Basril Basyar, “Latto-Latto ” PWI Sumbar: Oleh Zulnadi
Rasanya belum pernah ranah Minang dipermalukan seperti ini, hanya karena ambisi Basril Basyar memaksakan diri menjadi Ketua PWI Sumbar untuk ke tiga kalinya. Padahal, Minang dikenal sebagai lumbung cendekiawan, alim ulama, wartawan, sastrawan yang kharismatik, teladan, mengharumkan nama bangsa dan negeri sejak dulu kala.
Basril Basyar mirip “Latto-Latto”. Latto- Lattonya PWI Sumbar. Latto-Latto adalah mainan anak-anak yang sedang populer di Tanah Air saat ini. Mainan itu berbentuk dua bola polimer padat, masing-masing berdiameter sekitar 2 inci (5 cm), diikatkan pada tab jari dengan tali yang kokoh.
Pemain memegang tab dengan bola yang tergantung di bawah dan melalui gerakan tangan naik-turun membuat kedua bola berayun terpisah dan saling membentur menimbulkan suara klak berulang-ulang ( latto-latto) yang kemudian menjadi nama pada mainan itu.
Mirip itulah Basril Basyar dengan ambisinya : membentur di atas dan di bawah akibat ayunan dua pribadi dalam dirinya. Satu pihak : sangat terpelajar. Di pihak lain : naluri jahat dan premanisme. Dia yang memulai dengan kebohongan ketika mengikuti konferensi PWI Sumbar tanggal 23 Juli tahun lalu. Bebe — begitu panggilan akrabnya– sebenarnya mengetahui aturan PWI berupa Kode Prilaku Wartawan- KPW yakni pasal 16 poin 2; tidak membenarkan PNS sebagai wartawan. Maka ia pun mengelabui ( atau bersekongkol) dengan Ketua Bidang Organisasi PWI Zulkifli Gani Ottoh-Zugito yang membukakan jalan untuk maju dalam pemilihan Ketua PWI Sumbar. Zugito yang tiba sehari sebelum konferensi, Jumat, 22 Juli selalu didampingi pergi bersama, walaupun sempat mampir di kantor PWI sejenak.
Berbekal surat pengunduran diri sebagai PNS dari dekannya lalu disahkan Zugito, Bebe pun menjadi Ketua PWI Sumbar. Tapi Dewan Kehormatan PWI Pusat jeli. Zugito memang punya jejak digital buruk mirip ” Latto-Latto” juga, sejak masih memimpin di PWI Makassar. Gedung PWI Sulsel yang megah dan historis kini lenyap lantaran ulah Zugito. Setelah gedung dikomersilkan tanpa hak, Gubernur Sulsel pun digugat. Tak heran jika yang bersangkutan dikenai sanksi skorsing setahun oleh DK PWI tahun lalu.
Sesuai fungsi sebagai pengawas, DK PWI mencium gelagat permufakatan jahat terhadap organisasi. Kelak itu memang terbukti bahkan sampai tanggal 23 Desember 2022, Bebe masih PNS. Buktinya, ia baru mengajukan surat mundur ke Rektor UNAND dan dijawab pada tanggal sama oleh Rektor dalam hal ini Wakil Rektor III Universitas Andalas Ir Insannul Kamil bahwa permohonan yang bersangkutan akan diproses sesuai ketentuan yang berlaku.
Itu yang bikin geram DK-PWI. Sebenarnya, sejak bulan Agustus yang bersangkutan telah diberi kesempatan oleh PH PWI untuk mengurus pengunduran dirinya, tetapi itu tidak dilakukan. Bebe hanya sibuk menghabiskan waktu berpolemik, membuat surat terbuka, bikin somasi, tetapi urusan pokoknya tidak dikerjakan.
Lucunya ia mengultimatum pengurus PWI Pusat pula untuk melantiknya. Sibuk menyoal dasar hukum putusan DK PWI padahal ini terkait urusan dan aturan organisasi. Sibuk berakrobatik menutupi kebohongan yang konsekwensinya menciptakan kebohongan baru lagi.
Dengan status masih sebagai PNS masuk akal jika DK PWI geram. Bebe dianggap sebagai orang luar yang mau mengacau mengintervensi organisasi PWI. Itu haram hukumnya. Presiden saja pun tak boleh mengintervensi organisasi wartawan.
Satu hal yang tampak diabaikan Bebe. Watak dasar wartawan itu harus terbuka, jujur, sportif, menyegerakan ralat atau koreksi kalau salah atau keliru. Wartawan bisa salah, wartawan tempatnya keliru, tetapi berbohong haram dilakukan wartawan.
