SEMANGAT JAKARTA – Pemerintah tahun ini menyiapkan 80 ribu bantuan melalui program bea siswa bidik misi bagi mahasiswa perguruan tinggi negeri maupun swasta. Jumlah ini meningkat sekitar 30 persen dibanding kuota tahun lalu sebanyak 60 ribu bea siswa. Tentu ini merupakan khabar menggembirakan, terutama bagi para lulusan SMU dan SMK berprestasi, tetapi mengalami kendala biaya untuk melanjutkan jenjang perguruan tinggi karena berasal dari keluarga kurang mampu. Mengingat biaya pendidikan di perguruan tinggi tanah air, baik negeri maupun swasta, semakin sulit dijangkau oleh siswa dari keluarga kurang mampu. Karena itulah, penambahan kuota bea siswa bidik misi menjadi 80 ribu bantuan, semakin membuka peluang siswa berprestasi dari keluarga kurang mampu untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.
Kita patut mengapresiasi kebijakan pemerintah melalui kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi ini, meski mencerdaskan anak bangsa memang menjadi tugas pemerintah sebagaimana dituangkan dalam undang undang. Namun kebijakan untuk terus meningkatkan kuota mahasiswa penerima bea siswa bidik misi dari tahun ke tahun sejak program ini digulirkan 2010 lalu, menjadi angin segar bagi siswa berprestasi dari keluarga kurang mampu, memperoleh pendidikan yang lebih tinggi lagi Karena bukan tidak mungkin, dari merekalah akan lahir para pemimpin baru semakin berkualitas. Yang menjadi masalah adalah bagaimana menjaga agar program bea siswa bidik misi ini tidak salah sasaran. Benar benar dapat membidik calon mahasiswa yang tepat sebagai penerima bea siswa tersebut.
Tidak dipungkiri, selama ini masalah “tidak tepat sasaran”, hampir selalu mewarnai program bantuan atau subsidi pemerintah bagi masyarakat kurang mampu. Termasuk dalam program bea siswa bidik misi, yang sebenarnya ditujukan bagi siswa berpresasi dari keluarga kurang mampu. Juga diwarnai adanya penyaluran yang tidak tepat sasaran. Di lapangan masih ditemukan mahasiswa penerima bea siswa bidik misi dari keluarga tergolong mampu secara ekonomi, meski sebenarnya aturan dan poses seleksi yang ditetapkan pemerintah sudah jelas. Inilah yang tidak boleh terjadi lagi. Harus ada komitment yang kuat dari seluruh pemangku kepentingan, sehingga alokasi 80 ribu bea siswa bidik misi tahun 2017 benar benar tepat sasaran.
Dibutuhkan proses pendataan prestasi siswa sejak dini secara valid. Dibutuhkan juga data ekonomi terhadap keluarga siswa yang akan diajukan menerima bea siswa bidik misi. Semua membutuhkan komitmen yang sama dari sekolah asal maupun perangkat desa/kalurahan dalam memberikan rekomendasi . Kong-kalikong, main mata karena menginginkan agar anggota keluarga, kerabat atau orang dekatnya menerima bea siswa bidik misi padahal dari keluarga mampu, harus dieliminir.
Survey dan verivikasi lapangan dari tim Perguruan tinggi bersangkutan pada keluarga mahasiswa penerima bea siswa bidik misi perlu dilakukan lebih intensif. Sanksi bagi yang ketahuan menyalahi ketentuan harus dilakukan tegas, dengan mencabut dan mengalihkan bea siswa untuk mahasiswa yang lebih berhak. Yang tidak kalah penting adalah bagaimana menumbuhkan budaya malu di masyarakat, ketika harus mengaku kurang mampu padahal sebenarnya yang bersangkutan mampu secara ekonomi, hanya karena ingin mendapat bea siswa. Semua diperlukan pengawasan dan komitmen yang kuat agar bea siswa bidik misi yang di salurkan benar benar tepat sasaran