DI INDONESIA BELUM ADA DESA ADAT SESUAI TURUNAN UU NO.6/2014

by -

DI INDONESIA BELUM ADA DESA ADAT SESUAI TURUNAN UU6/2014

SEMANGATNEWS.COM- Di Indonesia belum ada desa adat sesuai turunan UU No. 6/2014 tentang Desa. Kalau Bali dan Jawa misalnya mempunyai desa adat tetapi belum seperti tuntunan UU Desa tadi sebagai pedoman. Hasil penelitian 3 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Sumatera Barat UIN Imam Bonjol, Unand dan UNP yang dipasilitasi LPDP Kemenkeu RI dengan mitra Pemprov ub. DPMD Sumbar sejak 2019 sampai 2022, mengamanatkan bahwa kalau ingin membentuk pemerintahan desa adat sesuai amanat UU 6/2014 di Indonesia, maka Nagari di Sumbar dapat dijadikan role model pemerintahan desa adat di Indonesia itu.

Dr Welhendri Azwar Ketua peneliti tiga PTN tadi menyampaikan hal itu dalam pengantarnya pada Diskusi – Desiminasi Hasil Penelitian dimaksud, di Ruang Pertemuan Kantor Wali Nagari Taram, Selasa pagi (21/ 12).

Penelitian 3 PTN Sumbar itu berjudul: Pengembangan Pemerintahan Nagari sebagai Model Pelaksanaan Nilai-nilai Adat pada Pemerintahan Desa Adat di Indonesia.

Ketua peneliti Wehendri menyebutkan hasil penelitian, kita serahkan kepada pemerintah desa di Indonesia, dimulai kepada Pemda Provinsi (Gubernur) Sumatera Barat untuk dipakai menjadi pedoman proses pembentukan Nagari sebagai Desa Adat, terutama pada nagari yang dipilih sebagai sampel model desa adat Indonesia itu.

Nagari contoh adalah Taram di Kabupaten 50 Kota, Inderapura di Kabupaten Pesisir Selatan, Sijunjung di Kabupaten Sijunjung, Belimbing di Kabupaten Tanah Datar, Koto Besar di Kabupaten Dharmasraya dan Lubuk Malako di Kabupaten Solok Selatan, kata Welhendri yang juga WR III UIN Imam Bonjol Padang itu.

Yuli Permatasari: Nagari Minang Mengapa?
Mengapa Nagari Minang dijadikan model? Yuli Permatasari salah seorang tim penelitian dalam presentasinya mewakili Katua Tim dalam Desiminasi Hasil Penelitian memberikan beberapa argumen sesuai hasil penelitian multy year 3 PTN Sumbar yang difasilitasi LPDP Kemenkeu RI itu. Di antaranya ada dua alasan utama.

Pertama, Nagari di Sumatera Barat, sejak dahulu beda dengan desa di berbagai Provinsi lain. Ada desa adat dan desa pemerintah misalnya di Jawa dan Bali, berjalan masing-masing dengan satu kewenangan masing-masing. Desa adat berjalan dengan menyelenggarakan satu kewenangan urusan adat saja. Demikian pula desa pemerintah menyelenggarakan satu kewenangan urusan-urusan umum pemerintahan saja seperti juga yang terjadi pada “nagari sebagai desa pemerintah” di Sumbar sekarang.

Sedangkan penyelenggaraan pemerintahan Nagari Sumatera Barat aslinya adalah mengintegrasikan dua kewenangan yakni kewenangan urusan umum pemerintah dan urusan adat. Karenanya, kolonialisme Belanda dulu menyebut nagari di Minangkabau/ Sumatera Barat sebagai kliene republiken (republik kecil) yang praktek pemerintahannya sempurna seperti penyelenggaraan negara dan pemerintahnya.

Kedua kata Yuli Permatasari menyampaikan hasil penelitian, nagari di Sumatera Barat aslinya, memberi contoh berdemokrasi versi asli musyawarah dalam segala urusan memakai sistem perwakilan dalam pengambilan mufakat/ keputusan.

Contoh musyawarah itu, dalam prakteknya bersumber dari dua type nagari sebagai desa adat. Dua type nagari itu, yakni nagari berpenghulu (nagari dipimpin penghulu), dan nagari beraja (nagari yang dipimpin Raja). Pemilihan Raja dan Penghulu, dipilih tidak pakai tim sukses seperti demokrasi barat, tetap secara musyawarah dalam kerapatan. Pemilihan penghulu dipilih secara musyawarab diangkat sepakat kaum, sedangkan Raja dipilih secara musyawarah diangkat sekata alam dimulai dari kesepakatan kaumnya ( based suku).

Juga nagari asli di Sumbar, kaya aset ekonomi, ke bukit berbunga kayu, ke sungai berbunga pasir, ke tambang berbunga emas dsb, semu jadi modal percepatan pembangunan nagari sebagai desa adat. Peradilan adatnya bertingkat melaksanakan nilai agama oleh adat, seperti di Nagari Taram ini, kalau tak selesai ditingkat kampung, tingkat perwakilan 21 ninik mamak fungsionaris kampuang, diselesaikan pada tingkat tertinggi peradilan adat dan syara’ 24 penghulu di Surau Tuo yang dipimpin Syekh di Surau Tuo, kata Yuli, setelah hasil penelitian diserahkan kepada Wali Nagari Taram sebagai salah satu model desa adat di Indonesia.

Walna Taram Defrianto bangga
Wali Taram Defrianto Ifkar, SSi, menerima hasil penelitian setelah ia menerima buku hasil penelitian diserahkan ketua peneliti Welhendri sebagai pedoman andai kata, Taram siap berproses melakukan perubahan ke nagari sebagai desa adat.

Wali Nagari juga umumnya masyarakat adat Nagari Taram diwakili Ketua KAN Syafnil Dt. Marajo Nan Batuah menyatakan rasa bangga, Nagari Taram dari 5 Nagari lainnya di Sumbar, dijadikan model pemerintahan desa adat di Indonesia.

“Kami bangga, tentunya kami sadar bahwa kapasitas tokoh dan SDM kami dituntut untuk bisa melaksanakan hasil penelitian ini di Taram berproses menjadi contoh desa adat di Indonesia. Sebab Nagari sebagai Desa Adat, sudah cita-cita kita juga, apalagi sudah ada hasil penelitian ini sebagai pedoman”, kata Walna didukung Ketua KAN Taram.

Hadir dalam Diskusi Desiminasih Hasil Penelitian 30 orang tokoh masyarakat Taram, ninik mamak datuk penghulu, bundo kanduang, rang mudo cadiak pandai fan alim ulama nagari Taram.edangkan tim peneliti 3 PTN ini yang hadir ialah Ketua Peneliti Welhendri Azwar Dt. Pangulu Basa, YY Dt.Rajo Bagindo, Yurisman, Yuli Permatasari, Mufti Ulil Amri, Meilisa, Syamsul Ibrar, Jamalis, Afdal dll. Peneliti yang tidak hadir Hasanuddin dari Unand dan satu lagi Akmal dari UNP wafat 5 Desember lalu. * (y/zn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.