Laskar Pelangi: Catatan
Dhimam Abror Djuraid
Masyarakat Indonesia pada umumnya tahu sangat sedikit mengenai Bangka-Belitung. Demikian halnya terhadap daerah-daerah lain di Indonesia. Satu-satunya yang dikenal dari Bangka adalah bahwa daerah itu menjadi penghasil utama timah. Selebihnya tidak banyak yang diketahui dari wilayah itu. Itulah keterbetasan wawasan rerata orang Indonesia terhadap wilayah Nusantara ini.
Untunglah ada novel ‘’Laskar Pelangi’’ yang ditulis oleh putra daerah Bangka bernama Andrea Hirata. Ketika novel ini terbit pada 2005 banyak yang mengira penulisnya berasal dari Jepang, atau setidaknya keturunan Jepang. Ternyata penulisnya asli kelahiran Bitung dan menjadi tokoh utama novel itu.
Dunia sastra Indonesia selalu kembang kempis. Sudah sangat lama tidak ada karya sastra yang bisa dibaca banyak orang. Laskar Pelangi menjadi pendobrak kejumudan itu karena tiba-tiba menyihir imajinasi jutaan orang Indonesia yang tersadar akan adanya sebuah daerah kecil, terpencil, dan miskin, tetapi sangat eksotik.
Dalam waktu singkat Laskar Pelangi menjadi best seller, dicetak ulang 14 kali dan dijadikan film layar lebar dengan judul yang sama. Andrea Hirata langsung moncer sebagai novelis muda yang sangat populer. Novel-novelnya banyak diburu orang dan ia menjadi selebritas.
Laskar Pelangi adalah potret kemiskinan yang dibikin indah. Sebuah desa yang melarat, anak-anak yang tidak mendapatkan fasilitas yang memadai, warga desa yang harus berjuang menghidupi keluarga dan harus melibatkan anak-anaknya untuk membantu ekonomi keluarga. Semuanya adalah potret kemelaratan yang disajikan dengan indah dalam novel itu.
Dua puluh tahun berlalu sejak Laskar Pelangi terbit, Bangka-Belitung kembali dilupakan orang. Mungkin sudah lebih banyak orang yang berkunjung kesana, untuk datang ke kampung Andrea Hirata, mengunjungi museum sastra yang didirikannya, dan menapak tilas lokasi Laskar Pelangi. Tetapi selebihnya tidak banyak lagi yang didengar dari daerah itu.
Sekarang perhatian khalayak kembali tertuju ke wilayah itu dengan alasan yang berbeda. Sekarang muncul lagi selebritas dari wilayah itu dengan profil yang sangat berbeda. Kasus korupsi timah di Bangka yang menggerogoti uang rakyat sampai Rp 271 triliun membuat perhatian orang kembali tercurah ke wilayah itu. Angka korupsi yang fantastis itu membuat banyak orang terpana, tak percaya.
Dulu Andrea Hirata muncul menjadi selebritas karena potret kemiskinan yang eksotis. Sekarang muncul selebritas baru, Harvey Moeis dan istri selebritasnya Sandra Dewi, yang digambarkan sebagai crazy rich dengan segala macam kemewahan yang hanya bisa ditonton dalam sinetron-sinetron Indonesia. Semua khayalan yang tergambar dalam sinetron itu ternyata ada dalam hidup keseharian pasangan Harvey Moeis dan Sandra Dewi.
Dua orang itu ada di pusaran utama kasus korupsi gigantik ini. Harvey Moeis seorang pengusaha muda ganteng ala Bento-nya Iwan Fals. Sandra Dewi, pesohor dunia hiburan yang menjadi sosialitas papan atas. Pasangan itu pamer kekayaan secara gila-gilaan, mulai dari Rolls Royce untuk mengantar anak sekolah, sampai pesawat pribadi untuk pelesir keliling dunia.
Untuk menggenapi gambaran kegilaan pasangan itu sang anak yang masih berusia 2 tahun pun dibelikan sebuah pesawat pribadi. Rasanya tidak ada lagi pameran kekayaan yang lebih gila ketimbang hal itu. Dan, semuanya dilakukan dengan penuh kebanggaan.
Harvey Moeis diyakini bukan pemain utama dalam sinetron korupsi raksasa ini. Tetapi, kasus ini sekarang lebih sering muncul di segmen infotainment sehingga esensi kasus korupsinya menjadi kabur. Jaringan korupsi tambang yang sudah berkarat menggurita puluhan tahun menjadi kabur karena telah terjadi selebrisasi terhadap kasus korupsi itu.
Korupsi adalah kejahatan kemanusiaan yang mengakibatkan kesengsaraan rakyat banyak. Begitulah teorinya. Seorang Harvey Moeis bisa membelikan anak balitanya sebuah pesawat pribadi, sementara Si Ikal dan Si Lintang, dua karakter di Laskar Pelangi itu harus berjuang keras untuk bisa mendapatkan pendidikan paling dasar, dan harus ikut bekerja membantu ekonomi keluarga. Korupsi brutal yang dilakukan oleh Harvey Moeis telah menyebabkan kemiskinan dan kebodohan struktural pada banyak anak di Bangka dan di seluruh Indonesia.
Kasus korupsi ini hanya salah satu bagian saja dari jaringan korupsi tambang yang terjadi secara luas dan mengerikan di banyak daerah di Indonesia. Bangka harusnya kaya raya dengan kekayaan timahnya, sebagaimana daerah-daerah lain yang seharusnya kaya karena kekayaan alamnya yang berlimpah.
Pernyataan retoris selama masa kampanye menyebutkan bahwa kalau jaringan korupsi tambang diberantas maka setiap warga negara Indonesia akan mendapatkan bagian Rp 20 juta setiap bulan. Pernyataan ini memang bersifat retoris, tetapi unsur kebenaraannya sangat nyata.
Kalau jaringan mafia tambang di Bangka bisa diberantas, maka wilayah itu harusnya menjadi makmur dan kebutuhan ekonomi dan pendidikan bisa dipenuhi secara gratis. Sosok seperti Lintang dan Ikal–yang akhirnya dengan kerja keras bisa kuliah ke luar negeri–seharusnya lebih banyak lagi muncul dari berbagai daerah di Bangka.
Banyak yang mencurigai ada motif politik di balik pembongkaran kasus ini. Banyak yang menduga kasus ini akan berakhir ‘’happy ending’’, tidak akan tuntas menyelesaikan masalah. Harvey Moeis dan Helena Lim—crazy rich yang juga menjadi pelaku korupsi–akan dikorbankan untuk melindungi jaringan korupsi yang sudah berurat berakar.
Dua orang itu menjadi ‘’korban enak’’, karena, meskipun mendekam di penjara tetapi harta hasil korupsi mereka masih tetap berlimpah. Ada penyitaan aset, tetapi yang disita hanyalah harta bergerak yang menarik untuk publikasi saja. Aset yang tersembunyi tidak akan banyak ditelusuri.
Selama 10 tahun terakhir indeks korupsi Indonesia berada pada level 34 yang membuat Indonesia masuk dalam kategori negara korup. Pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak terlalu peduli dengan kondisi ini, dan lebih sibuk dengan proyek cawe-cawe untuk memastikan keberlanjutan kekuasaan dinastinya. Bahkan, kalau indeks korupsi Indonesia ada di juru kunci pun Jokowi tidak akan peduli.
Laskar korupsi dan laskar oligarki akan tetap perkasa, dan Laskar Pelangi akan tetap miskin dan menderita. ()