Catatan Zulnadi; Dari Bank Nagari dan Rakor di Mentawai Hingga Epyardi Maradang
Dalam dua pekan ini, ada dua topik hangat tengah menggelinding dalam pemberitaan, baik medsos dan tentu saja di berbagai komunitas Whatshap.
Topik itu adalah soal Bank Nagari yang belum juga mengarah pada Bank Nagari Syariah dan Soal Rakor dengan Bupati/Walikota se Sumbar di Kepulauan Mentawai yang sepi dari kehadiran Bupati/Walikota.
Soal Bank Nagari ini, Gubernur Sumbar Mahyeldi Anshsarullah sedikit kesal dan gerah, kenapa belum terwujud juga, apa masalahnya, dimana sengkarutnya. Sehingga pada Subuh Mubarakah, minggu 6/03 di Masjid Raya Sumbar terlontar kalimat;” bagi direksi yang tidak sejalan dipersilakan mundur”.
Pernyataan gubernur ini menjadi bola liar yang ditanggapi balik oleh Ketua DPRD Sumbar, Supardi juga oleh Direksi Bank Nagari sendiri.
Banyak kalangan menilai pernyataan tersebut kurang tepat dan bukan konsumsi untuk umum seharusnya.
Banyak pula mempertanyakan dan meragukan, apakah betul gubernur berbicara demikian. Sebab, setelah ditelusuri sumber berita yang beredar itu adalah RELIS resmi dari Dinas Kominfotik Sumbar. Bukan hasil liputan Wartawan.
Jika itu Relis resmi, apakah sudah mendapat persetujuan langsung dari Gubernur?. Sebab ini menyangkut kebijakan yang harus melibatkan banyak pihak.
Persoalan Rapat Koordinasi di Mentawai yang dinilai sepi dari kehadiran Bupati/Walikota. Hal ini menjadi bahan berita bagi rekan Wartawan baik yang langsung meliput maupun hanya mengandalkan Relis. Ternyata Dinas Kominfotik Sumbar juga membuat relisnya yang menyesalkan ketidak hadiran Bupati Solok Epyardi Asyda.
Bak gayung bersambut, Bupati Solok menanggapi pernyataan Jasman yang Kepala Dinas Kominfotik Sumbar.
“Apa kapasitas kamu bung?. Apakah ini pernyataan Gubernur atau hanya pernyataan pribadi?. Jika benar itu dari Gubernur, sangat disayangkan sekali. Harusnya Gubernur bisa menanyakan langsung kepada saya selaku Bupati. jadi apa maksudnya menyampaikan ke media tanpa konfirmasi ke Pemkab Solok dulu. Jangan bikin Gaduh,” kata Epiyardi.
Mengamati agenda Rapat Koordinasi Gubernur dengan Bupati/Walikota se Sumbar maka kita dapat menilai lemahnya koordinasi staf gubernur dengan pihak yang akan diundang.
Koordinasi awal sangat penting dalam melihat berapa yang akan hadir dan berapa yang mewakilkan, dengan alasan kenapa tidak hadir.
Inilah yang disebut koordinasi, konfirmasi, cross cek dengan sejumlah Kepala Daerah tingkat II tentang apakah akan hadir atau tidak. Kalau hadir tidak ada masalah, jika tidak harus ditanyakan apa alasannya dan siapa yang mewakili.
Sehingga dengan adanya koordinasi awal sebelum Rakor, gubernur mengetahui berapa yang hadir dan berapa yang mewakili serta apa alasannya jika tidak hadir.
Bila koordinasi lancar sejak perencanaan, pelaksanaan, diyakini bakal tidak ada pernyataan baik dari gubernur maupun Jubirnya yang menyesalkan dan menyudutkan salah seorang Bupati.
Pertanyaan, apakah hanya Bupati Solok saja yang tidak hadir dalam Rakor tersebut?.Apakah juga ada bupati/walikota yang lain?. Kalau ada kenapa tidak disebutkan bersamaan dengan Bupati Solok itu. Kalau hanya satu dari 19 Kepala Daerah yang tidak hadir, pertanda sudah sukses rakornya. Tak perlu pula dipublis karena yang satu tidak hadir.
Dan Epyardi disatu sisi benar mempertanyakan kapasitas Jasman yang membuat relis ketidak hadirannya. Kenapa tak Buya Gubernur langsung menanyakan kepada Epyardi yang secara politik pernah menolong Mahyeldi ketika mencalon sebagai Walikota Padang berpasangan dengan Emzalmi(PKS dan PPP).
Apakah ada unsur lain, sehingga muncul berita tersebut. Kita tahu Jasman pernah bertugas di Kabupaten Solok, apakah dia punya dendam. Hanya dialah yang tahu.
Namun terlepas dari semua itu,Humas atau jubir, pasti sangat hati hati dalam membuat relis yang bisa berdampak buruk pada pimpinan. Oleh karena itu Relis yang telah terpublikasi itu, ada dua kemungkinan; pertama tidak diketahui sama sekali oleh pimpinan.
Kedua, sudah mendapat sinyal dari pimpinan. Apalagi kita belum mendengar dan membaca adanya bantahan dan klarifikasi dari Buya gubernur.**