SEMANGAT Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri periode 1999-2000 Kwik Kian Gie untuk memberikan keterangan sebagai saksi dalam penyidikan kasus korupsi dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
“Tadi tentang Dipasena, mengenai SKL yang telah diberikan,” kata Kwik di gedung KPK, Jakarta, Selasa.
Ia juga mengakui bahwa ada kerugian negara Rp3,7 triliun dalam pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).
“Saya katakan, setahu saya iya,” kata Kwik, yang menjabat sebagai Kepala Bappenas periode 2001-2004.
Dalam perkara ini, KPK sebelumnya memeriksa pemilik PT Bukit Alam Surya Artalyta Suryani alias Ayin berkenaan dengan pemberian SKL kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim.
Ayin merupakan istri dari Surya Dharma salah seorang pimpinan PT Gajah Tunggal Tbk yang juga dikendalikan oleh Sjamsul Nursalim. Ayin sudah lama mengenal Sjamsul Nursalim saat tinggal di Lampung.
“Saksi diperiksa untuk mendalami apa yang diketahui terkait dengan proses pencetakan tambak Dipasena yang saat itu dikerjakan oleh suami saksi,” kata juru bicara KPK Febri Diansyah.
Sjamsul Nursalim sempat meminta Surya Dharma dan Ayin untuk mengurus tambak Dipasena atau PT Dipasena Citra Darmaja.
“Beberapa waktu lalu kami memeriksa petani tambak untuk melihat bagaimana proses pembangunan, kami fokus pada Rp4,8 triliun yang sudah lunas apalagi BDNI sebagai perusahaan sudah tidak ada lagi dan tambak saat ini dikerjakan petani. Intinya agar semaksimal mungkin mengembalikan kerugian negara,” tambah Febri.
Ayin pada 2008 menjadi terpidana yang divonis lima tahun penjara dalam kasus suap ke jaksa Kejaksaan Agung Urip Tri Gunawan, selaku Ketua Tim Penyelidikan kasus BLBI.
KPK menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung sebagai tersangka dalam kasus korupsi terkait pemberian SKL kepada Sjamsul Nursalim.
SKL diterbitkan berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2002 tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan pemeriksaan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS).
Inpres itu dikeluarkan pada saat kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri yang juga mendapat masukan dari Menteri Keuangan Boediono, Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjara-djakti dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi.(antnewscom)