Maka, pelantikan itu meminjam istilah Heranof, Ketua PWI Sumbar, periode 2017-2022, itu sebuah kemungkaran karena mengakali peraturan PWI. Boleh saja Bebe sudah berhasil memperdaya satu dua orang pengurus PWI, katakanlah, Ketum Atal Depari dan Ketua Bidang Organisasi Zugito — tapi posisi keduanya di bawah peraturan. Peraturan melarang PNS/ASN jadi anggota PWI itu ada di atas kedua orang itu. Pendidikan Bebe yang sangat tinggi mestinya sudah bisa membuang tabiat yang tercela. Apalagi dia Ketua DKP yang mesti memahami aturan organisasi
Apa dalil yang dikemukakan Pengurus Harian PWI Pusat..? Kemenangan Bebe dalam pemilihan 23 Juli 2022. Ini sudah dianulir karena syaratnya tidak terpenuhi. Orangnya masih PNS. Yang diajukan surat Dekan Fakultas Peternakan Unand. Isi suratnya masih akan dipertimbangkan. Apakah dia sudah berhenti..? Belum. Lalu surat Dekan ini dinyatakan sah oleh Zugito (Ketua Bidang Organisasi PWI Pusat). Kan pembohongan publik. Kemudian oleh Rapat Pleno PWI Pusat dengan menetapkan PLT Ketua PWI Sumbar, selama 6 bulan, dari 12 Agustus 2022 sampai 12 Januari 2023. Dalam rentang waktu itu jika Bebe bisa dapat surat berhenti PNS, lanjut dia. Waktu 6 bulan diberikan untuk mengurus berhenti PNS tidak dilakukan Bebe. Buktinya, dia mengajukan permohonan lagi kepada Rektor. Surat permohonan dibalas Wakil Rektor III Unand, isinya akan memproses. Artinya baru mau diproses pada 23 Desember 2022. Berarti tidak ada hubungan dengan surat Dekan yang diajukan pertama Juli 2022. Kalau surat Dekan memang diproses, tentu selama 6 bulan sudah jauh perjalanan urusan pensiun yang bersangkutan. Bisa-bisa surat Wakil Rektor juga berdiri sendiri, tidak berjalan juga proses berhentinya dari PNS.
Terlihat jelas, bahwa pengajuan berhenti dari Dosen Unand tidak terjadi sejak Juni sampai Desember 2022. Unand pun disinyalir ikut bermain?
Bunyi surat Wakil Rektor itu, berjanji akan diproses. Artinya yang bersangkutan tetap PNS sampai proses itu selesai 1 atau 2 tahun lagi. Siapa yang bisa menjamin itu cepat selesainya? Selama proses permohonan berhenti berjalan dia kan tetap PNS Golongan IV. Ini berpotensi merugikan negara karena harus pula membayar gaji Bebe dari pajak rakyat yang hidupnya semakin payah sekarang. Kenapa ya ada orang seperti Bebe ini? Rasanya tidak ada orang Minang seperti ini.
Entah seperti apa permainan Bebe ini menyebabkan Atal dan Zugito seperti di cucuk hidungnya sehingga tidak lagi menggunakan nalar. Semua aturan organisasi yang mestinya dipatuhi diabaikan begitu saja. Mereka nekat untuk melantik yang bersangkutan. Konon kabarnya akan dilakukan tanggal 13 Januari 2023.
Kita tentu bertanya, di mana sekitar 20 penasihat PWI sampai tutup mata membiarkan Atal dan Zugito melanggar aturan PD/PRT/KPW. Apakah dunsanak para penasihat itu kebanyakan tukang iklan, pemred EO maka seperti tak punya waktu untuk qatam aturan organisasi? Membuat mereka seperti “ketimun bungkuk ” yang di pasar manapun tidak ada hitungannya, kecuali menuhmenuhin karung saja.
Komitmen Berkawan
Bagi sebagian wartawan senior di PWI Sumbar, majunya Bebe sebagai Ketua tidak lah masalah, “lambutlah”(silakan) seberapa “talap”( sanggup) asal berada dalam koridor aturan yang berlaku di PWI yaitu PD, PRT dan KPW. Ini adalah sandaran aturan dari organisasi yang sudah baku dan tidak perlu pula aturan ini diakal-akali sedemikian rupa.
Sedikit menoleh ke belakang. Sebulan sebelum konferensi Eko Yance Edrie selaku inisiator mengajak seluruh pengurus berembug di salah satu rumah makan. Tujuannya bagaimana konferensi lancar dan aman. Jika ada yang maju silakan, tapi jangan ada yang saling menjatuhkan. Majulah secara elegan, tanpa merusak silaturahim yang terjalin selama ini. Istilahnya konferensi badunsanak. Begitu Eko memaparkan.
