Oleh Irwan Prayitno
Umat Islam telah selesai melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan 1438 Hijriah. Di sepuluh hari terakhir Ramadhan banyak kaum muslimin yang melaksanakan sunnah Nabi SAW yaitu iktikaf. Pada sepuluh hari terakhir itu ada sebuah malam yang disebut Lailatul Qadar. Bagi yang mampu mendapatkan malam tersebut, maka pahalanya lebih baik dari ibadah selama 1000 bulan.
Setelah selesai melaksanakan ibadah puasa selama sebulan penuh, maka di awal bulan baru (Syawal) umat Islam merayakan Hari Idulfitri. Pada hari ini umat Islam bersukacita. Takbir dan tahmid dikumandangkan. Dalam keceriaan itu, di bulan Ramadhan hingga menjelang shalat Id seluruh umat Islam diwajibkan membayar zakat fitrah berupa bahan pokok sejumlah 3,5 liter per orang. Baik kaya maupun miskin, baik yang baru lahir maupun yang sudah tua.
Dari Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perkara sia-sia dan perbuatan keji, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barangsiapa menunaikannya sebelum shalat (Id), maka itu adalah zakat yang diterima. Dan barangsiapa menunaikannya setelah shalat (Id), maka itu adalah satu sedekah dari sedekah-sedekah.” (HR. Abu Daud)
Zakat fitrah memiliki dimensi sosial yang tinggi. Bagi yang mampu, selain menyucikan diri ini juga akan membentuk kepedulian sosial terhadap sesama. Bagi yang hidupnya sederhana, ia akan mendapatkan kesucian diri dari zakatnya, dan bagi mereka yang diberikan zakat fitrah akan mendapatkan kegembiraan karena bisa membeli makanan dan baju untuk hari raya.
Zakat fitrah memang bukan zakat harta (maal). Jika zakat harta memiliki nasab (batas tertentu agar bisa dibayarkan zakatnya) dan tidak semua orang harus membayar karena belum mencapai nasab maka zakat fitrah diwajibkan kepada seluruh umat Islam tanpa kecuali. Umat Islam yang berpuasa tapi tidak membayar zakat fitrah, maka Allah SWT dan RasulNya akan murka.
“Barangsiapa yang tidak membayar zakat yang wajib atasnya, (kelak) di hari kiamat akan dimunculkan baginya ular jantan yang memiliki bisa sangat banyak. Ular tersebut akan menarik kedua tangan orang itu dan berkata kepadanya, ‘Saya ini adalah harta dan kekayaan yang telah kamu kumpulkan di dunia.” (HR. Al Bukhari)
Melihat bunyi hadis demikian, maka sesungguhnya inilah letak keadilan ajaran Islam. Pembelaan kepada kaum dhuafa sangat jelas dan kuat. Sebulan penuh berpuasa dalam rangka menahan haus, lapar dan nafsu serta mengajak berempati akan kehidupan kaum dhuafa, menjelang Idulfitri diwajibkan membayar zakat fitrah agar mereka yang dhuafa bergembira di Hari Idulfitri.
Selain itu, kegembiraan di Hari Idulfitri adalah silaturahim sesama saudara, tetangga, teman yang sudah membudaya di Indonesia. Dan bahkan di antara negeri muslim, hanya ada di Indonesia, yaitu halal bihalal. Pada Hari Idulfitri, umat Islam saling mengunjungi satu sama lain, saling memaafkan. Sehingga hati mereka kembali bersih, selain telah melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh.
Silaturahmi yang merupakan wujud kegembiraan di Hari Idul Fitri juga merupakan pembuka pintu rezeki. Ini seperti disabdakan oleh Rasulullah SAW.
Dari Anas bin Malik r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa ingin dilapangkan baginya rezekinya dan dipanjangkan untuknya umurnya hendaknya ia melakukan silaturahmi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sudahlah membuka pintu rezeki dan memanjangkan umur, silaturahmi saling bermaafan juga membersihkan hati. Andaikan saling bermaafan tidak hanya di Hari Idulfitri, mungkin pengaruh positifnya dalam kehidupan akan lebih banyak lagi, sehingga kesuksesan hidup lebih cepat dan lebih banyak diraih.
Rasulullah SAW pernah menceritakan kisah orang ahli surga yang amalan utamanya adalah memaafkan kesalahan orang lain setiap malam sebelum tidur, hingga ada sahabat yang mencari tahu. Dan ternyata memang benar, amalan utamanya adalah memaafkan kesalahan orang lain yang menzalimi dirinya. Tidak ada amalan lain yang terlihat menonjol oleh sahabat yang mencari tahu tersebut.
Semoga di momentum Idulfitri ini, kita dapat mengambil pelajaran dari silaturahmi saling bermaafan dan saling memaafkan, yang pengaruhnya dalam kehidupan kita ternyata sangat positif. Dan juga tak lupa kita sucikan diri kita setiap tahun dengan memastikan sudah membayar zakat fitrah. Aaamiin. *(Penulis adalah Gubernur Sumbar)