Apa Kebijakan Strategis Capres-Cawapres Terhadap Penurunan Sektor Pertanian: Oleh Defiyan Cori/Ekonom Konstitusi
(Sebuah pertanyaan dari non panelis diluar forum debat)
Kontribusi sektor pertanian Indonesia dalam membentuk pertumbuhan ekonomi pasca reformasi semakin menunjukkan kecenderungan (diminishing return of utility) penurunan. Diera Orde Baru saat perekonomian Indonesia belum terdiversifikasi, sumbangan sektor pertanian justru sebesar 50 persen pada Produk Domestik Bruto (PDB). Sebesar 50 persen merupakan ekspor dari sektor pertanian dalam arti luas, penyumbang besar untuk pembentukan modal, dan memberi lapangan kerja untuk 70 persen penduduk Indonesia.
Kecenderungan penurunan kontribusi sektor ini terlihat diawal 1990-an, yangmana komoditas beras menyumbang hanya 5 persen dari ekonomi Indonesia. Kebijakan menjaga kestabilan harga beras menyumbang pertumbuhan ekonomi 0,2 persen di tengah ketidakstabilan harga dunia. Setelah 30 tahun, pada tahun 2021 sektor pertanian hanya tumbuh sebesar 1,84% (yoy) dan berkontribusi terhadap perekonomian nasional sebesar 13,28%. Kemudian pada tahun 2022, sektor pertanian kembali menunjukan konsistensi penurunan pertumbuhan, yaitu hanya 1,37% (yoy) dan berkontribusi 12,98% terhadap perekonomian nasional.
Lalu, apa upaya pemerintah mendatang yang akan dirumuskan oleh masing-masing pasangan calon (paslon) Presiden dan Wakil.Presiden (Cawapres) terkait tema debat keempat pada 21 Januari 2024, tentang Pembangunan Berkelanjutan, Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, Energi, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat dan Desa atas data dan permasalahan sektor pertanian?
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), per-Agustus 2022, dari 135,3 juta penduduk yang bekerja, 29,96 persen diantaranya bekerja di sektor pertanian. Angka BPS tersebut menginformasikan, bahwa jumlah petani dinegara kita Indonesia mencapai 40,64 juta orang. Status pekerjaan utama penduduk Indonesia disektor ini lebih rendah persentasenya dibandingkan dengan Buruh/Karyawan/Pegawai yang sebesar 37,68 persen. Demikian pula halnya, jumlah petani yang bekerja disektor pertanian semakin mengalami penurunan dari tahun ke tahun.
Penurunan jumlah usaha pertanian perorangan malah sangat tajam sejak tahun 2013. Yangmana pada tahun 2013 petani di Indonesia mencapai 31,70 juta, sementara pada tahun 2022 jumlah petani di Indonesia hanya sejumlah 9,34 juta petani atau turun sebesar hampir 30% dan turun sebesar 7,45 % dibanding tahun 2021. Tidak hanya jumlah petani yang menurun, hasil produksi beras nasional data dan faktanya dari tahun 2019 juga konsisten berada di angka 31,3 juta ton dengan jumlah persediaan (stock) akhir tertinggi hanya di angka 10,2 juta ton.
Lantas, apa kebijakan perencanaan pembangunan strategis (policy of strategic development planning yang akan diambil oleh para paslon capres-cawapres terkait sektor pertanian 5 tahun mendatang. Sebab, sektor pertanian adalah juga merupakan Sumber Daya Alam (SDA) dengan hasil sumber pangan yang beririsan pemanfaatannya disektor energi bagi penduduk Indonesia? Bagaimanakah skema bantuan dan dukungan pembiayaan yang akan diberikan kepada petani dan sektor pertanian disebabkan resiko investasinya secara alamiah hampir sama dengan sektor energi dan sumber daya mineral, meskipun ongkosnya berbeda. Masih layakkah program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang telah berjalan sejak 5 Nopember 2007 (selama 2 windu) dilanjutkan?