Oleh Zulnadi
JABATAN bukanlah hak tetapi merupakan kepercayaan dari atasan sebagaimana lazimnya yang terjadi di jajaran birokrasi. Atau kepercayaan dari anggota dalam organisasi. Begitu atasan atau pimpinan memberikan kepercayaan, maka bagi yang mendapatkan kepercayaan harus memikulnya penuh tanggungjawab karena itu amanah.
Atasan tentu telah mempunyai pertimbangan berdasarkan kompetensi yang dimiliki bawahannya.
Jabatan bukanlah hak yang senantiasa dapat diminta oleh setiap ASN, meskipun jabatan tersebut sangat pantas dan cocok dengan ilmu dan kompetensi yg Ia miliki.
Aparatur dalam mendapat jabatan tersebut harus menunggu dan mengikuti kemauan pimpinan. Dalam istilah sekarang mereka harus ikut kompitisi lelang jabatan dengan membentuk tim khusus yang terdiri dari berbagai unsur guna mendapatkan sosok yang tepat dan jauh dari penilaian subyektif.
Objektifkah tim ini bekerja, ya tentu saja objektif bila dilihat dari kacamata birokrasi. Lalu bagaimana masyarakat lain menilainya ya tetap objektif. Persoalan muncul apabila peserta itu sendiri yang membocorkan kepada orang luar. Biasanya yang diranking sesuai urutan nilai tertinggi, apakah 3 atau 5 orang. Persoalan siapa yang akan dipilih itu miliknya pimpinan. Lalu berfungsikah tim dengan kegiatan lelang jabatan itu. Ya fungsinya hingga meranking. Bahkan sistem ini bisa saja tidak dilalui dan langsung keluar SK jabatan sebagai yang terjadi pada jabatan tertentu di provinsi maupun kota dan kabupaten.
Tim tidak dapat mengintervensi, paling paling menggerutu apa adanya. Belum terdengar oleh kita, ada sanggahan dan bantahan dari tim,bila user menyimpang dari apa yang dirankingnya.
Itu persoalan klasik yg sering terjadi dalam birokrasi, bila diusik semakin asyik.
Berbeda apa yang terjadi di jajaran Pemda Agam. Meskipun dia diberi amanah hanya selang sehari lalu menyatakan mundur. Bolehkah ia bersikap demikian. Ya boleh dan itu syah dan bahkan tidak takut dengan kehilangan tunjangan jabatan.
Adalah Hadi Suryadi sosok konsisten dan berpendirian, meskioun kehilangan jabatan. Ia merasa tidak nyaman dengan jabatan barunya sebagai staf ahli bupati Agam, sehingga sehari setelah dilantik langsung menyatakan mundur. Ia dilantik Rabu 4 Oktober lalu pada tanggal 5 Oktober bertepatan dengan peringatan hari TNI, ia mengajukan pengunduran diri.
Alasan Hadi mengundurkan diri cukup klasik ,meluncur dari mulutnya ingin istirahat buat sementara. Namun ia juga tidak menampik bahwa posisinya sebagai staf ahli bupati juga tidak cocok dan tidak ada pekerjaan. Ia sudah buktikan itu dengan masuk ke ruang kerja staf ahli. Disana hanya kursi dan meja kosong. Sepi dari surat masuk. Bahkan koran-pun tidak ada untuk dibaca,katanya. Ketimbang makan hati lebih mengundurkan diri. Dalam seingat saya di pusaran sudah dua pejabat yang berani mengundurkan diri, yakni Misran dan Hadi Suryadi.
Hadi Suryadi sebelumnya adalah Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga yang kini digantikan oleh Ir Jetson yang sebelumnya staf ahli merangkap Sekwan.
Akankah diproses pengunduran diri Hadi Suryadi, kita tunggu nyali bupati Indra Catri yang kini tengah mengikuti pendidikan Lemhanas.**