Memang dalam pertemuan tersebut Bebe tidak hadir karena ada keperluan lain, namun lewat Eko dan Heranof, dia menyetujui apa yang disepakati.
Pada pertemuan itu, ditanya satu persatu apakah mau maju. Tak satupun yang menyatakan. Maka diambil kesimpulan; Heranof didukung untuk periode ke 2. Maka pertemuan pun bubar.
Bagi Heranof, dari kesederhanaannya tak tampak ambisi untuk jadi ketua sekali lagi. Jika ada yang maju, maka dia mundur dan mendukung calon tersebut.
Soal Bebe mau maju memang tak kelihatan sama sekali. Apalagi sudah dua kali jadi Ketua dan terakhir Ketua DKP.
Hal ini diperkuat adanya komitmen mereka berdua ( Heranof-Bebe) dimana Bebe mendorong Heranof maju untuk kedua kali.
Suatu ketika saat mereka berdua ke Jakarta diajak Wako Padang terlontar ucapan Bebe, “Saya ndak bisa maju lagi, Ketua Pak Heranof. Kalau saya bisa heboh orang se Indonesia,” ujarnya dihadapan Ketua PWI Jambi, Ridwan Agus. Terbukti!
Saat pertemuan bertiga di kantor Amiruddin. Tidak ada deal-deal disitu. Hanya diskusi tentang strategi saat di konferensi. Amiruddin tampaknya sudah mencium tanda-tanda Bebe akan maju dan menggalang massa pemilih maka dipertemukan dengan Heranof untuk mencari titik temu. Ternyata Bebe tetap bersikap seolah akan bersama Heranof melanjutkan tugas masing-masing Heranof ketua PWI, Bebe ketua DKP.
Tidak menyebut sama sekali rencana untuk maju sebagai ketua. Mereka berteman dekat, saling membantu selama ini bahkan sejak konferensi 2007. Tapi kali ini teman urusan belakang, jabatan nomor satu. Massa pendukung sudah disiapkan, surat dari dekan sudah dikantongi. Apalagi yang dipikir, yaitu meloloskan syarat tersebut kepada pimpinan sidang. Tim yang akan melambungkan topik legalitas PNS sudah terlihat dirancang pula. Sungguh mantap persiapannya untuk meloloskan rencana itu. Tapi di Sumbar lolos melalui pimpinan sidang, di Jakarta, terjadi reaksi keras. Ini ada permainan tentang status PNS yang belum berhenti. Suratnya baru ke tingkat Dekan.
Dalam dialog di TV Padang; Senin 25 Juli 2022 ( Eko, Heranof dan Bebe). Terucap oleh Bebe, Ia maju spontan karena dorong kawan kawan dari daerah. Ini terungkap belakangan : itu juga kebohongan. Karena faktanya Ia telah mempersiapkan jauh jauh hari surat mundur yang dibuatnya tanggal 6 Juli dan penggalangan suara tiga bulan sebelumnya.
Dalam dialog tersebut juga terungkap; maju karena sakit hati. Begitu didesak presenter; sakit hati kepada siapa, Bebe tak mau mengungkapkan. Belakangan baru terungkap Ia sakit hati kepada Zulnadi dan Gusfen Khairul yang selama 5 tahun setia mendampinginya sebagai Ketua DKP PWI Sumbar. Zulnadi, sekretaris, sedangkan Gusfen anggota.
Kemudian, buah nyata dari ambisius seorang Bebe ini, adalah terenggutnya silaturahmi dan soliditas organisasi PWI, yang merupakan kebanggaan organisasi ini sejak lama. Silaturrahmi yang terbentuk dalam aktifitas sehari-hari di PWI kini sirna. Hubungan Bebe dengan kalangan senior sudah bagai minyak dan air. Pasca pelanggaran PD PRT dan KPW ini, tidak ada lagi senda gurau, garah-garah kudo, kegembiraan bermain gaplek sambil menyantap kuliner bersama.
Tak apa, itulah buah yang diinginkan Bebe atas sikap ambisinya menjadi Ketua PWI.
Ada Bebe atau tidak, PWI akan tetap ada dan berkibar dari para anggotanya. Namun hakikat berorganisasi, dimana intinya adalah silaturahmi, soliditas, pemberdayaan, pasti secara fakta akan tergerus oleh ambisi-ambisi yang memalukan PWI ini. Tidak ada nilai baik yang bisa dipetik dari semua kejadian ini, kecuali hanya mempertontonkan kehebatan melanggar aturan kepada anggota PWI se Indonesia, yang dilakukan dengan sadar dan tanpa rasa malu.***