Dinamika Kongres XXV di Bandung:
Jejak Digital Atal Depari Makin Merusak Marwah PWI !
Oleh Zulnadi
Pada tanggal 4 Juli 2023 lalu, Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat berkirim surat ke seluruh PWI Provinsi di Tanah Air, tujuannya untuk melakukan pemutakhiran dan verifikasi data Kartu Tanda Anggota Biasa (KTA-B), sebagaimana penegasan Bab VII Peraturan Rumah Tangga (PRT)6 PWI, Pasal 30 ayat (3) a-b-c-d-e-f dan ayat (4) tentang jumlah hak suara, di Kongres PWI XXV yang berlangsung di Bandung tanggal 25-26 September mendatang.
Dijelaskan, KTA-B agar segera diperpanjang (kalau sudah habis masa berlakunya) atau ditingkatkan statusnya bagi Kartu Anggota Muda (KTA-M) dengan syarat melampirkan sertifikat uji kompetensi wartawan (UKW). Khusus KTA-M, syaratnya minimum telah 2 (dua) tahun masa berlaku keanggotaan nya.
Surat yang ditandatangani Ketua Umum Atal S Depari, Sekretaris Jenderal Mirza Zulhadi, dan Ketua Bidang Organisasi Zukifli Gani Ottoh, (catatan ;Zugito kena sanksi skorsing satu tahun dari DK ). Namun Ia tetap eksis karena dibackup penuh oleh Atal.
Surat PWI pusat itu menegaskan agar PWI Provinsi mengirim dalam batas waktu selambat-lambatnya pada 29 Juli 2023. Dari pemutakhiran dan verifikasi ini maka pada tanggal 29 Agustus 2023, Pengurus PWI Pusat akan menetapkan Daftar Keanggotaan PWI masing- masing provinsi. Jumlah ini akan menentukan jumlah hak suara dalam Kongres di Bandung.
Namun anehnya, terhitung sudah 10 hari, sampai 8 September, Pengurus PWI Pusat belum mengeluarkan daftar pemilih tetap alias DPT—kalau istilah dalam Pemilihan Umum—baik secara terbuka maupun berupa surat ke PWI Provinsi. Sehingga banyak yang tidak tahu bagaimana hasil pemutakhiran dan verifikasi yang dilakukan PWI Pusat.
Jangankan anggota PWI pada umumnya, kandidat yang bakal maju juga ingin mengetahui data tersebut untuk membuat semacam hitung- hitungan.
Isu yang berkembang dan berseliweran, sampai pekan ini adalah masih ada upaya penambahan KTA-B bagi provinsi yang mendukung petahana. Angkanya masih diutak-atik. Misalnya ada yang status anggota muda belum mencapai 2 tahun, tetapi ada dispensasi atau diskresi dari pengurus pusat untuk menjadi anggota biasa. Otomatis angka dari provinsi anggota tersebut akan bertambah.
Ini juga akan mempengaruhi peta kekuatan dalam penentuan Ketua Umum PWI Pusat dalam Kongres PWI di Bandung nanti.
Sejauh ini baru empat kandidat Ketum yakni Hendry Ch Bangun, Zumansyah Sakedang, Achmad Munir dan petahana Atal. Jelas yang diuntungkan adalah Atal yang di Kongres tahun 2018 juga hanya menang dengan selisih 2 suara atas Hendry Ch. Bangun. Apakah karena ada banyak kompetitor, Atal S Depari, takut kalah?. Bisa jadi, karena di Kongres nantinya juga bisa muncul kandidat baru.
Isyu akan terus berkembang menjadi liar, apabila Pengurus PWI Pusat bersifat tertutup dan tidak menunjukkan transparansi soal proses pemutakhiran dan verifikasi KTA-B. Apalagi yang melakukan dia dan dia lagi, alias pengurus yang pastilah menjadi bagian dari petahana. “Jadi kalau bersih, kenapa risih? Jika jujur, kenapa tertutup?”, komen Wartawan Senior di Jakarta.
Kritik terhadap PWI Pusat sebelumnya juga sudah dilontarkan karena orang-orang yang duduk di Panitia Pengarah (Steering Committee) dan Panitia Pelaksana (Organizing Committee) adalah orang-orang kepercayaan Ketua Umum PWI Atal S Depari. Tidak ada unsur Dewan Kehormatan dan Dewan Penasehat di keputusan awal, lalu kemudian ditambah dengan dari Dewan Penasehat dalam versi terbaru.
Ketua SC dijabat Zulkifli Gani Ottoh, yang juga Ketua Bidang Organisasi PWI Pusat, dan Ketua Tim Perbaikan PD PRT yang ditunjuk Pengurus PWI Pusat.
Ini aneh bin ajaib. Seorang pengarah tetapi juga seorang pelaksana. Zulkifli nanti akan melaporkan hasil kerja Tim PD PRT tetapi pada saat yang sama dia menjadi SC yang memberi pengarahan pada pelaksana? Dua orang berada di posisi yang secara struktural berbeda derajat kedudukan pada saat yang sama.
Apalagi kalau mengingat bahwa Zulkifli ini sudah diberhentikan sebagai anggota PWI oleh Dewan Kehormatan, yang sayangnya rekomendasi DK tidak dilaksanakan Pengurus PWI Pusat sebagaimana terkait dengan Kewenangan DK di PD PRT PWI.
Ada belasan ribu anggota PWI di seluruh Indonesia, dan ada puluhan anggota Pengurus PWI Pusat, dan seolah hanya Zulkifli yang memiliki kemampuan untuk menduduki beberapa jabatan rangkap. Ada apa? Hutang budi?
Masih ada lagi. Yakni soal adanya pembatasan dalam proses pencalonan seseorang untuk maju menjadi Ketua Umum PWI di Kongres. Terlihat pada rancangan tata tertib, yang sudah beredar luas di banyak pengurus PWI Provinsi. Bisa jadi perlu pembatasan tetapi sifatnya harus fleksibel agar dapat menampung sebanyak mungkin calon ketua umum.
Seluruh anggota PWI yang tersebar di 38 provinsi, harus berani menggugat kecurangan yang seperti sistematis dan massif ini.
1. Soal hak suara provinsi-provinsi.
2.Soal panitia pengarah dan panitia pelaksana yang mayoritas diduduki oleh orang-orang Atal.
3.Soal tata tertib yang cenderung mengeliminasi calon potensial. Hal-hal seperti ini akan mengurangi kehormatan Kongres PWI ke-25 ini.
Kemana harus mengadu? Dewan Penasehat, jangan tanya lagi dan seperti bisu tak bersuara karena memang kebanyakan dipilih Atal S Depari.
Dewan Kehormatan dengan melakukan berbagai pelurusan agar organisasi berjalan sesuai dengan PD PRT dan Kode Perilaku Wartawan, tetapi malah difitnah seolah-olah ingin mengurangi kekuasaan Pengurus Pusat.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa menunjukkan jalan yang benar, mengetuk hati Pengurus Pusat untuk bertobat dan memperbaiki selagi masih ada waktu sebelum Kongres XXV berlangsung pada 25-26 September mendatang. Aamiiin. Tidak mustahil Kongres PWI bakal kandas diboikot banyak peserta karena sudah terlalu berbau amis. Bahkan beredar issue beberapa daerah meminta Pengurus untuk tidak memberikan atau mengarahkan suara kepada petahana.
Padang, 8 September 2023.