Oleh Khairil Anwar
Pada tahun 2000 SM (abad 20 SM), bangsa “Mee Nam” datang secara beruntun dan menetap di Minangkabau, dari Minangkabau mereka berkembang sampai ke Madagaskar, dan Kepulauan sekitar Lautan Teduh, kebudayaannya banyak tertinggal di Minangkabau.
Bangsa asli itu tidak tahu lagi dari mana nenek moyang mereka berasal, mereka katakan bahwa mereka berasal dari langit melalui puncak gunung Merapi, sehingga mereka katakan dalam pepatah ; dimano titiak palito, dibaliak telong nan batali, dimano asa orang iko, dari puncak gunung Merapi.
Dari kata telong saja dapat disimpulkan bahwa yang membuat pepatah tersebut adalah bangsa “Mee Nam”.
Bangsa “Mee Nam” adalah ahli sejarah “Proto Melayu” atau disebut juga “Melayu Tua”, mereka menghormati kerbau, lambang kepala kerbau dan tanduknya menjadi kemuliaan mereka, moyang mereka yang meninggal naik nirwana melalui batu mejan yang tinggi, makin tinggi dan makin bagus bentuk mejan yang dibuat, maka makin lancar dan makin bagus surga yang ditempati, serta makin mudah mereka membantu keturunannya memasuku surga.
Lambang mejan yang tinggi itu disebut “Menhir”. Menhir ini banyak terdapat di nagari Maek Kecamatan Guguak Kabupaten 50 Kota.
Kebudayaan yang menghormati kepala kerbau bertanduk itu masih tertinggal di Minangkabau, Batak dan Toraja.
Orang Minangkabau menyebut bahwa adat itu mengatur hubungan antara manusia dengan tuhan, antara manusia dengan manusia, dan antara manusia dengan alam sekitarnya, maka agama Menhir itulah “adat asli orang Minangkabau”. (Bersambung…).