angkatan yang sangat fenomenal yang melahirkan karya-karya terbaik di eranya.
Ketiganya memiliki kekuatan dan kemampuan luar biasa, terutama jika membincangkan lukisan atau drawing potret sosok tokoh atau seseorang sebagai model yang pernah dibuat oleh ketiga sekawan ini, diluar lukisan lain yang juga sangat fenomenal.
Tetapi ketiganya pada masing-masing karya potret yang pernah saya amati, setidaknya dapat dijadikan atau di kelompokkan sebagai hasil seni humanistik, potret perseorangan, artinya yang dilukiskan bukan saja menggambarkan kenyataan visual mereka, tetapi juga
lengkap dengan jiwa orang yang dilukis.
Dalam banyak literatur disebutkan bahwa secara historis potret adalah pernyataan dari kemanusiaan manusia. Lukisan potret yang baik dapat dijabarkan sebagai penggambaran rupa yang tepat atas karakter seseorang.
Seorang pelukis potret dapat menangkap pribadi tokoh dan melukiskan keunikannya. Dengan demikian jelas bahwa “ketakjuban” yang kita peroleh dari perwujudan seni lukis potret tidak semata-mata bersifat estetik, tetapi sekaligus juga apresiatif terhadap nilai-nilai
seni dan kemanusiaan dalam segala manifestinya.
Dalam konteks lain pelukis potret dapat diumpamakan sebagai seorang psikolog yang menggunakan media cat dalam mengungkapkan kebenaran objektif yang dia hadapi, realitas kehidupan manusia secara visual dan spiritual.
Seni lukis potret berbeda dengan seni lukis alam benda yang lebih menekankan aspek peniruan benda semata. Sementara seni lukis potret, seorang pelukis bertindak lebih jauh dari sekedar menggambarkan ekspresi sifat-sifat modelnya, melainkan memiliki
kecenderungan menampilkan nila-nilai psikologis (nilai-nilai yang timbul dari kejeniusan seorang pelukis).
Misalnya penggambaran tokoh-tokoh dalam lukisan potret Raden Saleh yang tidak hanya sekedar menuliskan rupa dan sifat-sifat modelnya, tetapi juga mengekspresikan nilai filosofis budaya arisiokrat sebagai prototipe ideal kehidupan yang eksis dalam sejarah.
Raden Saleh adalah seorang seniman yang intelegensinya luas.
Ketiganya kini terus menjelajahi berbagai eksplorasi dan kolaborasi dari banyak kemungkinan penjelajahan kreativitas masing-masingnya. Kita sangat mengapresiasi karya- karya mereka, diantara banyak pelukis potret yang ada saat ini. (***)